LIPSUS

Pendapatan Terus Menurun, Petani di OKI Ramai-ramai Alih Fungsikan Lahan Karet Menjadi Cetak Sawah

Mereka lantas dihadapkan dengan kenyataan pahit lantaran pendapatan sebagai petani karet dirasakan terus menurun. 

|
Penulis: Nando Davinchi | Editor: Odi Aria
Sripoku.com/Eko Mustiawan
ALIH FUNGSIKAN LAHAN- Ilustrasi seorang petani karet. Terdapat Ratusan petani karet di Kecamatan Lempuing dan Lempuing Jaya, Kabupaten Ogan Komering Ilir mengambil langkah drastis dengan mengalihfungsikan kebunnya menjadi area cetak sawah.  

"Mereka masih memanfaatkan karet untuk kerjaan seharian. Tapi lebih banyak yang mau alih fungsi," paparnya.

Saat dikonfirmasi Kepala Desa Cahaya Bumi, Komarudin mengaku antusias tinggi juga dirasakan warganya yang beralih dari kebun karet ke sawah.

Menurutnya, ada dua faktor utama yang mendorong keputusan besar yang dilakukan oleh para petani tersebut. 

Dimana Komarudin menyebut faktor pendorong utama akibat kondisi perkebunan karet milik warga yang sudah tidak lagi menguntungkan. Mayoritas pohon  juga sudah berusia tua dan produksinya terus menurun.

"Ya, yang pasti lahannya (karet) sudah kurang produktif lagi akibat usia tanaman terbilang tua," ujarnya sewaktu dihubungi Tribun Sumsel  pada Senin (19/8/2025) siang.

Selain dengan masalah produksi, ketidakpastian harga jadi keluhan utama. Petani merasa lelah dengan harga jual karet sangat fluktuatif. 

"Karet ini kan 'dak ado kenyamanan' 
(tidak ada kenyamanan). Kadang turun, kadang naik, tidak stabil harga jual dari petani," jelasnya.

Di tengah ketidakpastian tersebut, maka program cetak sawah dari pemerintah pusat hadir sebagai faktor penarik yang sangat kuat.

Diungkapkan Komarudin, ratusan petani di desanya ini sangat tertarik melihat keberhasilan program serupa di desa-desa tetangga.

Daya tarik utamanya adalah adanya kepastian harga jual gabah kering yang tinggi, yang ia sebut sebagai bagian program Presiden Prabowo.

"Tergiur juga oleh program presiden ini kan, berkaitan dengan standar harga gabah kering. Yang gabah itu dibeli Rp 6.500 (per kilogram)," ungkapnya. Harga ini jauh lebih menjanjikan dibanding pendapatan dari kebun karet diolah warga.

Selain itu. Ia secara lebih rinci memaparkan pendapatan kotor petani sawah bisa mencapai Rp 45 juta sekali panen. Setelah dipotong modal sekitar Rp 10 juta, maka petani masih mengantongi untung bersih yang fantastis.

"Jadi, Rp 35 juta pasti sekali panen.  Jika petani bisa panen dua kali setahun, pendapatan bersih mereka mencapai Rp 60 juta, atau lima kali lipat dibanding pendapatan kotor dari sekitar karet Rp 12 juta/tahun," terangnya.

Menurutnya, tak hanya keuntungan panen, program cetak sawah juga berdampak langsung meroketnya nilai aset tanah milik warga.

Komarudin menyebut, harga tanah kebun karet di sana sebelumnya paling mahal hanya dihargai Rp 70 juta hingga Rp 100 juta per hektar.

"Setelah lahan di cetak sawah berjalan, harganya 300 sampai 400 juta pasti. Itupun ada harga namun tidak ada tanah yang dijual petani," sebutnya, menggarisbawahi dampak ekonomi jangka panjang dari alih fungsi lahan tersebut.

Saat disinggung terkait luasan total lahan di Desa Cahaya Bumi yang didaftarkan untuk program cetak sawah, terdapat total 400 hektar.

Dari jumlah tersebut, sebagian besar merupakan kebun karet yang sudah tua.

"Dari 400 hektar terdaftar, sekitar 350 hektar lahan karet. Sisanya ada sawit tua dan lahan tidur atau setengah hutan yang belum diolah sekitar 50 hektar," urainya.

Masih kata dia, program alih fungsi lahan ini tidak hanya terjadi di desanya. Setidaknya ada 6 desa lain di Kecamatan Lempuing yang turut serta dalam program cetak sawah.

"Ya, kita (Desa Cahaya Bumi) salah satunya. Ada juga Desa Cahaya Maju, Cahaya Makmur, Bumi Arjo Makmur dan Tebing Suluh dan Sumber Makmur. Setahu saya sekitar 6 desa," sambungnya.

Menariknya, Komarudin mengaku lahan di desanya sejatinya memiliki kultur tanah sawah. 

"Dulu memang sawah. Waktu harga karet mahal, lahan ditanam karet," 

"Awalnya juga memang ada saluran irigasi, tetapi airnya tidak sampai kesini. Habis di hulu saja. Apalagi zaman itu alat pertanian juga masih minim nian," jelasnya.

Kini, optimisme petani berbanding terbalik karena situasinya berbeda. 

"Beda dengan sekarang. Fasilitas alat-alat pertanian kan sudah cukup banyak. Pengelolaan lahan sudah mudah ditambah lagi program cetak sawah ini mendapat bantuan mulai dari pembukaan lahan dan pasilitas penunjang lainnya dari pemerintah pusat," terang dia.

Sewaktu dikonfirmasi Bupati OKI, H Muchendi Mahzareki mengatakan langkah strategis melakukan  pembukaan lahan cetak sawah baru seluas 11.672 hektare serta optimalisasi lahan pertanian yang telah ada seluas 9.221 hektare.

"Hingga kini progres cetak sawah di Kabupaten OKI mencapai sekitar 2.000 hektar di tahap pertama dan 3.319 hektar tahap kedua nantinya,"  

"Terkhusus di Desa Cahya Bumi dari total 399 hektar, 150 hektare telah melalui proses land clearing dan 100 hektar yang juga siap diolah," ungkapnya.

Memasuki periode akhir tahun 2025  Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) mencatatkan pencapaian maksimal  sektor pertanian dengan mencatat surplus beras sebesar 257.145 ton

"Keberhasilan diraih pemerintah daerah usai menjalankan program intensifikasi dan ekstensifikasi besar-besaran mendukung agenda swasembada pangan nasional," cetusnya.

Menurutnya, guna memaksimalkan produktivitas dukungan sarana produksi juga digelontorkan secara masif. Tercatat 20.177 ton pupuk telah disalurkan dan 1.396 unit alat dan mesin pertanian (alsintan) modern telah diserahkan langsung kepada para kelompok tani.

"Upaya komprehensif ini terbukti membuahkan hasil yang sangat signifikan. Data yang menunjukkan  produksi gabah kering giling (GKG) melonjak tajam dari hanya 469.536 ton tahun sebelumnya, kini melonjak naik 538.321 ton," ujarnya.

Dengan adanya capaian tersebut, Muchendi memberikan apresiasi tertinggi terhadap para petani yang telah bekerja di garda terdepan.

Dikarenakan pemerintah daerah hanya bertindak sebagai fasilitator dari kerja keras rakyat.

“Petani adalah tulang punggung daerah. Kenaikan produksi ini bukan kerja pemerintah semata, tapi hasil kerja kolektif petani, penyuluh dan seluruh ekosistem pertanian yang kami fasilitasi," pungkasnya.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved