Opini: 'Glass Ceiling', 'Sticky Floor’ dan Kesetaraan Gender
Tanpa kesetaraan gender, pembangunan bagaikan burung yang mencoba terbang dengan hanya satu sayap.
Oleh: Marpaleni, MA, Ph.D
(Statistisi Ahli Madya di BPS Provinsi Sumatera Selatan)
SRIPOKU.COM -- Bayangkan burung yang berusaha terbang hanya dengan satu sayap; sulit bukan? Perjuangan burung tersebut menggambarkan bagaimana sebuah bangsa yang berupaya berkembang, namun setengah penduduknya, yaitu perempuan, berkutat dengan ketidaksetaraan. Malala Yousafzai, penerima Nobel, tajam menyatakan, “We cannot all succeed when half of us are held back”.
Pedro Conceição, Direktur Laporan Pembangunan Manusia PBB, memanfaatkan dua metafora arsitektural, sticky floor dan glass ceiling, untuk menggambarkan hambatan yang dihadapi perempuan dalam dunia kerja. Sticky floor mengacu pada kesulitan awal yang dihadapi perempuan untuk naik dalam karier, sedangkan glass ceiling menggambarkan batasan tak terlihat yang mencegah perempuan mencapai level tertinggi, seperti posisi eksekutif atau CEO. Penelitian oleh Matteazzi dkk. (2014) dan Yap & Konrad (2009) mendukung konsep sticky floor, menunjukkan bahwa perempuan cenderung mengalami hambatan dalam karier lebih awal dan lebih sering daripada pria.
Di sisi lain, Deschacht (2017) mengamati fenomena glass ceiling dan mengidentifikasi bagaimana kesenjangan gender bertahan, khususnya di posisi kepemimpinan tinggi seperti direktur atau CEO. Kedua metafora ini secara efektif merefleksikan realitas struktural dan sistemik yang menghambat kemajuan perempuan dalam hierarki profesional, menandai pentingnya strategi intervensi yang bertujuan untuk mendemokratisasi kesempatan bagi semua gender.
Ketidaksetaraan Gender Dalam Statistik
Salah satu cara untuk memahami dan mengukur persoalan ketidaksetaraan gender adalah dengan menggunakan Gender Inequality Index (GII). Indeks ini diperkenalkan oleh UNDP dan telah diadopsi di Indonesia oleh BPS dengan sebutan Indeks Ketimpangan Gender (IKG). GII dan IKG memiliki tiga dimensi penting, yaitu Kesehatan Reproduksi, Pemberdayaan, dan Pasar Tenaga Kerja. Perbedaan di antara keduanya terletak pada indikator yang digunakan.
Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:

Pada dimensi Kesehatan Reproduksi, GII menggunakan Angka Kematian Ibu (Maternal Mortality Rate) sebagai indikator risiko kematian ibu melahirkan dan Tingkat Fertilitas Remaja (Adolescent Birth Rate) sebagai indikator fertilitas remaja. Sementara IKG menggunakan indikator proporsi wanita pernah kawin usia 15-49 tahun yang pernah melahirkan hidup tidak di fasilitas Kesehatan (MTF) sebagai faktor risiko kematian ibu melahirkan, sedangkan fertilitas remaja didekati dengan proporsi wanita pernah kawin usia 15-49 tahun yang melahirkan hidup pertama kali pada usia kurang dari 20 tahun (MHPK20).
Pada Dimensi Pemberdayaan, indikator pendidikan yang digunakan oleh GII adalah persentase penduduk usia 25 tahun ke atas yang berijazah setidaknya SMP, sementara IKG menggunakan batasan minimal SMA. Pada Dimensi Pasar Tenaga Kerja, keduanya sama-sama menggunakan indikator Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK).
Secara umum, GII/IKG memberikan gambaran tentang kerugian atau kegagalan pencapaian pembangunan manusia, akibat adanya ketidaksetaraan gender. Indeks ini berkisar antara 0 hingga 1. Nilai yang mendekati 0 mengindikasikan kesetaraan gender yang lebih baik, sedangkan nilai mendekati 1 menunjukkan ketidaksetaraan yang lebih tinggi.
Perkembangan perkembangan IKG di Sumatera Selatan.
Selama lima tahun terakhir ketidaksetaraan gender di Sumatera Selatan cenderung menurun. Pada tahun 2022, IKG Sumatera Selatan mencapai angka 0,517. Angka ini sedikit lebih baik dari IKG tahun 2021 (0,520) dan IKG tahun 2018 (0,528). Kemajuan ini terjadi berkat perbaikan pada tiga dimensi yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu Kesehatan Reproduksi, Pemberdayaan, dan Pasar Tenaga Kerja.
Jangan lupa subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Pada Dimensi Kesehatan Reproduksi, terjadi penurunan proporsi perempuan yang melahirkan di luar fasilitas kesehatan (MTF) dan fertilitas remaja (MHPK20). Hal ini menandakan adanya perbaikan dalam hal Kesehatan Reproduksi. Pada tahun 2021, proporsi perempuan yang melahirkan di luar fasilitas kesehatan mencapai 30,3 persen. Angka ini turun menjadi 28,6 % tahun 2022. Tingkat Fertilitas Remaja (MHPK20) sedikit menurun. Tahun 2019 MHPK20 sebesar 31,4 % . Angka ini menurun menjadi 30,2 % tahun 2022. Namun demikian, masih kecilnya persentase penurunan menandakan adanya ruang untuk perbaikan yang lebih besar lagi.
Penurunan tingkat fertilitas remaja bisa menunjukkan peningkatan dalam pemahaman tentang pentingnya menunda kehamilan hingga mencapai usia yang lebih matang dan mungkin juga refleksi dari peningkatan akses ke pendidikan seksual dan layanan kesehatan reproduksi. Namun, penurunan angka ini tidak hanya harus dilihat sebagai hasil positif semata; perlu juga dipertimbangkan faktor-faktor sosial dan ekonomi, termasuk prevalensi pernikahan dini dan tingginya angka putus sekolah di kalangan remaja perempuan, yang dapat mempengaruhi angka fertilitas.
Perkembangan dimensi pasar tenaga kerja memunculkan catatan penting. Meskipun Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) laki-laki maupun perempuan meningkat, pertumbuhan TPAK perempuan berjalan lebih lambat. Ketika TPAK laki-laki meningkat dari 83,25 % tahun 2018 menjadi 84,95 % tahun 2022, TPAK perempuan hanya meningkat tipis. Dari 53,23 % tahun 2018 menjadi 53,32 % di tahun 2022. Ini menunjukkan bahwa, walaupun dimensi pasar tenaga kerja laki-laki dan perempuan sama-sama menunjukkan perkembangan positif, perlu digarisbawahi bahwa perempuan cenderung mengalami kemajuan yang lebih lambat dibandingkan dengan pria. Ini mungkin mengindikasikan adanya rintangan bagi perempuan dalam memasuki dunia kerja.
Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

kesetaraan gender
gender
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Jenis kelamin
Malala Yousafzai
remaja
Hak Asasi Manusia (HAM)
Tiga Remaja Tabrakan Motor di Empat Lawang Dilarikan ke Rumah Sakit |
![]() |
---|
Janji Dinikahi Berujung Luka, Remaja 17 Tahun di Palembang Ditinggal Kabur Pacar Saat Hamil 9 Bulan |
![]() |
---|
Asesmen Individu PPKN Kelas 7 SMP Materi Keragaman Gender Berdasarkan Deep Learning |
![]() |
---|
Viral di Empat Lawang 2 Gadis Remaja Jadi Korban Begal, Warga hanya Melihat Para Pelaku Beraksi |
![]() |
---|
Jawaban Modul 3.8 Pembuatan Media Penyuluhan Interaktif Berbantu AI Bagi Kelompok Sasaran Remaja |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.