Polemik UU Cipta Kerja : Terpenting Pangkas Biaya Siluman

Polemik terhadap Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, sepertinya sampai saat ini belum ber­akhir.

Editor: Salman Rasyidin
ist
Amidi 

Pemilik atau pe­megang kartu kredit pun dikenakan biaya tambahan tersebut.

Seperti bia­ya tahunan, biaya de­nda, biaya tarik tunai, dan biaya transaksi di toko.

Padahal kartu kre­dit tersebut sebenarnya bias di­jadikan “modal” dalam investasi.

Biaya tahunan, selama pemegang atau pemilik kartu kredit tersebut masih aktif, maka bi­a­ya ta­hunan tersebut tetap dikenakan oleh bank penerbit kartu kredit tersebut, yang be­sarnya bervariasi sesuai dengan limit kartu kredit tersebut.

Biaya denda karena keter­lam­batan membayar tagihan.

Bila pemegang atau pemilik kartu kredit terlembat membayar a­tau membayar setelah tanggal jatuh tempo, maka pemegang atau pemilik kartu kredit dikenakan denda sesai dengan ketentuan bank penerbit kartu kredit,

Biaya transaksi tunai.

Bila pemegang atau pemilik kartu kredit akan menagmbil uang se­ca­ra tunai untuk kebutuhan mendesak atau untuk melakukan pembayaran pada toko yang tidak tersedia auto debit (mesin gesek) sehingga mereka mengambil uang secara tu­­nai, akan dikenakan biaya yang besarnya juga bervariasi.

Perlu diperhatikan/dilakukan !

Untuk itu, dalam jangka pendek sebaiknya abaikan terlebih dahulu persoalan UU Cipta Kerja ter­se­but, perbaiki dahulu, akomodasi semua kepentingan, setelah “ok” baru ber­la­kukan.

Saat ini se­ba­iknya kita fokus pada memangkas biaya siluman atau biaya tak ken­tara tersebut.

Dalam meningkaktkan investasi, semua Provinsi dan Kabupaten/Kota telah dibentuk PT­SP.

Maka yang masih perlu dilakukan adalah berikan kewenangan sepenuhnya kepa­da pi­hak PTSP untuk mem­berikan pelayanan mandiri, jangan ada lagi intervensi dari u­nit pe­layanan yang telah dilim­pah­kan kepada pihak PTSP tersebut dan berikan kewe­na­ngan yang jelas kepada pihak PTSP agar investor tidak bingung dan ada kepastian.

Se­bagai penunjang pelayanan maksimal kepada pihak PTSP, sebaiknya perlu ditinjau kon­pensasi yang diberikan kepada pimpinan dan petugas pada PSTP tersebut, berikan tun­jangan atau insentif yang memadai, bila perlu dalam bilangan lebih besar 5 kali lipat da­ri konpensasi normal.

Jadikan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan ketentuan lainnya seperti lama pela­yanan seba­gai panglima dalam pengurusan investasi di negeri ini.

Begitu juga dengan ke­­tentuan-ketentuan lain yang harus dipenuhi calon investor, baik mengenai besaran biaya, termasuk kepastian lainnya.

Ke­mudian yang tidak kalah pentingnya adalah masih perlu memperbaiki iklim investasi dengan benar-benar memeperhatikan berbagai factor di atas, terutama faktor keamanan.

Ke­amaman ter­sebut harus betul-betul dijamin, baik keamanan dari aspek ekonomi, as­pek hukum sendiri dan ter­ma­suk­lah keamanan dari aspek kesehatan.

Secara ekonomi, investor aman berinvestasi (tidak ada lagi biaya siluman), secara hukum investor aman mem­­buka lahan, membangun infrastruktur, supaya tidak ada persoalan hukum di­ke­mu­di­an hari, secara kesehatan, investor aman dari pe­nya­kit, seperti virus corona.

Ar­tinya in­ves­tor dan konsumen harus di atur protokol kesehatan secara ke­tat dengan bantuan tenaga dari pemerintah.

Terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah komitmen dan keikhlasan dari semua pihak untuk men­dorong pertumbuhan ekonomi, untuk meningkatkan pertumbuhan investasi dan untuk mem­bangun negeri ini dan daerah yang kita cintai ini. Selamat Berjuang!!!!!!!!

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved