Berita Palembang

RUU KUHAP Disahkan, Pakar Hukum Muhammadiyah Palembang Soroti Pelemahan Kewenangan Hakim

Pakar hukum dari Universitas Muhammadiyah Palembang Dr Hasanal Mulkan menganalisis kekhawatiran dan solusi seputar pengesahan RUU KUHAP

Penulis: Arief Basuki | Editor: Welly Hadinata
Sripoku.com/Arief
Pakar hukum dari Universitas Muhammadiyah Palembang Dr Hasanal Mulkan, S.H., M.H, menganalisis kekhawatiran dan solusi seputar pengesahan RUU KUHAP 

Ataupun Peraturan Pemerintah/ Peraturan Menteri harus mendefinisikan secara jelas batas-batas teknik penyelidikan, khusus untuk mencegah entrapment dan memastikan adanya mekanisme pelaporan internal yang detail.

"Solusi pengawasan institusional (jangka menengah, dengan pembentukan Pra-Ajudikasi yang kuat, melalui pencipaan lembaga atau panel Hakim Pra-Ajudikasi (Pre-Trial Judge) yang secara khusus bertugas memberikan otorisasi untuk semua bentuk upaya paksa yang melibatkan pelanggaran privasi (penyadapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan) sebelum tindakan itu dilakukan, bukan hanya mengontrol setelah itu terjadi. Tujuannya adalah menggeser pengawasan post-factum (setelah fakta) menjadi pengawasan ante-factum (sebelum fakta)," tuturnya.

Selanjutnya, sistem akuntabilitas berbasis teknologi, dengan menerapkan sistem pelaporan elektronik terpusat yang mewajibkan penyidik memasukkan data rinci setiap kali upaya paksa dilakukan.

"Ini memungkinkan pengawasan real-time oleh pengawas internal dan eksternal, sehingga integritas proses dapat diverifikasi dari waktu ke waktu," tandasnya.

Lalu solusi pengawasan publik dan transparansi (Jangka Panjang), berupa penguatan Komisi Yudisial (KY) dan Komnas HAM, sehingga memberikan kewenangan yang lebih besar kepada KY dan Komnas HAM untuk melakukan audit integritas prosedural dalam penanganan perkara, terutama yang melibatkan penggunaan upaya paksa yang kontroversial.

Termasuk memfasilitasi dan melindungi peran OMS (seperti LBH, ICJR, KontraS) untuk melakukan pemantauan independen terhadap penerapan KUHAP baru di lapangan dan mempublikasikan laporan tahunan tentang penyalahgunaan upaya paksa.

"Secara keseluruhan, integritas dan keadilan peradilan Indonesia pasca pengesahan KUHAP ini tidak secara otomatis runtuh, tetapi sangat tergantung pada bagaimana implementasi dan pengawasan dilakukan. Jika judicial scrutiny dilemahkan, maka taruhannya adalah hilangnya kepercayaan publik terhadap penegak hukum," pungkasnya.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved