Kampus Merdeka
Merdeka Belajar Dalam Kampus Merdeka, Seperti apa?
Kebaruan terobosan mendikbud setelah mencermati keberlangsungan pendidikan tinggi selama ini mendatangkan kegelisahan tersendiri.
Penyiapan paket kerjasama harus dapat dilakukan dengan perhitungan yang tepat.
Tidak mudah untuk dapat secara langsung dan serta merta memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk memilah dan memilih apa yang diinginkannya.
PT dan prodi tentu harus memfasilitasinya . yang pasti, perhitungan atas besaran dana yang dikeluarkan oleh mahasiswwa patut diperhitugkan.
Memang, kebijakan ini sangatlah baik. Namun perlu dilakukan analisis yang tepat, utamanya menyangkut masalah besaran biaya sekaligus pilihan atas keilmuan yang dipilih untuk menunjang ilmu utama yang ditekuni.
Mungkin, ada baiknya perlu disiapkan paket keilmuan tambahan, bukan menyertakan diri di program studi lain atau lembaga lain selama tiga semester.
Kerjasama dengan lembaga PT lain jelas perlu dilakukan dalam upaya menyiasati “tiga semester” ini. Perhatikan pernyataan menteri ini.
“Perguruan tinggi harus diberikan kepercayaan untuk melakukan inovasi ini, jadi seluruh kampus merdeka ini bisa mengakselerasi prosesresearch.
Di Kampus Merdeka, kami buka kesempatan tiga semester dari delapan semester bagi mahasiswa melakukanimmersive learningdi luar prodi, salah satunya dia bisa mengambilresearch project,”
Pernyataan Ketua BEM UGM, Fajar, cukup menggelitik bahwa harus ada pengaturan yang jelas bagi perusahaan yang membuka pemagangan bagi mahasiswa nantinya.
Ia khawatir, program magang yang dicanangkan justru menjadi alat bagi industri untuk mendapatkan tenaga kerja murah.
Tanggung jawab penyesuaian ini seharusnya tidak hanya dibebankan pada perguruan tinggi, tetapi juga lembaga non-pendidikan untuk melindungi mahasiswa pada saat melakukan salah satu bentuk pembelajaran sehingga tidak dieksploitasi industri.
Kampus Merdeka adalah pola baru dalam sistem pembelajaran pendidikan tinggi di Indonesia sehingga akan ada banyak hal yang perlu disesuaikan mulai dari kurikulum, dosen, sistem informasi, dan lain-lain.
Tanya kepada diri sendiri. Sudahkan Kita berada dalam Kampus yang Merdeka?
Kemerdekaan seperti apa yang sesungguhnya diharapkan?
Apakah kebijakan ini adalah sebuah kemerdekaan bagi Kemdikbud atau bagi Pengguna lulusan, atau bagi mahasiswa?
Ataukah sebenarnya kita tidak perlu merdeka mengingat bahwa Kampus merdeka yang sesungguhnya kita harapkan adalah sebuah Kampus yang Tidak Merdeka. Karakteristik masyarakat Indonesia perlu dipahami secara tepat.
Budaya mencari kerja dan budaya capaian prestasi akademik dalam transkrip nilai masih menjadi sasaran utama.
Romantisme kurikulum, kesiapan lapangan kerja, arogansi perguruan tinggi (besar), kesatupahaman segenap insan akademik, dan kesadaran bahwa Indonesia perlu percepatan peningkatan kualitas SDM, masih sangat perlu untuk dimengerti secara benar.
Yang pasti, Mas Menteri tentu punya rencana baik yang juga harus dilakukan dan dilanjutkan oleh orang-orang yang berkemauan baik dan bermental baik.