Opini
Makan Bergizi Gratis, Ekonomi Bertumbuh? Janji Besar yang Harus Dibuktikan!
Jika dijalankan dengan tata kelola yang baik, MBG berpotensi menjadi motor pertumbuhan ekonomi rakyat Indonesia.
Badan Gizi Nasional juga memberikan bimbingan teknis selama 2 hari pada 4 & 5 Oktober 2025, yang memberikan bekal kepada 1.800 para relawan di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk menjamin standar keamanan pangan di seluruh unit SPPG dengan meningkatkan kapasitas penjamah makanan.
Terdapat 4 aspek dalam standar Badan Gizi Nasional (BGN) yang harus dipenuhi oleh dapur/SPPG, yaitu standar kecukupan kalori, standar komposisi kandungan gizi atau persentase angka kecukupan gizi, standar higienis dan standar keamanan.
Direktur Penyediaan dan Penyaluran Wilayah II BGN, Nurjaeni, mengungkapkan bahwa keamanan makanan adalah kunci dalam mendukung kesehatan masyarakat.
Selain itu, diterapkan juga penerapan standar yang ketata, antara lain seperti chef dapur MBG yang bersertifikat, penerapan rapid test food, penggunaan filter air, sterilisasi food tray, sertifikasi higienitas dan sanitasi, serta disediakan CCTV untuk peningkatan pengawasan.
Kepala BKPK Kemenkes RI, Prof. Asnawi Abdullah, menegaskan bahwa hasil SSGI 2024 mencatat prevalensi stunting nasional turun menjadi 19,8 persen dari 21,5 % tahun 2023. Namun, tantangan masih sebab target 2025 menjadi 18,8 % .
Target ini sejalan dengan klaim pemerintah bahwa MBG adalah investasi masa depan. Namun, investasi hanya akan bermakna jika program benar-benar memastikan gizi yang diterima anak-anak sesuai standar, bukan sekedar angka distribusi yang tercapai.
Keberhasilan program MBG juga ditentukan oleh cara negara menjaga keberlanjutan fiskal dan pemerataan distribusi.
Selain itu, faktor keberhasilan program MBG juga disebutkan oleh Staf Deputi Penyediaan dan Penyaluran BGN, Sawin, yang menegaskan bahwa keberhasilan program MBG sangat bergantung pada kinerja para petugas di lapangan/dapur untuk memastikan tidak terjadi kontaminasi dalam proses penyajian.
Ketua Asosiasi Dietisien Indonesia (AsDI) Sumatera Selatan, Yenita, DCN., MPH., RD., menyatakan bahwa program MBG di Sumatera Selatan sudah sesuai standar gizi yang mencakup nasi, lauk hewani, nabati, sayur dan buah, tinggal bagaimana petugas dapur memodifikasi.
Dengan penerima manfaat hampir 83 juta jiwa, program ini jelas menyerap anggaran besar. Tanpa efisiensi dan akuntabilitas, MBG justru bisa menjadi beban fiskal negara.
Sebaliknya, jika dijalankan dengan tata kelola yang baik, MBG berpotensi menjadi motor pertumbuhan ekonomi rakyat Indonesia.
MBG pada dasarnya bukan sekadar "program bagi-bagi makan", melainkan instrumen pembangunan manusia. Jika dijalankan dengan benar, program ini dapat menjadi warisan ekonomi jangka panjang bagi negara. Prabowo Subianto telah menyebutnya investasi, dan publik kini menunggu hasilnya.
Apakah investasi itu akan menghasilkan generasi emas dan ekonomi yang tumbuh kuat, atau justru menjadi beban fiskal yang berat?
Jawaban dari pertanyaan ini akan sangat ditentukan oleh cara negara dan pihak terkait dalam menjalankan programnya. (*)
| Bawang Merah dan Bawang Putih: Koperasi Merah Putih |
|
|---|
| Komunikasi Kebencanaan: Titik Buta Tata Kelola di Indonesia |
|
|---|
| Merubah Paradigma Statistik Sektoral dari Kewajiban Birokratis Menuju Kebutuhan Strategis |
|
|---|
| Tatkala Banjir dan Kekeringan Tiba Bersamaan |
|
|---|
| Kreativitas Seorang Pemimpin Akan Mencegah Kezoliman Dilingkunganya? |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/palembang/foto/bank/originals/Nadina-Sri-Halimah-SE.jpg)