Opini
Opini: Memahami dan Memaknai Indeks Pemberdayaan Gender Sumatera Selatan
Isu terkait gender menjadi perhatian masyarakat terutama bila berkaitan dengan diskriminasi gender yang dialami perempuan
Perbedaan upah yang diterima menjadi salah satu hal yang paling sering terjadi. Kesenjangan dalam upah pada akhirnya berimbas pada munculnya kesenjangan dalam sumbangan pendapatan kaum perempuan.
Hal ini menunjukkan bahwa tenaga kerja perempuan masih menghadapi tantangan kultural dan struktural yang cenderung memarginalkan posisi perempuan di pasar kerja.
Selain itu, sebagian besar angkatan kerja perempuan terserap di sektor informal, dan rendahnya tingkat pendidikan memungkinkan makin lebarnya jurang kesenjangan upah/pendapatan.
Disparitas Antar Wilayah di Sumatera Selatan
Capaian IDG kabupaten/kota di Sumatera Selatan bervariasi. Tiga kabupaten/kota dengan capaian IDG tertinggi yaitu Muara Enim, Lahat, dan Lubuk Linggau.
Sebaliknya, tiga daerah dengan capaian IDG terendah adalah Musi Rawas Utara, Penukal Abab Lematang Ilir, dan Ogan Komering Ulu.
Kabupaten Muratara memiliki capaian IDG paling rendah. Selain karena daerah tersebut masih merupakan daerah tertinggal dan daerah pemekaran, indikator IDG yang dimiliki masih jauh dari kesetaraan gender sehingga membuat pembangunan gender belum dirasakan oleh masyarakat setempat.
Kabupaten PALI selain sebagai daerah pemekaran dari Muara Enim, dimensi partisipasi politik masih jauh dari kesetaraan gender dengan tidak adanya keterlibatan perempuan di parlemen.
Sementara untuk Kabupaten OKU, meskipun bukan merupakan daerah pemekaran dan tertinggal tetapi capaian indikator IDGnya masih jauh dari kesetaraan gender dimana kesenjangan capaian antara laki-laki dan perempuan semakin lebar.
Disparitas dalam pemberdayaan gender antar wilayah dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya norma budaya lokal, kebijakan pemerintah daerah, akses terhadap pendidikan dan kesehatan, serta kondisi ekonomi.
Budaya patriaki masih kuat di beberapa wilayah, menyebabkan rendahnya partisipasi perempuan dalam sektor publik dan pengambilan keputusan. Implementasi kebijakan yang mendukung kesetaraan gender bervariasi antar wilayah.
Beberapa daerah telah menerapkan kebijakan yang lebih inklusif, sementara yang lain masih tertinggal. Akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan yang memadai sangat memengaruhi pencapaian kesetaran gender.
Wilayah dengan akses yang lebih baik menunjukkan pencapaian IDG yang lebih tinggi. Kondisi ekonomi juga memainkan peran penting dalam ketimpangan gender. Wilayah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi cenderung memiliki IDG yang lebih rendah.
Faktor-faktor ini secara kolektif memengaruhi kemajuan menuju pencapaian kesetaraan gender di setiap wilayah.
Untuk mencapai kesetaraan gender di Sumatera Selatan dan meningkatkan pemberdayaan perempuan, diperlukan rekomendasi kebijakan sebagai berikut:
1. Sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya kesetaraan gender dan menghilangkan kontruksi sosial yang terbentuk di masyarakat.
2. Mengimplementasikan kebijakan yang mendukung keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif dan pemerintahan.
3. Mengembangkan program pendidikan dan pelatihan bagi perempuan untuk meningkatkan keterampilan dan peluang kerja.
Jurang Kesenjangan ala Wakil Rakyat |
![]() |
---|
Pengangguran Terdidik di Sumsel: Kesenjangan Kompetensi dan Kebutuhan Sektor Ekonomi |
![]() |
---|
Apakah Lebih Tepat Bung Hatta Disebut Bapak Ekonomi Kerakyatan, Bukan Lagi Bapak Koperasi ? |
![]() |
---|
Apakah Lebih Tepat Bung Hatta Disebut Bapak Ekonomi Kerakyatan, Bukan Lagi Bapak Koperasi ? |
![]() |
---|
Menilik Kualitas Kesehatan Penduduk Kota Palembang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.