Mimbar Jumat

Mengingat Allah Itu Bukan Sekadar Menyebut

MENGINGAT Allah atau dzikir merupakan salah satu amalan paling utama dalam Islam yang memiliki tempat istimewa dalam kehidupan seorang mukmin.

Editor: Yandi Triansyah
handout
Otoman-Dosen Sejarah Peradaban Islam Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang 

Lebih jauh lagi, dalam QS. Al-Ahzab [33]: 41 Allah memerintahkan: “Wahai orang-orang yang beriman! Berzikirlah (ingatlah) kamu kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya…” Kata “berzikirlah” dalam konteks ini memiliki makna komprehensif; menyebut nama Allah dengan mulut dan mengingat-Nya dengan hati. Oleh karena itu, memahami dzikir harus menempatkan aspek batin sebagai fokus utama.

2. Analisis Sufistik tentang Mengingat Allah.


Tasawuf atau sufisme menempatkan dzikir sebagai jalan utama menuju ma'rifatullah (mengenal Allah secara hakiki).

Menurut Imam al-Ghazali (Ihya 'Ulumuddin, 1995, hlm. 112), dzikir adalah sarana penyucian qalb (hati) dari kotoran-kotoran spiritual yang menghalangi hadirnya cahaya Ilahi.

Dalam pandangan sufi, dzikir bukan sekedar ucapan melainkan pengalaman kesadaran penuh atas kehadiran Allah. Ibnu Arabi, seorang sufi besar, menyebut konsep muhadara yaitu “kehadiran” Ilahi dalam hati yang dirasakan langsung oleh dzikir qalb (Ibnu Arabi, Futuhat al-Makkiyah, 1982, Juz II, hlm. 345). Dzikir hati adalah bentuk “hidup” dalam hubungan dengan Allah, bukan ritual kosong.

Al-Junaid Al-Baghdadi, guru besar tasawuf, mengajarkan bahwa dzikir adalah membangunkan hati dari kesadaran duniawi agar senantiasa terhubung dengan kehadiran Ilahi. Dzikir menjadi “nafas ruhani” yang membuat hati selalu hidup dan sadar (Al-Junaid, Risalah, 2010, hlm. 77).

Menurut Al-Ghazali: “Dzikir yang hakiki adalah yang menyentuh hati, mengalirkan ketenangan dan pengenalan akan kehadiran Allah. Dzikir lisan tanpa penghayatan tidak memberikan manfaat bagi jiwa.” (Ihya Ulumuddin, 1995, hlm.114).

Dari perspektif sufistik, menyebut nama Allah tanpa hadirnya kesadaran adalah seperti menyebut sesuatu yang asing dalam pikiran, sehingga dzikir tersebut tidak menimbulkan kebersihan hati dan kesadaran Ilahi.

Oleh karena itu, mengingat Allah sesungguhnya adalah sebuah pengalaman batin yang mendalam dan bukan sekadar aktivitas lidah.

3. Perspektif Saintifik tentang Mengingat Allah.

Penelitian modern di bidang neuroteologi dan psikologi spiritual menunjukkan bahwa aktivitas dzikir, terutama dzikir yang dilakukan dengan kesadaran penuh (mindfulness), memiliki efek signifikan pada kesehatan mental dan fisik.

Sebuah studi oleh Ahmad (2018) yang berjudul Effects of Islamic Meditation on Mental Health (hlm. 78-80) membuktikan bahwa dzikir yang dilakukan dengan penghayatan dapat menurunkan tingkat stres, meningkatkan konsentrasi, dan menimbulkan perasaan damai.

Neuroteologi mengkaji bagaimana aktivitas spiritual mempengaruhi otak. Aktivitas dzikir yang diiringi kesadaran penuh mengaktifkan daerah prefrontal cortex, bagian otak yang bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan pengendalian diri (Newberg & Waldman, How God Changes Your Brain, 2009, hlm. 55).

Menyebut nama Allah secara mekanis (tanpa kesadaran) tidak memberikan stimulasi kognitif yang cukup untuk menghasilkan manfaat neurofisiologis yang optimal.

 Sebaliknya, dzikir dengan perhatian penuh menghasilkan perasaan tenang, meningkatkan fungsi sistem saraf parasimpatis yang mengurangi kecemasan dan meningkatkan keseimbangan hormonal.

Halaman
123
Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved