Opini
Agar Program MBG Aman dari KLB: Tak Lolos Uji Organoleptik, Kembalikan Nasi ke SPPG
Sayangnya, beberapa sekolah masih ragu melaporkan KLB karena khawatir menimbulkan kontroversi.
Oleh: Dr. Jalaluddin, MPSA
(Pengamat Pendidikan Sumatera Selatan)
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah pusat merupakan salah satu program strategis untuk mencetak generasi emas Indonesia 2045.
Presiden Prabowo menegaskan bahwa program ini tidak hanya sekadar “bagi-bagi makanan,” melainkan upaya serius meningkatkan kualitas gizi, menurunkan angka anak tidak sekolah (ATS), sekaligus memperkuat daya konsentrasi belajar siswa di sekolah.
Namun, di balik idealisme dan cita-cita mulia tersebut, praktik di lapangan masih menyisakan persoalan serius. Salah satunya adalah kejadian luar biasa (KLB) berupa keracunan massal.
Kasus terakhir yang cukup mengejutkan terjadi di Garut, Jawa Barat, pada 21 September 2025, di mana sekitar 120–150 siswa dilaporkan mengalami gejala keracunan setelah mengonsumsi makanan MBG (Kompas.com, 2025).
Kejadian ini memperlihatkan adanya titik lemah dalam rantai distribusi makanan MBG. Padahal, dari sisi penyediaan dapur, standar peralatan masak yang digunakan oleh Satgas Pelaksana Program Gizi (SPPG) sudah relatif tinggi.
Artinya, risiko keracunan tidak hanya bersumber dari dapur, tetapi juga dari tahap penerimaan makanan di sekolah.
Dalam Modul Pelatihan Implementasi MBG (Kemendikbudristek, 2025), tahap penerimaan makanan diposisikan sebagai garda depan sekolah dalam menjamin keamanan pangan siswa.
Sayangnya, tahap ini belum tersosialisasikan secara luas dan sering diabaikan atau dilakukan sekadar formalitas. Padahal, prinsip sederhana yang perlu dijadikan pedoman tegas adalah: “tak lolos uji organoleptik, kembalikan ke SPPG.”
Ketika makanan tiba di sekolah, biasanya ditempatkan terlebih dahulu di area transit. Area ini seharusnya menjadi titik penyaring terakhir sebelum makanan sampai ke tangan siswa.
Di sinilah peran guru piket atau guru yang ditunjuk sekolah menjadi sangat krusial.
Modul Implementasi MBG di Satuan Pendidikan menegaskan, penerimaan makanan tidak cukup hanya menghitung jumlah paket yang datang.
Guru harus melakukan uji organoleptik, yaitu pemeriksaan sederhana menggunakan pancaindra.
Prosesnya meliputi:
- Pengamatan visual: apakah nasi terlihat lembek, berubah warna, atau berair?
- Penciuman aroma: apakah ada bau asam, tengik, atau menyengat?
- Perabaan tekstur: apakah lauk terasa berlendir atau tidak normal?
- Pencicipan ringan (hanya untuk memastikan rasa umum, bukan konsumsi penuh).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.