Polemik Pasar 16 Ilir Palembang

Polemik Pasar 16 Ilir Palembang, Berikut Penjelasan Pakar Hukum soal SHM dan HGB

Guru Besar Ilmu Hukum Konstitusi dan Perundang-undangan Universitas Sriwijaya, Prof Febrian, buka suara soal polemik Pasar 16 Ilir

Penulis: Hartati | Editor: Yandi Triansyah
Tribunsumsel.com/Hartati
Pedagang pasar 16 Ilir demo tolak PT BCR dan Perumda Palembang Jaya yang akan mensosialisasikan revitalisasi pasar 16 Ilir, Rabu (16/10/2024). 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Guru Besar Ilmu Hukum Konstitusi dan Perundang-undangan Universitas Sriwijaya, Prof Febrian, buka suara soal polemik Pasar 16 Ilir yang masih terus memanas hingga kini.

Selama polemik kepemilikan Sertifikat Hak Milik Rumah Susun (SHMRS) kios pedagang dan waktu izin pemakaian Hak Guna Bangunan (HGB) Pasar 16 Ilir belum menemukan titik terang, sehingga kedua pihak menemui jalan buntu menyelesaikan masalah tersebut.

Bahkan pedagang pasar kembali menggelar aksi penolakan revitalisasi dan relokasi yang akan dilakukan  PT Bumi Citra Realty (BCR), sebagai penanggung jawab dan pengelola pasar dengan alasan mereka punya SHMRS sehingga tidak ingin pindah.

Menurut Febrian aturan hukum mengenai ganti rugi tanah kepemilikan rumah biasa dengan tanah bangunan memiliki perbedaan. Hak milik kios pedagang dengan tanah yang mempunyai SHM tetap berlaku meski waktu HGB habis. 

"Tanah itu bisa SHM dan HGB. HGB punya batas waktu, tetapi yang di atas nya bangunan itu bisa dimiliki berbagai macam orang, dan statusnya bisa hak milik pribadi," ujarnya.

Selain itu hukumnya juga berbeda, polemik ini berupa kios-kios bukan bangunan utuh dan permasalahan kepemilikan kios pedagang ini yang semestinya mendapatkan ganti rugi berbeda dan harus dihitung kembali oleh pemerintah.

Jadi bukan karena HGB selesai, lalu selesai. Karena kepemilikan ini menjadi tidak jelas.

Menurutnya wajar pedagang enggan pindah karena punya hak atas kios yang mereka tempati saat ini karena punya SHM dan pemerintah harus menggantinya itu jika ingin direvitalisasi.

Harus ada penggantian dengan melakukan perhitungan wajar untuk mengganti rugi kios-kios pedagang di lantai 1-4 bangunan Pasar 16 Ilir Palembang

"Indonesia menganut azaz hukum horizontal dan tidak vertikal terhadap tanah. Artinya, tanah dan bangunan itu terpisah. Jadi kalau ganti rugi harus sesuai.

Dia mencontohkan, misal ada kelapa disitu maka diganti terpisah antara tanah dan kepala bukan cuma satu yang diganti.

"Keduanya tanah dan kelapa harus dihitung dan diganti," katanya.

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved