Kebebasan Pers, Kemerdekaan Pikiran dan Kebebasan Hakim
Hak hak asasi manusia inheren pada sifat kodrat manusia sendiri yang tidak dapat dipisahkan dari hakekatnya dan karena itu harus dihormati
Selain itu gelombang gelombang reaksi tersebut dapat dijadikan ukuran oleh hakim untuk menentukan sampai di mana rasa keadilan masyarakat terguncang oleh tindak tindak pidana tertentu.
Istilah tindak tindak pidana adalah istilah Prof. Dr. Wirjono Prodjodokoro, sedangkan Prof. Muljatno, SH menggunakan istilah Perbuatan Pidana. Hal ini berfaedah sekali untuk menetapkan proporsi hukuman yang patut dan setimpal.
Sebaliknya ada kalanya reaksi masyarakat yang berlebihan melalui media sosial mengandung sensasional dan provokatif dalam berita misal melalui surat kaleng atau atas nama bikinan.
Resolusi resolusi diambil dari rapat rapat panas, telpon atau SMS/WA yang mengancam hakim, bila tidak memutuskan perkara yang sedang sesuai dengan keinginan mereka atau orang orang tertentu, "kattebellces" dari pejabat pejabat tinggi.
Cara yang demikian tidak berfaedah sama sekali bagi peradilan dan tidak menguntungkan siapa pun juga, bahkan dapat membahayakan wibawa hukum.
Para hakim menerima gelombang reaksi masyarakat secara keliru tersebut pada saat saat itu terutama menyadari betapa beratnya asas "kebebasan Hakim".
Terasa padanya berat nya tugas dan besarnya kepercayaan yang diletakkan oleh negara, masyarakat dan terutama pihak pihak yang sedang berurusan dengan hukum dan meminta keadilan di atas bahunya.
Pada saat saat demikian, apabila masyarakat secara keliru memaksa menuntut ini dan itu, lebih lebih akan dirasakan beratnya "Kebebasan" dalam mengadili oleh hakim.
Karena, ia senantiasa harus menyadari bahwa betapapun beratnya tugas untuk mengadili, lebih berat dan kongkrit akan dirasakan keadilan yang diputuskan nya oleh masing masing pihak yang berkepentingan bertentangan dan yang masalah-nya dihadapkan kepadaNya.
Akibat dari putusan hakim akan lebih berat dan lebih kongkrit dirasakan oleh pihak yang dimenangkan atau dikalahkan, dibebaskan dari hukuman atau dihukum sekian waktu lebih atau kurang.
Hak asasi terdakwa yang telah disinggung terdahulu dalam tulisan ini selalu harus dijunjung tinggi dan tidak boleh dilanggar atau dikurangi walau pun hakim mendapatkan tekanan atau ancaman dari masyarakat.
Pada saat saat demikianlah sangat diperlukan ketabahan hati para hakim dalam menjalankan tugasnya.
Ketabahan hati menyangkut pula unsur moral, karena hakim dalam me-nunaikan tugasnya senantiasa harus mengadakan dialog antara panca indra dan hati nuraninya.
Justru karena itu setiap pertimbangan dan keyakinan hakim dapat dinilai kebenaran dan kejujuran nya oleh orang lain selain hakim itu sendiri.