Mimbar Jumat

Tiga Masjid Pondasi Peradaban Islam

Masjid Al-Haram adalah masjid paling kuno. Al-Qur’an menyebutnya sebagai rumah pertama yang dibangun di bumi.

Editor: Yandi Triansyah
Dokumen Pribadi
H. Firdaus, SH. Ketua DPW BKPRMI Sumsel 

Di era modern yang penuh hiruk-pikuk ambisi dan kompetisi, Masjidil Haram mengingatkan bahwa kemuliaan tidak selalu terletak pada pusat kota, teknologi, atau kekayaan.

Kadang Allah memilih padang pasir gersang untuk mengajarkan makna ketergantungan total pada-Nya. Dari Masjidil Haram kita juga belajar tentang kesabaran peradaban. 

Ibrahim menunggu puluhan tahun untuk Ismail lahir, lalu membangun Ka'bah, lalu menunggu perintah haji disyiarkan.

Allah mengajarkan bahwa perubahan besar dimulai dari ketaatan kecil yang konsisten. Dari Masjid Al-Aqsha kita belajar tentang istiqamah dalam perjuangan.

Aqsha hancur berkali-kali, berdarah berkali-kali, namun selalu bangkit kembali. Palestina hari ini bukan hanya isu politik, tetapi cermin bahwa harga mempertahankan iman dan identitas sangat mahal.

Aqsha mengajarkan bahwa masjid bukan hanya tempat ibadah, tetapi benteng akidah dan pusat pendidikan karakter.

 Jika kita ingin menyelamatkan umat dari kerusakan moral, maka masjid harus kembali menjadi ruang pembinaan, bukan hanya tempat seremonial.Dari Masjid Nabawi kita belajar tentang peradaban dan kolaborasi.

Nabi SAW tidak membangun istana, tetapi membangun masjid sebagai pusat solusi sosial. Di sanalah lahir inovasi, toleransi, ukhuwah, dan kepemimpinan.

Madinah menjadi kota peradaban karena masjidnya menghimpun berbagai kelompok dan mempersaudarakan mereka. Ini pelajaran besar bagi dunia yang kini terpecah oleh isu suku, politik, dan ideologi

Ibrah terbesar dari tiga masjid, yaitu: Masjid bukan hanya tempat ritual, tetapi pusat transformasi.

Jika masjid hari ini hanya digunakan untuk shalat lima waktu, belum mencapai fungsi hakikinya. Ia harus hidup 24 jam sebagai tempat belajar, diskusi, membina anak muda, menguatkan ekonomi, membantu fakir miskin, hingga menjadi laboratorium peradaban.

Masjid membutuhkan generasi penggerak, bukan hanya penjaga. Di Masjidil Haram ada Ismail. Di Aqsha ada Maryam dan Yahya.

Di Nabawi ada Abu Hurairah dan para sahabat. Hari ini, siapa remaja masjid kita? Apakah mereka hanya sibuk gadget, atau disiapkan menjadi penerus peradaban?

Masjid harus merangkul, bukan menghakimi.Nabi SAW mendidik manusia dari berbagai latar belakang di Masjid Nabawi.

Ada yang miskin, kaya, bekas musuh, mantan pendosa, bahkan non-Muslim datang belajar. Jika masjid hari ini membuat orang takut masuk karena dianggap “tidak pantas”, berarti kita jauh dari teladan Nabawi.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved