Menggagas Kebijakan Flexible Working di Daerah
Adanya PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) di sejumlah wilayah yang memaksa ASN dan karyawan lainnya untuk bekerja dari rumah...
Oleh : Dr. Ir. H. Abdul Nadjib,.MM
Dosen FISIP Unsri / Pemerhati Kebijakan Publik Daerah
SRIPOKU.COM -- Hadirnya pandemi covid-19 dan revolusi industry 4.0 dalam kegiatan operasional pemerintahan dan dunia usaha di daerah telah memberikan dampak positif yang dapat menum-buhkan budaya kerja inovatif bagi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Adanya PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) di sejumlah wilayah yang memaksa ASN dan karyawan lainnya untuk bekerja dari rumah (work from home / WFH).
WFH yang diberlakukan di hampir semua organisasi pemerintahan telah menginspirasi tumbuhnya inovasi penataan pola kerja agar produktivitas dan kinerja organisasi tetap terjaga.
Salah satu bentuk inovasi pola kerja pada instansi pemerintahan memungkinkan seorang pegawai ASN dapat bekerja menyesuaikan waktu dan tempat yang dapat dilakukan secara fleksibel yang disebut flexible working arrangement (FWA) yang artinya pengaturan kerja yang fleksibel terdiri atas flexible working time maupun flexible working space.
WFH sejatinya merupakan pengejawantahan dari FWA yakni konsep bekerja bagi pegawai dengan keleluasaan lokasi dan waktu kerja, sehingga tidak menjadikan kantor sebagai satu-satunya ruang dan waktu untuk berkontribusi pada pekerjaan.
Bekerja bisa dilakukan di rumah, kafe, atau coworking space yang kini tengah menjamur.
Konsep ini semakin populer sejak semakin menjamurnya perusahaan rintisan (start-up company) yang sarat akan kemutakhiran teknologi.
Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:

FWA merupakan sistem pengaturan kerja yang memberi lebih banyak kebebasan kepada pegawai untuk bisa mengatur jam dan tempat kerjanya sepanjang akumulasi atau ketentuan waktu (per jam, per minggu, atau per bulan) dan tempat yang ditetapkan organisasi dapat dipenuhi.
Artinya pegawai ASN dapat bekerja secara fleksibel dimana saja yang memungkinkan bekerjanya tidak dilakukan dikantor atau instansinya bekerja.
Dengan menerapkan jam dan tempat kerja fleksibel, setiap pegawai ASN dapat memilih waktu dan tempat kerja sesuai kebutuhan mereka.
Selain itu, para pegawai ASN dapat memiliki perasaan serta kebutuhan dan harapan yang justru dapat mempengaruhi kinerja, dedikasi, dan loyalitas, serta mencintai pekerjaannya.
Sebenarnya FWA bukanlah hal yang baru bagi dunia kerja di Indonesia.
Sejak munculnya fenomena bisnis startup, maka terjadi sebuah budaya baru dalam bekerja.
Sebuah fleksibilitas dalam berbagai bentuk dan beberapa aturan telah mulai terbentuk.
Ditandai dengan kehadiran Gojek, Tokopedia, Bukalapak, Traveloka, pada tahun 2010-2011, maka kehadiran para startup di bumi pertiwi pun membawa sebuah budaya kerja yang berbeda di tengah para milennial.
Hal ini terlihat jelas dalam perkembangan dunia startup yang menggerakkan munculnya Coworking Space dan Virtual Office sebagai tempat kerja.
Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

Pada tahun 2004, Department of Trade and Industry Inggris untuk pertama kali membuat Employment Market Analysis and Research kepada 3.485 karyawan di Inggris mengenai Flexible Working Employee yang telah diperkenalkan sejak tahun 2003.
Hasilnya 52% dari responden telah memiliki kesadaran atas kebutuhan bekerja secara flexible (baik itu bekerja secara part-time, term-time, job-sharing, flexitime, compressed working, annualised hours, reduced hours, maupun bekerja dari rumah).
Mereka yang lebih memiliki kesadaran sebagian besar adalah para wanita yang memang memiliki kebutuhan untuk mengurus anak, selain juga generasi milenial dan generasi Z.
Sejalan dengan pertambahan kesadaran para pekerja atas haknya, para pemberi kerja pun memiliki kesadaran yang semakin bertambah untuk memberikan persetujuan.
Fleksibel Working Bagi Birokrasi Pemerintahan
Flexible working arrangement menerapkan pola waktu kerja dan tempat kerja tetap sama pada setiap hari, setiap minggu, atau sebulannya sebagaimana telah ditetapkan organisasi.
Namun demikian pegawai dapat memilih sendiri berapa jam kerja setiap harinya, kemudian untuk masuk dan pulang kerjanya pegawai juga dapat menentukan sendiri keadaanya, dan tempat mereka bekerja pun dapat disesuaikan dengan keinginan dan kenyamanannya.
Satu hal yang dipastikan tidak boleh di langgar adalah target kinerja dari aparatur birokrasi harus memenuhi target kinerja individu maupun target kinerja organisasi harian, mingguan, dan bulanan yang di tetapkan kepadanya.
Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Ajip Rakhmawanto dalam di Civil Apparatus Policy Brief, BKN (2019) menyebutkan bahwa manfaat yang bisa didapatkan dari FWA diantaranya;
1) Dapat menambah motivasi kerja pegawai karena mereka bisa datang jam berapapun dan kapanpun harinya;
2) Lebih produktif bekerja dengan suasana kerja yang nyaman sebagaimana dikehendaki pegawai;
3) Komitmen tinggi yang bisa diberikan pegawai terhadap tanggungjawab kinerja atas tugas-tugasnya;
4) Keberadaan pegawai akan jauh lebih efektif dan efisien dibandingkan ketika berada di kantor.
Padatnya penduduk, intensitas lalu lintas cukup tinggi, jarak tempat tinggal pegawai dan tempat kerja, serta kondisi cuaca dan letak geografis tempat kerja menjadi hal yang urgen dan efektif bagi penerapan flexible working time maupun flexible working place.
Selain peningkatan fleksibilitas tugas, kebijakan ini diprediksi akan membantu kenyamanan hidup ASN.
ASN dapat mengunakan waktunya untuk mengurus keluarga agar mereka terlibat lebih aktif dalam mendidik anak, tidak perlu surat izin maupun sakit dan bisa memanfaatkan waktu dengan lebih efisien jika ada urgensi tertentu.
Selain itu, flexible working arrangement berpotensi mengurangi polusi karena akan mengurangi mobilitas ke kantor.
Kebijakan ini juga berpontensi mengurangi pembelian bensin untuk bahan bakar kendaraan pribadi serta kemacetan di kota-kota besar dan mengurangi ongkos transportasi.
Salah satu hal yang berkontribusi pada produktivitas kerja dalam sebuah organisasi adalah jam kerja yang merupakan bagian dari kondisi kerja (working conditions).
Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Menurut Feldman, flexible working time mulai banyak diterapkan di Amerika Serikat semenjak tahun 1963, dimana kurang lebih 10% pekerja di Amerika mulai memilih status sebagai part-time atau half-time employment.
Jumlah ini terus berkembang menjadi sebanyak kurang lebih 75% karyawan dengan pertimbangan ada keseimbangan antara waktu kerja dengan tanggungjawab dalam mengurus keluarga (Margaretha dan Mildawani, 2017:1).
Di Amerika Serikat, part-time employment ini juga menjadi pilihan waktu kerja bagi disability people karena keterbatasan mobilitas.
Kaum profesional juga mulai memilih waktu kerja part-time ini karena pertimbangan adanya kesempatan untuk mengerjakan tugas-tugas lainnya, seperti studi lanjut, riset mandiri, menulis, dan lain sebagainya.
Secara teoritis ada beberapa macam working conditions yang sudah diaplikasikan di dunia kerja salah satunya flexible working time (FWT), terutama dinegara-negara maju atau kota-kota besar di dunia.
FWT adalah sistem pengaturan kerja yang memberi lebih banyak kebebasan kepada pegawai mengatur jam kerjanya.
FWT memegang prinsip bahwa jam berapa pun pegawai masuk, asalkan pekerjaan selesai dan waktu yang digunakan memenuhi jumlah jam yang sudah disepakati dalam perjanjian kerja (Ayuna, 2019).
Pola Kerja Milenial dan Generasi Z
Milenial dan Gen-Z dalam beberapa literatur teoritis dan empiris dikenal sebagai generasi yang digital natives, pengguna teknologi yang lebih tinggi team-oriented.

Update 26 September 2021. (https://covid19.go.id/)
Sementara di sisi demand, industri 4.0 adalah revolusi industri yang mengedepankan teknologi terutama teknologi digital dan internet.
Pertemuan supply dan demand inilah yang pada akhirnya akan sampai pada keseimbangan new normal.
Pandemi Covid-19 bisa jadi disrupsi yang mempercepat proses menuju ke keseimbangan baru itu.
Sementara menurut peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, pandemi Covid-19 menjadikan wacana flexible working space yang sebe-lumnya sudah banyak dibicarakan, perlu ditindaklanjuti lebih serius oleh pemerintah dan juga para pelaku usaha.
Namun kelancaran penerapan flexible working arrangement ini menurutnya sangat membutuhkan internet.
Sayangnya kecepatan penetrasi pengguna internet di Indonesia belum diimbangi dengan kecepatan internet.
Dari dalam negeri khususnya di daerah masih terdapat ketimpangan akses infrastruktur teknologi informasi dan kemampuan menggunakan internet.
Model kerja flexible working time mulai banyak dilirik instansi pemerintah maupun dunia usaha selain startup dan multinational company.
Pasalnya, hal ini dapat mengurangi opex (biaya operasional) instansi tersebut.
Dalam sebuah penelitian, sebesar 74 persen responden menyatakan kehidupan pekerjaan dan pribadi menjadi makin seimbang dengan penerapan flexible working time.
Kebahagiaan responden pun meningkat sebesar 10 persen dengan adanya kebebasan mengatur jam kerja sendiri.
Hal ini pun akan berdampak positif bagi perusahaan.
Riset di University of Warwick menemukan bahwa kebahagiaan karyawan dapat meningkatkan produktivitas hingga 12 persen.
Keproduktivitasan ini menjadi cita-cita setiap perusahaan.
Selain itu, kebahagiaan yang dirasakan oleh karyawan juga membuat mereka lebih kreatif, kolaboratif, dan loyal pada perusahaan.
Dari uraian tersebut diatas, suka atau tidak suka, ‘aneh’ atau tidak ‘aneh’, mengerti atau tidak dapat dimengerti, namun inilah fenomena yang terjadi saat ini.
Kita semua harus membuka mata lebar-lebar dan juga mengerti di dalam hati dan pikiran, bahwa pandemi covid 19 dan revolusi industry 4.0 telah mampu mendisrupsi pola dan budaya kerja birokrasi pemerintahan maupun dunia usaha yang telah berlangsung selama ini.
Timbulnya inovasi baru dalam penataan pola kerja yang disebut Flexible Working Arrangement (FWA) seharusnya dapat kita sikapi secara tepat dan positif.
Sudah waktunya pemerintah daerah mulai mempertimbangkan kebijakan FWA di wilayahnya.
Mohammad Ridwan, Kepala Humas Badan Kepegawaian Negara (2020) menyatakan bahwa wacana Kemenpan RB tentang pemberlakuan flexible working time tidak bisa dilaksanakan ke seluruh ASN.
Hal ini karena ada beberapa bidang posisi yang membutuhkan kehadiran fisik seperti kesehatan dan pendidikan.
Namun, untuk bidang posisi lain kebijakan ini akan sangat membantu fleksibilitas pekerjanya. Seperti Biro Humas dimana berbagai materi berita, konten media sosial, siaran pers bisa dibuat melalui gadget dan banyak bidang kerja lainnya.
Perlu dilakukan kajian yang komprehensif berkaitan pekerjaan atau jabatan apa saja yang memungkinkan dapat diterapkan FWH ?.
Bagaimana menetapkan standar kinerja bagi ASN yang melaksanakan FWH ?
Faktor apa saja yang menjadi penghambat dan pendukung apabila FWA diterapkan dilingkungan instansi pemerintah di daerah?
Apakah birokrasi pemerintahan di daerah siap melaksanakan inovasi FWA dalam kondisi PPKM ?
Pada akhirnya semua ini terkembali pada para pengambil keputusan, aparatur birokrasi, pa-kar kebijakan pubik dan masyarakat daerah itu sendiri untuk memberlakukan FWH di era pandemi dan pasca pandemi covid 19 di daerah .