Opini: 'Glass Ceiling', 'Sticky Floor’ dan Kesetaraan Gender

Tanpa kesetaraan gender, pembangunan bagaikan burung yang mencoba terbang dengan hanya satu sayap.

Editor: Bejoroy
SRIPOKU.COM/Istimewa
Oleh: Marpaleni, MA, Ph.D (Statistisi Ahli Madya di BPS Provinsi Sumatera Selatan) 

Dimensi pemberdayaan menjadi satu aspek yang patut diperhatikan. Dimensi ini memiliki dua indikator: persentase perempuan usia lebih dari 25 tahun berpendidikan SMA ke atas dan persentase anggota legislatif perempuan . Selama periode 2018-2022, persentase penduduk usia lebih dari 25 tahun berpendidikan setidaknya SMA meningkat signifikan. Pada tahun 2018, 33,99 % laki-laki berpendidikan SMA ke atas. Angka ini meningkat menjadi 38,77 % tahun 2022. Sebagai pembanding, persentase perempuan dengan pendidikan serupa meningkat lebih tajam, dari 29,10 % di tahun 2018 menjadi 35,75 % tahun 2022.Ini menunjukkan, membaiknya akses perempuan di dunia pendidikan.Sebuah perkembangan positif dalam mencapai kesetaraan pendidikan.

Namun demikian, kondisi di atas tidak terlihat pada dimensi pemberdayaan lainnya, yaitu keterwakilan perempuan di legislatif. Pada periode yang sama, persentase perempuan di legislatif cenderung tertahan pada angka di bawah 30 % .

Implikasi Kebijakan
Dari perkembangan IKG tersebut, terdapat beberapa implikasi kebijakan yang perlu diperhatikan. Pertama, terkait peran perempuan dalam pengambilan keputusan. Meskipun keterwakilan perempuan di legislatif relatif stabil, tetapi masih belum mencapai 30 % . Stagnannya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif memunculkan pertanyaan: apakah glass ceiling masih menghalangi perempuan untuk meraih posisi kepemimpinan tertinggi? Data dari Susenas (2022) mengungkapkan bahwa 13,97 % perempuan tidak memiliki ijazah.

Namun, yang menarik, 9,64 % perempuan berhasil menyelesaikan pendidikan universitas, melampaui laki-laki yang hanya mencapai 7,16 % . Seharusnya, dengan fondasi pendidikan yang kokoh, diharapkan semakin banyak perempuan yang mampu menembus "glass ceiling". Selanjutnya, kontribusi dan perspektif perempuan di ruang-ruang strategis pengambilan keputusan makin optimal.

Selanjutnya, area lain yang membutuhkan perbaikan adalah partisipasi perempuan dalam pasar tenaga kerja. Ketidaksetaraan dalam indikator Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menandakan adanya bayangan sticky floor yang menghalangi perempuan bergerak maju. Perlu dikaji secara mendalam apakah masih ada norma, bias gender atau ekspektasi sosial tertentu yang menghambat perempuan dalam berpartisipasi secara aktif dan meraih potensi mereka sepenuhnya.

Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Youtube Sriwijaya Post di bawah ini:

Logo HUT Sripoku 36 Tahun.

OECD (2021) mencatat, walaupun telah ada perubahan dalam norma sosial dan kebijakan, kesenjangan upah antar gender dengan tingkat pendidikan dan pengalaman kerja serupa masih terjadi di berbagai negara Eropa. Salah satu faktor utama penyebab adalah pemberi kerja cenderung berasumsi bahwa perempuan cenderung kurang produktif dibandingkan dengan laki-laki. Bias gender ini mengakibatkan kesenjangan upah yang persisten dan mempengaruhi seluruh siklus kerja perempuan, dari awal memasuki pasar tenaga kerja hingga masa pensiun.

Kesetaraan gender adalah langkah maju untuk pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan. Namun demikian, walau kesetaraan gender telah dikenal sebagai salah satu hak asasi manusia yang paling fundamental, namun pentingnya kesetaraan gender dalam mendorong pembangunan berkelanjutan seringkali kurang mendapat perhatian.

Kesetaraan gender bukan sekadar memberikan hak yang sama kepada setiap individu tanpa memandang jenis kelamin, tetapi juga melibatkan transformasi hubungan antara laki-laki dan perempuan. Mencapai ini, memerlukan keterlibatan beragam sisi. Pertam: dengan memberdayakan perempuan di tingkat akar rumput dalam aspek ekonomi, sosial, dan politik. Kedua: dengan memastikan bahwa kebijakan dan regulasi di tingkat makro mendukung kesetaraan gender. Tanpa pendekatan dua arah ini, pembangunan berkelanjutan akan sulit dicapai.

Tanpa kesetaraan gender, pembangunan bagaikan burung yang mencoba terbang dengan hanya satu sayap. Integrasi perspektif gender dalam kebijakan, penting untuk memastikan perempuan mendapatkan kesempatan setara. Memastikan kesetaraan gender akan membentuk masyarakat yang lebih inklusif dan adil bagi semua. ***

Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved