LIPSUS

Sumur Minyak Rakyat Segera Legal, Warga Muba tak Perlu Lagi Menambang Secara Sembunyi-sembunyi

Harapan baru itu muncul setelah kunjungan kerja Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia ke Kecamatan Keluang

|
Penulis: Fajeri Ramadhoni | Editor: Odi Aria
Sripoku.com/Fajeri Ramadhoni
PIKUL JERIKEN- Dua wanita di Kecamatan Keluang, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) tengah memikul jeriken berisi minyak mentah yang diambil dari lokasi sumur minyak masyarakat, Kamis (16/10/2025). Mereka membawa minyak mentah hasil penambangan karena akses ke lokasi tak mudah dilewati kendaraan. Beberapa waktu lalu Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa pemerintah pusat telah membuka ruang legal bagi pengelolaan sumur minyak rakyat melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025. 

Menteri yang dikenal blak-blakan itu menegaskan, Presiden memerintahkannya untuk menciptakan lapangan kerja yang aman dan bermartabat bagi rakyat di sektor energi.

"Kalau tidak ada aturan, aparat pasti bertindak. Tapi sekarang sudah ada dasar hukumnya. Saya ingin rakyat yang bekerja di sumur minyak tidak lagi jadi korban,"tegasnya.

Bahlil juga memastikan bahwa hasil produksi dari sumur rakyat akan dibeli oleh Pertamina dan kontraktor migas lainnya sebesar 80 persen dari harga acuan minyak mentah Indonesia (ICP).

Pemerintah, akan melibatkan BUMD seperti PT Petro Muba sebagai pengelola resmi di daerah, bekerja sama dengan koperasi dan UMKM lokal.

Dari jadwal yang seharusnya November 2025 aturan tersebut selesai nampaknya akan sedikit molor. Pada RDP Komisi XII, DPR RI, Bahlil menyebutkan  izin SKK paling lambat Desember 2025. (dho)

2 Bulan Bisa Balik Modal

SE, salah seorang pemain minyak di Muba yang sudah malang melintang 10 tahun berkutat dengan lumpur dan minyak mengungkapkan, butuh modal besar untuk berbisnis minyak mentah ini.

Ia merincikan, untuk satu sumur saja, kedalaman bisa mencapai 400 meter. Dengan panjang satu batang pipa 3 meter, total dibutuhkan sekitar 133 batang pipa casing. Harga satu batang tergantung ketebalan, bisa didapatkan di Sekayu atau Babat Toman.

"Kalau dihitung semua, habisnya sekitar Rp250 juta untuk satu sumur, memang modalnya besar untuk diawal," ujarnya.

Belum termasuk rig yang bisa mencapai Rp350 juta, diluar modal untuk satu sumur. Biasanya rig dibeli dari Lampung, sebab menurutnya di Lampung banyak ahli untuk pengeboran sumur.

"Upah operator pun tak kecil, Rp70 ribu per meter, belum termasuk dua kenek yang ikut membantu pengeboran. Waktu pengerjaan satu lubang bisa memakan waktu dua minggu hingga sebulan, tergantung kondisi tanah. Kalau tanahnya keras, banyak batu, bisa sebulan baru jadi," jelasnya.

Setelah berproduksi, satu sumur bisa menghasilkan 10 drum per hari, atau setara 4 truk dalam sebulan. Harga per drum yang dulu hanya Rp900 ribu, kini mencapai Rp1,1 juta. Tapi tak semua hasilnya bersih untuk pekerja.

"Tanah orang kita bayar 30 persen, belum lagi biaya tak terduga. Kadang ada alat rusak bahkan koordinasi. Kondisi ini normal, beda lagi kalau meluing (banyak minyak) hasil yang didapatkan pun juga tidak sedikit," tutur SE.

Meski begitu, apabila lancar, modal ratusan juta itu bisa kembali dalam waktu dua bulan. "Kalau lancar, dua bulan sudah balik modal, tapi belum untung bersih," tambahnya.

Minyak hasil produksi biasanya mereka jual ke penampung di Bayat, bahkan ada juga pemain dari Palembang.

"Biaya satu sumur kan besar, ada isitilah sokongan, tapi nggak pasti. Karena kita tidak tahu kondisi di lapangan, kalau ada modal sebaiknya buka sendiri," ungkapnya.
Kini, di tengah wacana legalisasi sumur minyak rakyat, para penambang seperti SE menaruh harapan besar. Mereka tak ingin selamanya bermain dalam bayang-bayang hukum.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved