Menggagas Kebijakan Flexible Working di Daerah
Adanya PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) di sejumlah wilayah yang memaksa ASN dan karyawan lainnya untuk bekerja dari rumah...
Pertemuan supply dan demand inilah yang pada akhirnya akan sampai pada keseimbangan new normal.
Pandemi Covid-19 bisa jadi disrupsi yang mempercepat proses menuju ke keseimbangan baru itu.
Sementara menurut peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, pandemi Covid-19 menjadikan wacana flexible working space yang sebe-lumnya sudah banyak dibicarakan, perlu ditindaklanjuti lebih serius oleh pemerintah dan juga para pelaku usaha.
Namun kelancaran penerapan flexible working arrangement ini menurutnya sangat membutuhkan internet.
Sayangnya kecepatan penetrasi pengguna internet di Indonesia belum diimbangi dengan kecepatan internet.
Dari dalam negeri khususnya di daerah masih terdapat ketimpangan akses infrastruktur teknologi informasi dan kemampuan menggunakan internet.
Model kerja flexible working time mulai banyak dilirik instansi pemerintah maupun dunia usaha selain startup dan multinational company.
Pasalnya, hal ini dapat mengurangi opex (biaya operasional) instansi tersebut.
Dalam sebuah penelitian, sebesar 74 persen responden menyatakan kehidupan pekerjaan dan pribadi menjadi makin seimbang dengan penerapan flexible working time.
Kebahagiaan responden pun meningkat sebesar 10 persen dengan adanya kebebasan mengatur jam kerja sendiri.
Hal ini pun akan berdampak positif bagi perusahaan.
Riset di University of Warwick menemukan bahwa kebahagiaan karyawan dapat meningkatkan produktivitas hingga 12 persen.
Keproduktivitasan ini menjadi cita-cita setiap perusahaan.
Selain itu, kebahagiaan yang dirasakan oleh karyawan juga membuat mereka lebih kreatif, kolaboratif, dan loyal pada perusahaan.
Dari uraian tersebut diatas, suka atau tidak suka, ‘aneh’ atau tidak ‘aneh’, mengerti atau tidak dapat dimengerti, namun inilah fenomena yang terjadi saat ini.
Kita semua harus membuka mata lebar-lebar dan juga mengerti di dalam hati dan pikiran, bahwa pandemi covid 19 dan revolusi industry 4.0 telah mampu mendisrupsi pola dan budaya kerja birokrasi pemerintahan maupun dunia usaha yang telah berlangsung selama ini.
Timbulnya inovasi baru dalam penataan pola kerja yang disebut Flexible Working Arrangement (FWA) seharusnya dapat kita sikapi secara tepat dan positif.
Sudah waktunya pemerintah daerah mulai mempertimbangkan kebijakan FWA di wilayahnya.
Mohammad Ridwan, Kepala Humas Badan Kepegawaian Negara (2020) menyatakan bahwa wacana Kemenpan RB tentang pemberlakuan flexible working time tidak bisa dilaksanakan ke seluruh ASN.
Hal ini karena ada beberapa bidang posisi yang membutuhkan kehadiran fisik seperti kesehatan dan pendidikan.
Namun, untuk bidang posisi lain kebijakan ini akan sangat membantu fleksibilitas pekerjanya. Seperti Biro Humas dimana berbagai materi berita, konten media sosial, siaran pers bisa dibuat melalui gadget dan banyak bidang kerja lainnya.
Perlu dilakukan kajian yang komprehensif berkaitan pekerjaan atau jabatan apa saja yang memungkinkan dapat diterapkan FWH ?.
Bagaimana menetapkan standar kinerja bagi ASN yang melaksanakan FWH ?
Faktor apa saja yang menjadi penghambat dan pendukung apabila FWA diterapkan dilingkungan instansi pemerintah di daerah?
Apakah birokrasi pemerintahan di daerah siap melaksanakan inovasi FWA dalam kondisi PPKM ?
Pada akhirnya semua ini terkembali pada para pengambil keputusan, aparatur birokrasi, pa-kar kebijakan pubik dan masyarakat daerah itu sendiri untuk memberlakukan FWH di era pandemi dan pasca pandemi covid 19 di daerah .