Opini
Strategi Hidup Dalam Komunitas
RASULULLAH bersabda bahwa bagi siapa yang keluar dari jamaah walau sejengkal, maka sungguh telah terlepas ikatan Islam dari lehernya
Pemenuhan kebutuhan biologis dan mendapatkan keturunan, hanya bisa dipenuhi dengan cara menikah, hidup bersama dengan orang lain. Interaksi dan hubungan di antara manusia merupakan kehendak Allah.
Sejak awal penciptaan Allah telah mengatur dan merencanakan adanya ketergantungan antara satu individu dengan sesamanya sehingga ia membutuhkan komunitas (QS. 43, 32).
Allah pun telah menetapkan aturan dan metode sesuai dengan fitrah kemanusiaan. Rasul bersabda: “Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada, dan iringilah (perbuatan) buruk dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapusnya. Pergaulilah sesama manusia dengan akhlak mulia (al-Tirmidzi, 1987).
Strategi berinteraksi untuk membangun silaturahmi di dalam komunitas menurut informasi hadis tersebut adalah dengan akhak mulia.
Hal ini telah dibuktikan oleh Rasulullah dengan keberhasilan dakwahnya. Rasul dipuji bukan karena fisik yang kuat atau kedudukan yang tinggi, akan tetapi dikarenakan budi pekerti yang luhur (Q.S. 68, 4).
Misi kerasulan yang dibawanya adalah melalui keutamaan akhlak serta untuk memperbaiki akhlak manusia (Ahmad, 2/ 381).
Akhlak mulia yang diterapkan ketika berinteraksi dengan orang lain adalah dengan memperhatikan hak-hak dan adab-adab berkomunitas.
Dikisahkan bahwa suatu hari Rasul sedang bersama sahabatnya masuk ke dalam semak belukar kemudian memetik dua buah ranting siwak, yang satu bengkok dan yang satu lagi lurus.
Rasul memberikan yang lurus untuk sahabatnya dan yang bengkok ia simpan untuk dirinya sendiri.
Rasul menjelaskan bahwa kelak seseorang akan ditanya apakah ia telah menunaikan hak Allah dalam persahabatannya meskipun hanya kebersamaan sesaat di siang hari. Perumpamaan dua orang bersahabat adalah seperti dua tangan, yang satu membersihkan yang lain.
Berakhlak mulia dalam komunitas adalah memperlakukan orang lain sebagaimana ia senang diperlakukan. Karena tidak sempurna keimanan seseorang sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri (al-Bukhariy, 13).
Meskipun untuk bisa selalu berbuat baik dalam komunitas tidaklah mudah, disebabkan lingkungan yang tidak selamanya mendukung.
Kebaikan yang bisa jadi tidak mudah untuk ditegakkan akan tetapi ditanggapi dengan keburukan. Ada saja di antara manusia yang tidak mampu berterimakasih atas kebaikan yang diberikan oleh orang lain kepadanya.
Apapun keadaannya sulit ataupun mudah, kewajiban manusia hanyalah untuk menggapai keridhaan Allah dari setiap apa yang dia lakukan.
Manusia hanya diperintahkan untuk memperhatikan amal perbuatannya. Kebaikan yang berorientasi kepada kehidupan jangka panjang dengan mengharapkan keridhaan Allah (Q.S 59, 18).
Tidak perlu memperhatikan dan menanggapi respon apa yang akan diberikan oleh orang lain. Orang bijak adalah orang yang justru bisa mengambil pelajaran dari orang lain.
Meninggalkan apa yang tidak mereka sukai yang dilakukan oleh orang lain. Hakikat sebuah perbuatan akan kembali kepada pelakunya. Jika ia berbuat kebaikan maka kebaikan itu adalah untuk dirinya sendiri.
Begitupun jika ia melakukan kemaksiatan maka ia sendiri yang akan menanggung kerugian (Q.S. 17, 15). Akhlak terpuji akan memberikan kemuliaan pada diri pelakunya.
Kemuliaan akhlak tidak hanya menjadi strategi hidup berkomunitas namun juga dapat mengantarkan pelakunya kepada rahmat Allah (QS. 49: 13).
Tentu saja rahmat Allah hanya atas perbuatan baik saja. Perintah untuk hidup berkomunitas pun hanyalah ketika hendak melakukan kebaikan dan taqwa tidak diperbolehkan bila bermufakat untuk berbuat dosa dan pelanggaran (Q.S. 5, 2).
Perlu untuk mengetahui orientasi sebuah komunitas sebelum bergabung dan berinteraksi di dalamnya. Seorang yang sering duduk bersama dengan orang-orang kaya, maka Allah akan menambahkan kepadanya rasa cinta kepada dunia dan semangat untuk mencarinya.
Sebaliknya, bagi siapa yang sering duduk bersama orang-orang miskin maka Allah akan menambahkan rasa syukur dan ridha atas pemberian Allah.
Begitupun orang orang yang sering bersama dengan orang-orang yang gemar melakukan maksiat maka Allah akan menambahkan kepadanya keberanian untuk berbuat dosa dan menunda taubat.
Tidak demikian orang yang membiasakan diri berkumpul bersama orang-orang shaleh, Allah akan menambahkan ilmu kepadanya dan sikap wara’, berhati-hati dalam mengambil harta dunia. Karena seseorang itu sangat tergantung pada agama temannya (al-Tirmidziy, 2387). (*)
Dekan Fakultas Ushuluddin
Pemikiran Islam Dirda LPPK Sakinah Kota Palembang
Prof. Dr. Hj. Uswatun Hasanah M.Ag
Jurang Kesenjangan ala Wakil Rakyat |
![]() |
---|
Pengangguran Terdidik di Sumsel: Kesenjangan Kompetensi dan Kebutuhan Sektor Ekonomi |
![]() |
---|
Apakah Lebih Tepat Bung Hatta Disebut Bapak Ekonomi Kerakyatan, Bukan Lagi Bapak Koperasi ? |
![]() |
---|
Apakah Lebih Tepat Bung Hatta Disebut Bapak Ekonomi Kerakyatan, Bukan Lagi Bapak Koperasi ? |
![]() |
---|
Menilik Kualitas Kesehatan Penduduk Kota Palembang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.