Opini: Menuju Negara Yuristokrasi
Jokowi, Anwar Usman, dan Gibran Rakabuming, menjadi aktor utama yang mendapat spot lightcukup gencar dari media mainstream hingga sosmed.
MK cenderung memeriksa undang-undang atau pasal yang dianggap tidak sesuai dengan konstitusi, melanggar hak-hak asasi, atau bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar yang tercantum dalam konstitusi. Jika suatu undang-undang atau pasal mendukung open legal policy dan tidak menimbulkan konflik dengan ketentuan konstitusi, maka tidak ada alasan yang jelas bagi MK untuk menguji pasal tersebut.
MK biasanya bertindak sebagai penjaga keabsahan hukum, fokus pada aspek-aspek hukum yang bersinggungan dengan konstitusi atau yang melanggar hak-hak konstitusional. Oleh karena itu, jika suatu undangundang atau pasal mendukung open legal policy tanpa menimbulkan konflik dengan ketentuan konstitusi, pengujian dari MK mungkin tidak relevan dalam kasus tersebut.
Kaitannya dengan Putusan MK No. 90, maka jelas bahwa seharusnya pasal 169huruf (q) UndangUndang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Yang berbunyi, “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah berusia paling rendah 40 (empat puluh tahun)” secara konsisten diputus oleh MK sebagai pasal yang bersifat open legal policy, sebagaimana yang dilakukan MK pada putusan-putusan sebelumnya yang sejenis.
Namun memang, banyak yang beranggapan bahwa pengecualian yang dilakukan oleh MK pada Putusan MK No. 90 tersebut disinyalir guna memuluskan langkah politik dari Gibran guna melanggeng sebagai salah satu partisipan pada Pemilihan Presiden 2024 yang akan datang.
Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Youtube Sriwijaya Post di bawah ini:

Secara konstitusional, memang benar bahwa norma hukum pada dasarnya tidak bisa berlaku hanya pada satu individu saja (Gibran). Namun, apa yang dilakukan oleh MK dengan menempuh jalan yang berbalik arah dengan tidak menyatakan bahwa pasal 169 merupakan pasal yang bersifat terbuka, menyebabkan MK melanggar Asas pelampauan wewenang oleh lembaga negara, yang dalam bahasa Latin disebut "ultra vires." Frasa ini secara harfiah berarti "melampaui kekuasaan" atau "di luar kekuasaan." Konsep "ultra vires" mengacu pada tindakan atau keputusan lembaga pemerintah atau badan hukum yang melebihi atau tidak sesuai dengan wewenang atau kewenangan yang telah diberikan kepadanya oleh hukum atau konstitusi.
Apa jadinya jika MK malah menghasilkan Putusan MK yang melampaui dari hukum dan konstitusi? Lebih jauh, MK malah bertransformasi menjadi lembaga yang secara aktif memproduksi produk legislasi, sebagaimana yang dilakukan oleh DPR dan Presiden? Maka, itu yang kemudian disebut dalam bahasa Latin, adalah "confusio constitutionis". Di mana terjadi kebingungan atau ketidakjelasan dalam halhal yang berkaitan dengan konstitusi suatu negara atau sistem hukum yang mendasarinya. Sehingga muncullah kebingungan atau ketidakjelasan dalam struktur, prinsip, atau implementasi konstitusi.
Ketika MK melakukan overlapping konstitusi, sehingga mengambil peran DPR dan Presiden—yang notabenenya dipilih langsung oleh rakyat, sehingga memiliki legitimasi yang jelas dan absah di dalam membentuk peraturanperundangundangan, maka, janganjangan Negara kita ini tengah menuju ke model negara yuristokrasi. Ketika Para-hakim, merasa lebih berkompeten dan berwenang, di dalam menentukan arah dan format dari fungsi legislasi, dibanding lembaga yang secara konstitusional, diamanatkan oleh UUD 1945 di dalam membentuk UU. Tanda-tandanya sudah nampak. Apakah kekhawatiran dari Ran Hirschl akan terbukti? Semoga tidak!
Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

TOK! Putusan Baru MK, Eks Narapidana Bisa Langsung Maju Pilkada, Ini Syaratnya |
![]() |
---|
MK Putuskan Wakil Menteri Dilarang Rangkap Jabatan Komisaris BUMN, Ini Respons Istana |
![]() |
---|
Alasan MK Putuskan Wakil Menteri Tidak Boleh Rangkap Jabatan Sebagai Komisaris BUMN |
![]() |
---|
Nasib 30 Wakil Menteri Rangkap Jabatan Setelah MK Putuskan Dilarang Rangkap Jabatan Komisaris BUMN |
![]() |
---|
Sebelum Kena OTT KPK Kasus K3, Immanuel Ebenezer Sudah Diwanti-wanti Jokowi: Jangan Korupsi! |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.