Mimbar Jumat
Kisah Sulaiman dan Makan Gratis
Dalam sebuah riwayat Nabiyullah Sulaiman pernah bermaksud menanggung makan seluruh makhluk yang berada di bawah kekuasaannya.
Data resmi pemerintah mensinyalir dibutuhkan anggaran yang dibutuhkan untuk membiayai program makan gratis tahun 2025 mencapai 71 Triliun dengan jumlah siswa penerima manfaat sebesar 82,9 juta siswa.
Jumlah ini membengkak karena awalnya hanya berjumlah 71 triliun dengan jumlah 17 juta siswa. Program MBG ini cukup menelan banyak anggaran APBN sehingga membuat pemerintah perlu memastikan ketersediaan anggaran yang cukup untuk merealisasikan program ini.
Untuk mencukupi anggaran dengan fokus pada program nasional—termasuk MBG—presiden perlu menginstruksikan seluruh kementerian agar memangkas anggarannya sampai puluhan triliun yang selanjutnya difokuskan untuk mendukung program MBG dan program prioritas lainnya.
Sebagian pakar berasumsi bahwa Instruksi Presiden No. 1 tahun 2025 tentang pemangkasan anggaran setiap kementerian untuk mencapai target pengumpulan dana sebesar 306,7 triliun tentu saja akan menimbulkan konsekwensi buruk.
Dari perspektif politik anggaran, kebijakan memangkas anggaran setiap kementerian sama dengan tidak menghargai proses perencanaan internal anggaran yang dilakukan kementerian. Selain itu, pasti akan mengganggu produktivitas dan agenda kerja.
Fakta ini disinyalir sebagai lemahnya sistem koordinasi anggaran di pemerintahan. Secara lebih tajam malah ada pakar yang menuding fenomena ini sebagai bentuk arogansi kekuasaan yang secara psikologis akan berpengaruh pada spirit kerja di setiap kementerian, sekaligus mengesankan adanya progam besar pemerintah yang justru kurang direncanakan dengan baik.
Dari sisi moral, program MBG harus dihargai sebagai bentuk kepedulian (caring) pemerintah terhadap “sangat buruknya” kondisi gizi anak-anak sekolah di Indonesia, sehingga perlu program serius seperti MBG. Sikap pemerintah yang bertanggungjawab dan peduli dengan kondisi pendidikan Indonesia yang selalu terpuruk menurut berbagai survey internasional memang layak dipuji.
Memang sejatinya seorang pemimpin harus memiliki kepekaan sosial yang tinggi terhadap kondisi rakyat. Figur pemimpin itu harus memiliki sifat ar-Rahman dan ar-Rahim, kata orang pesantren. Tetapi sifat dan motif baik harus diimbangi dengan perencanaan dan sistem manajerial serta kajian yang mendalam, terukur, dan based on data, sehingga sebuah program tidak terkesan grasa-grusu sehingga menimbulkan kepanikan anggaran dan kebisingan sosial di masyarakat.
Menurut beberapa ahli yang berkomentar di media sosial, sejauh ini progam MBG belum menyasar seluruh sekolah dan masih banyak anak-anak sekolah, madrasah, dan santri yang belum sama sekali merasakan program ini.
Belum lagi berbagai problem pengiring yang muncul dari program ini seperti buruknya kualitas menu di beberapa sekolah. Ketidaksiapan tim pelaksana program sehingga menimbulkan keterlambatan dan tidak meratanya pembagian paket MBG ke peserta didik di seluruh Indonesia.
Sangat kuat kesan bahwa program ini seperti salah sasaran. Justru sekolah-sekolah di kota hampir semuanya sudah merasakan manfaat program ini, namun anak-anak sekolah di daerah-daerah terpencil, di kampung-kampung, di sekolah pinggiran di lereng gunung dan di tepi hutan malah belum merasakan program ini sama sekali.
Dari sisi pemerintah dan sebagian pakar juga menilai bahwa program MBG dapat menstimulasi pertumbuhan ekonomi masyarakat. Dampak multi-player program ini sangat tinggi. Selain itu, konsekwensi pemangkasan anggaran untuk mendukung pendanaan MBG yang sangat besar juga berdampak mengurangi nafsu korupsi pejabat negara karena “lemak-lemak” anggaran sudah dibuang.
Menurut riset di manca negara program memberi makan bergizi kepada anak-anak di sekolah memang secara siginifikan dapat memperkuat daya tahan tubuh, semangat belajar, serta meningkatkan prestasi belajar anak-anak sekolah.
Salah satu isu penting yang menjadi perdebatan publik dalam merespon program MBG ini adalah apakah benar-benar mampu dan memiliki anggaran yang melimpah untuk mendukung program ini. Kemudian, apakah program akan berlanjut selama bertahun-tahun dan kapan akan berakhir.
Mengapa tidak sebaiknya angaran yang sangat besar itu digunakan untuk mendorong dengan sungguh-sungguh percepatan industri sehingga menyerap tenaga kerja besar-besaran yang selanjutnya berakibat kuatnya ekonomi masyarakat sehingga mampu menyediakan makan yang layak kepada anak-anak mereka di rumah.
Mimbar Jumat
kisah Sulaiman dan Makan Gratis
Makan Gratis
Guru Besar Pascasarjana UIN Raden Fatah Palembang
Toleransi dan Pendidikan Agama Islam, Menjaga Harmoni dalam Kehidupan Berbangsa |
![]() |
---|
Serukan Aspirasi Tanpa Anarki Pesan Nabi untuk Penduduk Negeri |
![]() |
---|
Refleksi Ruhani di Bulan Merdeka, Memaknai Kebebasan Jiwa saat Tidur |
![]() |
---|
Spritualitas Semu: Fenomena Beragama di Era Modern |
![]() |
---|
Mengingat Allah Itu Bukan Sekadar Menyebut |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.