LIPSUS

Pendapatan Terus Menurun, Petani di OKI Ramai-ramai Alih Fungsikan Lahan Karet Menjadi Cetak Sawah

Mereka lantas dihadapkan dengan kenyataan pahit lantaran pendapatan sebagai petani karet dirasakan terus menurun. 

|
Penulis: Nando Davinchi | Editor: Odi Aria
Sripoku.com/Eko Mustiawan
ALIH FUNGSIKAN LAHAN- Ilustrasi seorang petani karet. Terdapat Ratusan petani karet di Kecamatan Lempuing dan Lempuing Jaya, Kabupaten Ogan Komering Ilir mengambil langkah drastis dengan mengalihfungsikan kebunnya menjadi area cetak sawah.  

SRIPOKU.COM, KAYUAGUNG– Terdapat Ratusan petani karet di Kecamatan Lempuing dan Lempuing Jaya, Kabupaten Ogan Komering Ilir mengambil langkah drastis dengan mengalihfungsikan kebunnya menjadi area cetak sawah. 

Keputusan besar diambil sebagai respons atas pendapatan terus merosot akibat harga jual karet yang anjlok ditambah kondisi pohon yang kian menua serta tidak lagi produktif.

Mereka lantas dihadapkan dengan kenyataan pahit lantaran pendapatan sebagai petani karet dirasakan terus menurun. 

Adapun keluhan utama yang dirasakan adalah harga jual getah karet di pasaran yang sangat rendah dan cenderung tidak stabil, membuat pemasukan mereka tidak menentu.

Disampaikan salah seorang petani di Desa Lubuk Seberuk, Kecamatan Lempuing, Novriansyah bahwa alasan utama para petani karet banting setir adalah murni faktor ekonomi.

Mereka tertarik dengan program yang didapat, petani padi menggarap sawah hingga IP 200 (kali tanam setahun), sementara hal tersebut berbanding terbalik dengan karet. 

"Lantaran penghasilan karet dengan sawah itu sudah sangat jauh. Jadi masih banyak di sawah untuk  hitung-hitungan pendapatannya," ujar Nopri  dihubungi dikonfirmasi pada Selasa (21/10/2025) siang.

Diutarakan, para petani sudah lelah dengan kondisi perkebunan karet. Keluhan utamanya harga jual getah tidak stabil dan cenderung rendah.

"Harganya naik turun, naik turun, jadi nggak kemakan lah perharinya," keluhnya.

Ditambah lagi, proses panen karet harus dilakukan setiap hari sehingga dirasa sangat mengikat dan melelahkan, berbeda dengan panen padi kini lebih mudah berkat alat modern.

Menurutnya masalah di kebun karet tidak hanya soal harga. Faktor keamanan dan cuaca menjadi pukulan bagi petani.

"Pencurian getah juga sangat sering terjadi dan merugikan petani. Kadang-kadang baru 3 hari disadap getah sudah hilang dimaling orang," ujarnya, mengeluhkan kondisi ini.

Selain itu, pendapatan juga kerap  terputus total saat memasuki musim penghujan tiba-tiba datang.

"Kalau masuk musim hujan juga nggak bisa nyadap. Karena getah yang mengalir lebih sering menetes tidak masuk mangkok," imbuhnya.

Faktor terakhir terkait kondisi fisik kebun. Sebagian besar pohon karet petani sudah berusia tua dan rusak, hingga produksinya terus menurun.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved