Mimbar Jumat
Mengingat Allah Itu Bukan Sekadar Menyebut
MENGINGAT Allah atau dzikir merupakan salah satu amalan paling utama dalam Islam yang memiliki tempat istimewa dalam kehidupan seorang mukmin.
Mengingat Allah Itu Bukan Sekadar Menyebut:
Analisis Sufistik dan Saintifik dalam Perspektif Al-Qur'an dan Hadis
Oleh: Dr. Otoman, SS, M.Hum.
Dosen Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Fatah Palembang
MENGINGAT Allah atau dzikir merupakan salah satu amalan paling utama dalam Islam yang memiliki tempat istimewa dalam kehidupan seorang mukmin.
Dalam kesekharian, dzikir seringkali dipahami secara sempit hanya sebagai menyebut nama Allah secara lisan, baik melalui ucapan “Allah,” “Subhanallah,” “Alhamdulillah,” atau kalimat-kalimat dzikir lainnya.
Namun, benarkah mengingat Allah itu hanya sebatas menyebut? Atau adakah makna yang lebih dalam, yang menjadikan dzikir sebuah pengalaman spiritual yang melampaui sekadar ucapan?
Opini ini berangkat dari pemahaman bahwa mengingat Allah sesungguhnya bukan sekedar menyebut nama-Nya dengan lidah, melainkan sebuah kesadaran penuh yang hadir dalam hati dan jiwa.
Ini merupakan pengalaman spiritual yang holistik menghubungkan aspek batin, pikiran, dan tubuh yang dijelaskan melalui perspektif sufistik dan saintifik.
Dalam tulisan ini, saya akan menguraikan secara mendalam bagaimana dzikir bukan hanya aktivitas verbal, melainkan penghayatan hati dan kesadaran total, didukung oleh data argumentatif dari Al-Qur'an, hadis, dan pendapat para ahli.
1. Pengertian Dzikir dalam Al-Qur'an dan Hadis
Dalam bahasa Arab, kata “dzikir” (ذِكْر) berarti “mengingat” atau “menyebut”. Namun, dari segi istilah dalam Islam, dzikir mengandung makna yang lebih luas, yaitu pengingatan dan penghayatan terhadap Allah secara lisan dan batin. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
“(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, dan berbaring, dan mereka berpikir tentang penciptaan langit dan bumi…” (QS. Ali Imran [3]: 191).
Ayat ini menunjukkan bahwa dzikir tidak hanya terbatas pada penyebutan nama Allah saja, tetapi juga mencakup perenungan mendalam tentang ciptaan-Nya sebagai manifestasi pengingat kepada Allah.
Dzikir yang mengesankan hanya gerakan lisan disertai tanpa penghayatan hati adalah dzikir yang kurang sempurna.
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya dzikir di dalam hati lebih utama daripada dzikir dengan lisan, dan dzikir dengan lisan lebih utama daripada dzikir dengan anggota badan.” (HR.Muslim, no.2690).
Hadis ini menguatkan bahwa dzikir yang paling utama adalah yang hadir dalam hati, bukan sekadar ucapan. Dengan kata lain, mengingat Allah yang benar adalah dzikir yang menembus jiwa, membentuk kesadaran yang mendalam.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.