Punti Kayu Aset Lokal yang Terabaikan
Agaknya kita perlu berbangga diri, karena dari sekian banyak kota di Indonesia, hanya Palembang yang memiliki taman hutan kota
Sayangnya, kolam yang sejatinya adalah rawa-rawa, tak lebih dari kondisi rawa yang sebenarnya.
Rerumputan liar, tanah lumpur yang mengganggu pandangan, air yang keruh, ditambah fasilitas bermain
yang terkesan tak terawat, menjadi masalah.
Pengelola juga berusaha menaikkan isi dari TWA ini dengan menambah fasilitas kebun binatang mini dan rumah hobit.
Harapan pengunjung tentu saja akan melihat dan menemukan hewan-hewan tertentu yang ditunjang oleh fasilitas memadai.
Hewan-hewan memang ada, walau itu sebenarnya adalah hewan-hewan yang lazim ditemui di luar sana, beberapa memang ada yang cukup unik.
Tetapi masalahnya adalah pada penataan dan etalase dari masing-masing rumah hewan tersebut.
Kesannya adalah seperti tak tertata, bagaikan orang memelihara hewan dirumahnya sendiri.
Kandang hewan yang dibuat seadanya, jalan masuk yang kurang rapi, rerumputan yang tidak dipotong dan dipelihara dengan baik, menjadi masalah sendiri.
Apalagi jika dibahas tentang hak hidup bagi hewan-hewan tersebut, tentu sangat tidak layak.
Rumah hobitpun demikian.
Harapan pengunjung mungkin ingin melihat bagaimana sebenarnya makhluk hobit yang mungil itu berdiam dan juga apa sebenarnya hobit tersebut.
Sayangnya saat masuk ke lokasi ini, yang tampak adalah sebuah bangunan kecil yang dikatakan sebagai rumah makhluk kerdil, ditambah sebuah pagar dan satu buah bangku kecil didepannya.
Itu saja.
Saat hari libur, ada destinasi baru di kawasan ini yang ramai juga dikunjungi yaitu kolam renang dan waterboom bagi keluarga.
Kiranya, inilah satu-satunya yang masih menjadi daya tarik pengunjung masuk ke Punti Kayu.
Kolam ini sederhana sebenarnya, tetapi cukup representatif untuk hiburan keluarga dan sarana bermain anak.
Selebihnya banyak bangunan dan aset-aset lain yang nganggur dan terkesan terbengkalai.
Hal ini justru menjadi perusak pandangan mata.
Cukup banyak bangunan seperti ini di Punti Kayu, yang semestinya bisa dimaksimalkan jika memang dikelola dan diatur dengan baik.
Sekali lagi, Punti Kayu sebenarnya adalah aset yang sangat penting dan berharga.
Hutan ini punya dua fungsi dasar yaitu sebagai fungsi ekologis untuk paru-paru kota, yang tampak dari kerimbunan tanaman dan pohon yang ada.
Kedua adalah sebagai sarana wisata keluarga yang tentunya harus ramah lingkungan.
Menjadikannya sebagai kawasan konservasi dalam kota merupakan perpaduan antara aspek perlindungan alam dengan kenyamanan berwisata.
Oleh karena itu, hemat saya, TWA Punti Kayu perlu melakukan proses branding terhadap aset yang dimilikinya. Branding ini bisa dimulai dengan mengedepankan aspek andalan yang akan ditawarkan ke pengunjung.
Apa sebenarnya daya tarik utama ke Punti Kayu?
Ini belum terjawab, karena semua seolah asal ada saja.
Tidak ada satu icon yang ditawarkan. Icon yang ditawarkan ini sebaiknya adalah perpaduan antara konservasi dengan wisata alam.
Karena itu, adanya ruang khusus pesona keajaiban dunia, kiranya perlu dikaji ulang, apakah itu berkaitan dengan semangat konservasi?
Akan sangat baik jika yang ditawarkan adalah konsep museum alam Sumatera Selatan ataupun Museum Alam Sriwijaya.
Semangat pada nilai-nilai yang terkandung pada masa Sriwijaya, sebagaimana pernah dimuat dalam Prasasti Talang Tuwo, bisa dijadikan inspirasi.
Akan sangat menarik jika masuk ke Punti Kayu kita bisa saksikan kerimbunan pohon sagu lengkap dengan metode mengolah sagu, ditambah pula dengan tawaran jajanan khas berbahan baku sagu.
Begitu juga bisa ditambah dengan rerimbunan pohon bambu lengkap pula dengan berbagai asesoris bambu.
Semua itu bisa berkolaborasi dengan pinus dan ratusan monyet serta burung-burung yang bersarang disana.
Tentu saja banyak pengembangan lain bisa dilakukan, tergantung pada visi dan niat yang dikembangkan. Pemerintah kota Palembang punya tanggung jawab besar terhadap hal ini, sehingga aset lokal ini tidak tercecer ataupun terabaikan terus.
Ditengah isu lingkungan hidup, agaknya TWA Punti Kayu bisa menjawab kepedulian Palembang pada konservasi.
Semoga suatu saat nanti, Walikota Palembang akan masuk dan mencoba merasakan berwisata ke Punti Kayu sehingga segera paham tentang aset berharga yang dimiliki kotanya. Semoga.
===