Keterbukaan Informasi

Keterbukaan Informasi untuk Publik dan Media

Lahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), sebelas tahun lalu adalah sebuah capaian positif

Editor: Salman Rasyidin
zoom-inlihat foto Keterbukaan Informasi untuk Publik dan Media
ist
Yurnaldi

Akan tetapi, jika pejabat bersih tak perlu risih.

Karena memang hak warga untuk tahu informasi, maka semua informasi harus siap/wajib diberikan.

Ada tiga jenis informasi yang menjadi hak warga untuk tahu, yakni informasi yang disediakan dan diumumkan secara berkala, in­formasi yang wajib diumumkan dengan serta mersta, dan informasi yang tersedia setiap saat.

Sengketa informasi umumnya disebabkan karena pihak PPID bersikukuh dengan informasi yang menurutnya rahasia, dikecualikan.

Tidak bisa diberikan kepada warga yang meminta informasi, termasuk wartawan.

Dalam UU KIP memang diatur informasi yang dikecualikan, yang hanya meliputi 10 hal, yakni in­for­masi yang dapat menghambat proses penegakan hukum.

Dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha yang tidak sehat.

Dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara.

Dapat mengungkapkan kekayaan a­lam Republik Indonesia.

Dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional.

Dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri.

Dapat mengungkapkan rahasia pribadi (misal rekaman medik).

Memorandum atau surat-surat antar badan publik atau intra badan publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan.

Dan informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan undang-undang.

UU Pers dan UU KIP

Ketika informasi menjadi hak wartawan dan warga untuk mendapatkan dan meng­in­for­ma­si­kan/­mempublikasikan, bagaimana dalam praktiknya?

Ini menarik untuk didiskusikan.

Dalam hal ke­benaran informasi yang disampaikan wartawan melalui media massa ada kode etik jurnalistik yang menjadi pedoman wartawan.

Jika melanggar kode etik jurnalistik, semisal memberikan in­formasi yang keliru, tak benar, atau bohong (hoaks), maka ada sanksi bagi wartawan dan atau me­dianya disomasi dan atau digugat secara perdata.

Wartawan bisa dipecat jika melakukan pe­langgaran kode etik jurnalistik.

Wartawan memang tidak tunduk kepada UU KIP, tetapi tunduk kepada UU Pers.

Mungkin da­lam hal-hal tertentu bisa menggunakan UU KIP, terutama untuk permintaan informasi yang ber­hubungan dengan keperluan reportase mendalam atau investigasi, di mana untuk memenuhinya diperlukan waktu relatif tidak sedikit.

Akan tetapi, ketika warga melakukan kesalahan atau kekeliruan atas informasi yang disebarkan melalui media sosial atau dengan jurnalisme warga, maka pejabat badan publik bisa mem­pidanakan dengan dalih informasi berisi fitnah, kabar bohong, dan atau mencemarkan nama baik.

Sebenarnya UU KIP hadir untuk memperkuat UU Pers, karena badan publik tidak lagi dapat berkelit untuk memberikan informasinya.

UU ini juga memandatkan kepada Komisi Informasi untuk menyelesaikan sengketa apabila ada keberatan dari pihak pemohon informasi, yang tidak mendapat pelayanan informasi dengan baik.

Walaupun UU KIP hadir untuk memperkuat UU Pers, namun masih banyak wartawan yang belum tahu dan paham dengan UU KIP.

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved