Kampus Merdeka

Merdeka Belajar Dalam Kampus Merdeka, Seperti apa?

Kebaruan terobosan me­n­­dikbud setelah mencermati keberlangsungan pendidikan tinggi selama ini mendatangkan ke­ge­lisahan tersendiri.

Editor: Salman Rasyidin
ist
Dr. Houtman Mpd 

Penyiapan paket kerjasama ha­rus dapat dilakukan dengan perhitungan yang tepat.

Tidak mudah untuk dapat secara langsung dan serta merta memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk memilah dan memilih apa yang di­inginkannya.

PT dan prodi tentu harus memfasilitasinya . yang pasti, perhitungan atas besaran dana yang dikeluarkan oleh mahasiswwa patut diperhitugkan.

Memang, kebijakan ini sangatlah baik. Namun perlu dilakukan analisis yang tepat, utamanya menyangkut masalah besaran biaya sekaligus pilihan atas keilmuan yang dipilih untuk menunjang ilmu utama yang ditekuni.

Mu­ng­kin, ada baiknya perlu disiapkan paket keilmuan tambahan, bukan menyertakan diri di program studi lain atau lembaga lain selama tiga semester.

Kerjasama dengan lembaga PT lain jelas perlu dilakukan dalam upaya menyiasati “tiga semester” ini. Perhatikan pernyataan menteri ini.

“Per­guruan tinggi harus diberikan kepercayaan untuk melakukan inovasi ini, jadi seluruh kampus mer­deka ini bisa mengakselerasi prosesresearch.

Di Kampus Merdeka, kami buka kesempatan ti­ga semester dari delapan semester bagi mahasiswa melakukanimmersive learningdi luar pro­di, salah satunya dia bisa mengambilresearch project,”

Pernyataan Ketua BEM UGM, Fajar, cukup menggelitik bahwa harus ada pengaturan yang jelas ba­gi perusahaan yang membuka pemagangan bagi mahasiswa nantinya.

Ia khawatir, program ma­gang yang dicanangkan justru menjadi alat bagi industri untuk mendapatkan tenaga kerja mu­rah.

Tanggung jawab penyesuaian ini seharusnya tidak hanya dibebankan pada perguruan tinggi, te­tapi juga lembaga non-pendidikan untuk melindungi mahasiswa pada saat melakukan salah satu bentuk pembelajaran sehingga tidak dieksploitasi industri.

Kampus Merdeka adalah pola ba­ru dalam sistem pembelajaran pendidikan tinggi di Indonesia sehingga akan ada banyak hal yang perlu disesuaikan mulai dari kurikulum, dosen, sistem informasi, dan lain-lain.

Tanya kepada diri sendiri. Sudahkan Kita berada dalam Kampus yang Merdeka?

Kemerdekaan se­perti apa yang sesungguhnya diharapkan?

Apakah kebijakan ini adalah sebuah kemerdekaan bagi Kemdikbud atau bagi Pengguna lulusan, atau bagi mahasiswa?

Ataukah sebenarnya kita ti­dak perlu merdeka mengingat bahwa Kampus merdeka yang sesungguhnya kita harapkan adalah se­buah Kampus yang Tidak Merdeka. Karakteristik masyarakat Indonesia perlu dipahami secara tepat.

Budaya mencari kerja dan budaya capaian prestasi akademik dalam transkrip nilai masih men­jadi sasaran utama.

Romantisme kurikulum, kesiapan lapangan kerja, arogansi perguruan ting­gi (besar), kesatupahaman segenap insan akademik, dan kesadaran bahwa Indonesia perlu percepatan peningkatan kualitas SDM, masih sangat perlu untuk dimengerti secara benar.

Yang pasti, Mas Menteri tentu punya rencana baik yang juga harus dilakukan dan dilanjutkan oleh orang-orang yang berkemauan baik dan bermental baik.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved