Opini
Opini: Wujudkan Politik Beradab dalam Pilkada 2024 melalui Tinjauan Filosofis
Politik tidak lagi dipahami sebagai ruang untuk merumuskan dan menjalankan kebijakan yang membawa manfaat
Oleh:
Ahmad Rifai Abun
Waki Rektor I Bidang Akademik dan Pengembangan Kelembagaan Universitas Wira Buana Metro Lampung
SRIPOKU.COM - perspektif teori ‘Politik” menjadi salah satu instrument untuk mewujudkan kehidupan social masyarakat yang lebih baik, beradab, berkeadilan guna mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat yang sejahtera.
Namun, instrument tersebut menjadi bias dan/atau tereduksi manakala berlangsungnya pesta demokrasi pilkada.
Sebab, sepanjang digelarnya pilkada secara langsung di Indonesia, mudah-mudahan tidak termasuk pilkada yang akan berlangsung pada Rabu, 27 November 2024, realitas politik seperti digambarkan di atas hanyalah menjadi sebuah impian.
Politik tidak lagi dipahami sebagai ruang untuk merumuskan dan menjalankan kebijakan yang membawa manfaat bagi masyarakat luas, melainkan menjadi arena perebutan kekuasaan yang didorong oleh ambisi pribadi dan partai politik.
Sehingga nilai-nilai moral dan politik berdab yang seharusnya menjadi fondasi dalam setiap tindakan politik justru terkontaminasi dan tereduksi oleh kepentingan individu dan kelompok parpol.
Politik beradab yang diikuti oleh nilai-nilai kejujuran, integritas, keadilan dan rasa tanggung jawab yang tinggi, tereduksi dan terkikis oleh perilaku politik baik politisi, maupun pemilih yang telah kehilangan akses terhadap nilai-nilai luhur yang seharusnya menjadi landasan bagi pembentukan karakter moral yang baik.
Implikasi dari itu, tidak menutup kemungkinan akan tercipta masyarakat yang cenderung permisif terhadap pelanggaran moral dalam politik, seperti korupsi, politik uang, penyebaran hoaks, dan eksploitasi identitas.
Fenomena ini muncul hampir pada setiap perhelatan pilkada. Praktik politik transaksional, penggunaan uang sebagai alat untuk mempengaruhi pilihan politik, dan manipulasi media serta informasi, semakin memperparah kondisi ini.
Banyak politisi yang rela mengesampingkan nilai-nilai moral demi meraih kemenangan, dengan mengorbankan kepercayaan publik terhadap integritas politik itu sendiri.
Situasi ini menimbulkan dampak negatif yang meluas, tidak hanya dalam hal kualitas pemimpin yang dihasilkan, tetapi juga dalam pembentukan kultur politik yang beradab dan demokratis.
Dalam perspektif filosofis, hilangnya politik beradab ini mengindikasikan adanya krisis eksistensial pada diri manusia dalam memandang politik.
Ketika politik tidak lagi diorientasikan untuk mencapai kebaikan bersama, tetapi lebih pada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, maka moralitas terpinggirkan.
Jurang Kesenjangan ala Wakil Rakyat |
![]() |
---|
Pengangguran Terdidik di Sumsel: Kesenjangan Kompetensi dan Kebutuhan Sektor Ekonomi |
![]() |
---|
Apakah Lebih Tepat Bung Hatta Disebut Bapak Ekonomi Kerakyatan, Bukan Lagi Bapak Koperasi ? |
![]() |
---|
Apakah Lebih Tepat Bung Hatta Disebut Bapak Ekonomi Kerakyatan, Bukan Lagi Bapak Koperasi ? |
![]() |
---|
Menilik Kualitas Kesehatan Penduduk Kota Palembang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.