Mimbar Jumat

Menjadi Baik di Lingkungan yang Tidak Baik-baik Saja

Kebaikan sejati tidak tumbuh keramaian, melainkan bersemi di lorong sepi yang hanya dilalui oleh jiwa-jiwa yang masih berani percaya pada nurani.

Editor: tarso romli
handout
Prof. Dr. Hj. Uswatun Hasanah, M.Ag-Guru Besar Ilmu Hadis UIN Raden Fatah Palembang 

Al-Qur’an pun menegaskan tentang adanya hubungan erat antara iman dan kebaikan amal, bahwa sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran (QS. Al-‘Asr, 2–3).

Ayat ini memberi pesan iman tanpa kebaikan maka akan kehilangan makna, dan kebaikan tanpa iman akan kehilangan arah.

Teladan terbaik manusia Rasulullah SAW di dalam hidupnya juga menghadapi berbagai ujian. Bahkan jauh lebih berat daripada cibiran dan sanjungan di dunia maya.

Peristiwa Thaif misalnya, Rasul dihina, dilempari batu hingga berdarah. Kemudian saat Malaikat Jibril datang bermaksud memberi pertolongan tetapi justru Rasul menolak dan memilih untuk mendoakan penduduk Thaif.  

Rasul meminta ampunan Allah atas pembangkangan yang dilakukan penduduk Thaif, dan mengatakan jika yang diperbuat adalah karena ketidaktahuan mereka. Sebuah ketulusan yang melampaui logika dunia.

Memaafkan saat mampu membalas, mencintai saat disakiti, memberi saat dunia menahan. Kebaikan Rasul bukan sekadar tindakan moral, melainkan cara hidup dan akhlak mulia. Rasulullah tidak menunggu keadaan baik untuk berbuat baik, tetapi kebaikan Rasul justru yang membuat keadaan menjadi baik.

Beberapa trik keteladanan Rasul yang bisa memberi motivasi untuk menjaga kebaikan di antaranya adalah pertama dengan memperlambat reaksi dan memperkuat refleksi. Dalam sebuah kisah dijelaskan ketika seorang Arab Badui datang ke Masjid Nabawi kemudian ia kencing di dalam masjid.

Melihat hal tersebut maka para sahabat marah besar dan hendak menghukumnya. Namun Rasulullah melarang para sahabat, seraya berkata dengan tenang, biarkan dia menyelesaikan hajatnya, lalu siramlah bekasnya dengan air (H.R. al-Bukhari, 6128).

Setelah itu, Rasul mendekati Badui tersebut dengan lembut, menjelaskan kepadanya adab masjid tanpa bentakan. Badui terharu dan berkata, “Ya Allah, rahmatilah aku dan Muhammad, dan jangan rahmati seorang pun selain kami.” Rasulullah tersenyum dan menjawab, “Engkau telah mempersempit sesuatu yang luas.” Kisah ini mengajarkan tentang kebaikan yang disampaikan dengan tenang sehingga mampu memadamkan amarah yang meluap dari banyak hati.

Kedua, mengubah kebaikan menjadi kebiasaan. Satu contoh sederhana adalah memberi senyum dan memperlihatkan wajah cerah. Sabda Rasul, senyummu kepada saudaramu adalah sedekah (HR. al-Tirmidzi,1956). Rasulullah adalah sesosok pribadi yang selalu tersenyum. Sahabat Jarir bin Abdullah berkata, Rasulullah tidak pernah menolak pertemuanku tanpa senyuman (HR. al-Bukhari, 6089).

Bahkan dalam keadaan lapar, lelah, atau duka, beliau tetap menyapa sahabat dengan wajah cerah. Senyuman Rasul bukan sekadar ekspresi wajah, tetapi pancaran ketulusan hati. Beliau mengajarkan bahwa kebaikan kecil yang dilakukan terus-menerus lebih berharga daripada amal besar yang jarang dilakukan. Rasulullah bersabda, amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah yang terus-menerus, meskipun hanya sedikit (HR. al-Bukhari, 6465).

Keteladanan kebaikan Rasul berikutnya adalah menjadi baik dalam diam. Di banyak kisah dijelaskan bahwa Rasul sering menolong orang miskin tanpa diketahui oleh siapapun. Sabda Rasul bahwa sebaik-baik sedekah adalah yang diberikan secara diam-diam, hingga tangan kiri tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanan (HR. al-Bukhari, 1421).

Setiap malam, Rasul selalu mengirim makanan kepada para janda dan anak yatim di Madinah secara rahasia. Ketika Rasul wafat, barulah orang-orang menyadari bahwa tangan mulia yang selama ini membantu mereka ternyata adalah tangan Rasulullah sendiri.

Secara tegas Rasul melarang riya dalam amal, karena siapapun yang melakukan amal karena ingin dilihat manusia, maka justru Allah akan menampakkan niatnya yang rusak di hadapan manusia.”(HR. al-Bukhari, 6499).

Selanjutnya kekuatan konsistensi kebaikan Rasulullah adalah hati yang bersih. Sabda Rasul, dalam tubuh ada segumpal daging, jika ia baik maka baiklah seluruh tubuh, jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, itu adalah hati (HR. al-Bukhari, 52).

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved