Breaking News

Mimbar Jumat

Pascahaji: Menjaga Kesucian Jiwa di Tengah Dunia

Menunaikan ibadah haji adalah puncak dari perjalanan religius yang penuh dengan pengorbanan, ketabahan, dan ketundukan kepada Allah Swt.

Editor: tarso romli
handout
Dr.Hj.Choirun Niswah, M.Ag 

Kedua, berakhlak mulia dalam interaksi sosial. Haji mabrur harus tercermin dalam tutur kata dan perilaku. Bersikap jujur, rendah hati, sabar, dan penuh kasih adalah cerminan jiwa yang telah dibersihkan selama berhaji.

Ketiga, aktif dalam amal sosial. Spirit haji harus membumi. Para haji idealnya menjadi motor penggerak kebaikan di masyarakat. Mereka bisa menjadi pembela kaum lemah, penggerak pendidikan, atau donatur tetap kegiatan sosial keagamaan.

Keempat, menjaga etika dan integritas dalam bekerja. Kesucian jiwa setelah haji juga diuji di tempat kerja.

Kelima, menjadi teladan bagi keluarga dan lingkungan. Sebaik-baik haji adalah yang setelahnya menjadi contoh teladan bagi anak-anaknya, tetangganya, dan masyarakat luas. Bukan sekadar gelar, tetapi menjadi “Haji” dalam makna sejati.

Tidak ada jaminan bahwa dunia akan berubah menjadi lebih baik setelah kita berhaji. Kita tetap akan bertemu dengan orang yang menyebalkan, situasi yang menjengkelkan, dan sistem sosial yang tidak ideal.

Namun, justru di situlah makna haji diuji. Bisakah kita tetap menjadi pribadi yang lurus, jujur, dan sabar di tengah dunia yang bengkok dan keras?

Bukan dunia yang harus suci agar kita suci. Tetapi kitalah yang harus menjaga kesucian jiwa, agar cahaya haji tidak hanya bersinar di Makkah, tetapi juga menerangi lorong-lorong kehidupan di tanah air.

Gelar "Haji" hanyalah panggilan. Tapi menjadi “haji” dalam pengertian moral dan spiritual adalah tugas seumur hidup. Setelah pulang dari Tanah Suci, kita tidak sedang kembali kepada dunia lama.

Kita membawa diri yang baru, diri yang telah ditarbiyah langsung oleh Allah melalui ritual-ritual agung. Menjadi “haji” seumur hidup artinya tidak hanya beribadah di masjid, tetapi juga menjadikan setiap aktivitas sebagai bentuk penghambaan.

Kita bisa menjadi haji yang sejati di ruang kerja, di jalan raya, di ruang rapat, bahkan di media sosial selama kita membawa nilai-nilai kesucian dan kemabruran dalam setiap langkah.

Haji bukan garis akhir. Ia adalah garis awal dari perjalanan baru yang lebih bermakna. Pasca-haji adalah fase kehidupan yang menantang sekaligus menjanjikan.

Jika berhasil menjaga kesucian jiwa di tengah hiruk pikuk dunia, maka sesungguhnya kita telah menapaki jalan menuju surga, seperti yang dijanjikan dalam sabda Rasulullah. Mari jadikan haji sebagai titik tolak perubahan.

Haji yang mabrur bukan dilihat dari gelar atau atribut yang melekat, melainkan dari perubahan akhlak dan konsistensi dalam ketaatan. Semoga setiap jamaah haji bisa menjadi insan yang terus menjaga kesucian jiwa, menjadi Cahaya bagi diri sendiri dan masyarakat, serta meraih Ridha Allah Swt di dunia dan akhirat. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin. (*)

 

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved