Opini: Mengurangi Kemiskinan di Sumatera Selatan

Penduduk miskin Sumatera Selatan yang mencapai 1,05 juta orang seluruhnya harus tersentuh kebijakan dan program peningkatan pendapatan.

Editor: Bejoroy
SRIPOKU.COM/Istimewa
Timbul P Silitonga (Statistisi Ahli Madya) 

Angka-angka di atas mengungkapkan bahwa pendapatan keluarga di sekitar garis kemiskinan dan keluarga miskin sebagian besar dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan. Bila terjadi kenaikan harga kebutuhan hidup khususnya kebutuhan makanan (sembako) yang tidak terkendali dan pendapatannya relatif tidak meningkat maka keluarga di sekitar garis kemiskinan akan jatuh miskin, sedangkan keluarga miskin akan semakin jatuh miskin dan kesejahteraannya semakin rendah. Oleh karena itu, di samping meningkatkan pendapatan melalui pendekatan kebijakan-kebijakan yang dikemukakan pengendalian dan menjaga kestabilan harga kebutuhan pokok merupakan kebijakan penting lainnya yang wajib dilaksanakan agar angka kemiskinan tidak mengalami kenaikan.

Kenaikan garis kemiskinan di Sumatera Selatan rata-rata lebih dari 7 persen pertahun. Konsekuensi dari peningkatan garis kemiskinan adalah pendapatan keluarga di sekitar garis kemiskinan harus meningkat lebih dari 7 persen per tahun agar tidak jatuh miskin. Kebijakan memberikan bantuan modal usaha, bantuan subsidi dan mengintensifkan kegiatan ekonomi produktif bagi keluarga di sekitar garis kemiskinan sangat diperlukan dalam jangka pendek dan menengah agar memiliki ketahanan pendapatan serta benar-benar mampu bertahan terhadap guncangan. Bagi keluarga miskin yang pendapatan rumahtangganya berada jauh di bawah garis kemiskinan bantuan sosial makanan (pangan) dan bukan makanan baik tunai maupun non tunai dalam jangka menengah dan panjang masih sangat diperlukan untuk menjaga tingkat kesejahteraanya.

Polemik
Pada kurun waktu 2014-2023 (Triwulan I) perekonomian Sumatera Selatan ratarata tumbuh lebih dari 4 persen per tahun kecuali di tahun 2020 mengalami kontraksi karena pandemi COVID-19. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan adanya kenaikan pendapatan riil penduduk. Di lingkup pemerintah daerah selalu muncul anggapan pertumbuhan ekonomi berpengaruh langsung dalam menurukan angka kemiskinan dan mengurangi jpenduduk miskin. Anggapan seperti itu tidak sepenuhnya benar karena pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap penurunan kemiskinan merupakan efek tidak langsung.

Pertumbuhan ekonomi umumnya dinikmati penduduk golongan atas dan pemilik modal. Keuntungan ekonomi yang diterima penduduk golongan atas akibat pertumbuhan ekonomi diharapkan menetes ke bawah (trickle down effect) memberikan dampak positif kepada penduduk golongan bawah (misalnya: membuka lapangan kerja dan membuka investasi baru), sehingga meningkatkan pendapatan penduduk golongan bawah. Apabila kondisi ini berjalan maka ketimpangan pendapatan menurun dan kesejahteraan penduduk golongan bawah semakin baik. Kebijakan dan program pengentasan kemiskinan yang berkolaborasi dengan swasta sangat efektif dalam mengurangi penduduk miskin dan menurunkan angka kemiskinan.

Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan yang rata-rata lebih 4 persen tampaknya masih belum optimal diterima 40 persen penduduk pendapatan rendah. Dari data yang tersedia dalam 7 (tujuh) tahun terakhir rata-rata pendapatan yang diterima 40 persen penduduk pendapatan rendah hanya 18,92 persen dan berfluktuasi. Berarti, sebesar 81,08 pendapatan dikuasainya 60 persen penduduk pendapatan menengah-atas. Distribusi tersebut mengungkapkan bahwa keuntungan ekonomi (pendapatan) yang tercipta dari pertumbuhan ekonomi selama ini belum optimal menetes ke bawah. Bagian pendapatan sebesar 18,92 persen yang diterima 40 persen penduduk pendapatan rendah tidak cukup mampu mensejahterahkan kehidupannya dan mengurangi kemiskinan.

Bila dipilah lebih lanjut maka patut diduga pendapatan yang diterima 20 persen penduduk terbawah (kelompok sangat miskin dan hampir miskin) jauh di bawah 18 persen. Faktor inilah yang menjadi penghambat utama lambannya penurunan angka kemiskinan di Sumatera Selatan yang capaiannya hanya berkurang rata-rata 6 ribu orang pertahun.

Kebijakan dan program peningkatan pendapatan kelompok 20 persen penduduk terbawah (sangat miskin dan hampir miskin) harus menjadi prioritas utama dalam jangka pendek ini, sehingga dalam jangka berikutnya (menengah dan panjang) percepatan mengurangi kemiskinan di Sumatera Selatan berjalan lebih efektif dan efisien.

Penduduk miskin Sumatera Selatan yang mencapai 1,05 juta orang seluruhnya harus tersentuh kebijakan dan program peningkatan pendapatan. Jika seluruh penduduk miskin tidak tersentuh maka cita-cita mencapai angka kemiskinan satu digit sulit tercapai. Kolaborasi dan sinergitas kebijakan, program, dan anggaran pengentasan kemiskinan antara pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan pemerintah kabupaten/kota se Sumatera Selatan sangat memungkinkan mengurangi penduduk miskin dari rata-rata 6 ribu orang pertahun menjadi rata-rata lebih ribu orang pertahun.

Penutup
Intervensi program bantuan percepatan penurunan angka kemiskinan dan jumlah penduduk miskin saat telah ditopang dengan ketersediaan data mikro rumahtangga / keluarga dari hasil pendataan Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) 2022 yang telah dikelompokkan dalam kategori sangat miskin, miskin dan hampir miskin di tingkat desa/kelurahan/RT/RW. Oleh karena itu tidak ada lagi alasan menunda pelaksanaan kebijakan dan program pengentasan kemiskinan dalam rangka mengakhiri kemiskinan di Sumatera Selatan di tahun 2030. Semoga. (*)

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved