Opini: Mengurangi Kemiskinan di Sumatera Selatan
Penduduk miskin Sumatera Selatan yang mencapai 1,05 juta orang seluruhnya harus tersentuh kebijakan dan program peningkatan pendapatan.
Implikasi Kebijakan
Kebijakan untuk mengakhiri kemiskinan melalui penurunan angka kemiskinan dan jumlah penduduk miskin secara berkesinambungan perlu didukung data yang akurat.
Pemahaman yang baik tentang data karakteristik penduduk miskin maka kebijakan yang diambil akan menjadi tepat sasaran dan tepat program. Karakteristik penduduk miskin yang buruk jangan dijadikan sebagai kelemahan dan ancaman dalam upaya mengurangi kemiskinan melainkan dijadikan peluang dan kekuatan. Sehingga secara bertahap target penurunan kemiskinan dapat tercapai sesuai yang diharapkan. Karakteristik penduduk miskin secara makro menggambarkan profil penduduk miskin di suatu daerah.
Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

Berdasarkan data BPS (2023) beberapa karakteristik penting penduduk miskin Sumatera Selatan yaitu: sebanyak 72,36 persen penduduk miskin usia 15 tahun ke atas berpendidikan rendah atau tamat SMP ke bawah, penduduk miskin usia 15 tahun ke atas yang tidak bekerja mencapai 43,77 persen, penduduk miskin di perdesaan sebanyak 64,44 persen, penduduk miskin bekerja di sektor pertanian mencapai 32,93 dan bekerja di sektor bukan pertanian sebesar 23,70 persen, proporsi garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 73,84 persen, dan jumlah anggota keluarga miskin rata-rata sebesar 5,03 orang perkeluarga.
Memperhatikan karakteristik penduduk miskin di atas beberapa kebijakan yang relevan dilaksanakan dan diterapkan dalam mengurangi kemiskinan di Sumatera Selatan yaitu:
Pertama. Struktur pendidikan yang ditamatkan penduduk miskin usia 15 tahun ke atas dominan berpendidikan rendah sebesar 72,36 persen atau mencapai 756 ribu orang sedangkan berpendidikan tamat SMA ke atas sebesar 27,64 persen atau mencapai 288 ribu orang. Penduduk usia 15 tahun ke atas merupakan penduduk usia kerja atau usia produktif. Bila diasumsikan saat ini pendapatan rata-rata penduduk miskin tamat SMA ke atas lebih baik dibandingkan pendapatan rata-rata penduduk miskin tamat SMP ke bawah, maka kebijakan utama pengurangan penduduk miskin difokuskan pada kelompok yang berpendidikan tamat SMA ke atas. Sebab, pengeluaran perkapita perbulan penduduk miskin tamat SMA ke atas umumnya relatif dekat terhadap garis kemiskinannya hingga tidak relative mudah dientaskan melalui program peningkatan pendapatan dalam jangka pendek.
Program kegiatan ekonomi produktif dalam skala mikro dan kecil (wira usaha) yang menghasilkan barang dan jasa diyakini mampu meningkatkan pendapatan kelompok ini. Pemberian dan penambahan modal usaha, peningkatan ketrampilan dan manajemen usaha, pendampingan dan pembinaan usaha secara kontiniu serta menjamin pasar distribusi hasil usaha niscaya akan meningkatkan pendapatan kelompok ini hingga keluar dari garis kemiskinan. Apabila kebijakan di atas dilaksanakan secara intensif, berkesinambungan, serta menjangkau semua penduduk miskin tamat SMA ke atas maka dalam jangka pendek dan menengah jumlah penduduk miskin di Sumatera Selatan niscaya bisa berkurang cukup nyata, bahkan angka kemiskinannya bisa mencapai satu digit.
Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Kedua. Penduduk miskin usia 15 tahun ke atas yang tidak bekerja mencapai 43,77 persen dan penduduk miskin yang tinggal di perdesaan sebesar 64,44 persen atau mencapai 674 ribu orang. Dapat diduga 43,77 persen penduduk miskin usia 15 tahun ke atas yang tidak bekerja sebagian besar tinggal di perdesaan dan berpendidikan tamat SMP ke bawah. Penduduk usia produktif tidak bekerja tentu menjadi beban tanggungan yang berat bagi keluarga miskin. Keluarga miskin dengan kondisi seperti itu tingkat kesejahteraannya sangat rendah, rata-rata pengeluaran perkapita perbulan anggota keluarga jauh di bawah garis kemiskinan. Bila tidak segera diintervensi maka kelompok keluarga miskin ini akan semakin jatuh ke dalam jurang kemiskinan dan masuk dalam kelompok kemiskinan ekstrim.
Program padat karya yang tidak membutuhkan ketrampilan tinggi secara berkesinambungan merupakan kebijakan yang tepat untuk memberdayakan penduduk miskin usia produktif yang tidak bekerja di perdesaan sehingga menambah pendapatan keluarga. Bila kesejahteraan penduduk miskin dalam kelompok ini berhasil ditingkatkan (pendapatannya meningkat) maka besar peluang untuk mengangkat kelompok tersebut dari kemiskinan dalam jangka menengah Kebijakan lainnya adalah intervensi program bantuan sosial baik makanan (sembako) bukan bukan makanan. Kebijakan ini sifatnya mengurangi beban pengeluaran keluarga miskin. Penyaluran bantuan sosial untuk kelompok ini harus dikawal ketat dan diterima utuh, sehingga bermanfaat mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraannya.
Ketiga. Penduduk miskin usia 15 ke atas yang bekerja di sektor pertanian mencapai 32,93. Penduduk miskin yang bekerja di sektor pertanian umumnya berpendidikan rendah, berketrampilan terbatas dan tinggal di perdesaan. Mereka diduga mengelola/menguasai lahan pertanian yang sempit (petani gurem) dan peroduktivitasnya rendah. Hasil pertaniannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Dalam mengelola usahanya petani pekerja biasanya dibantu pekerja keluarga/pekerja tidak dibayar sehingga keluarga petani miskin sulit meningkatkan pendapatannya.
Kebijakan yang diambil adalah mendorong dan membantu meningkatkan produktivitas usaha pertanian yang telah ada dan memberdayakan pekerja keluarga/anggota keluarga. Pekerja keluarga dibina dan didorong kesadarannya untuk mengelola dan memanfaatkan tanah pekarangan rumah maupun lahan tidak produktif lainnya di sekitar tempat tinggalnya untuk kegiatan budidaya hortikultura (cabai, sayur mayur, dll), budidaya peternakan dan perikanan dalam skala kecil (unggas, ikan, dan ternak kecil). Produksinya bisa konsumsi makanan atau dijual.

Keberhasilan kebijakan ini berpeluang meningkatkan nilai konsumsi makanan dan pendapatan keluarga petani miskin dalam jangka pendek. Petani miskin akan semakin mampu memenuhi kebutuhan dasar (makanan dan bukan makanan) anggota keluarganya secara mandiri dari waktu ke waktu, hingga akhirnya keluar dari kemiskinan. Keberhasilan meningkatkan pendapatan keluarga miskin yang bekerja di sektor pertanian berpengaruh besar dalam menurunkan angka kemiskinan di perdesaan dan mengurangi jumlah penduduk miskin di Sumatera Selatan.
Keempat. Proporsi garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 73,84 persen. Rumahtangga miskin rata-rata memiliki 5,03 orang anggota rumah tangga.
Berarti, pendapatan minimal agar rumahtangga dikategorikan tidak miskin atau mampu memenuhi kebutuhan dasarnya adalah sebesar Rp. 2.619.393 / rumahtangga / bulan. Terdiri dari kebutuhan dasar makanan sebesar Rp. 1.934.070 dan kebutuhan dasar bukan makanan sebesar Rp. 685.323.
Sumsel 7 dari 10 Provinsi dengan Jumlah Desa Terbanyak di Indonesia 2024, Total Ada 3283 Desa |
![]() |
---|
SUMSEL Nomor 6 dari 10 Provinsi yang Warganya Sudah Jarang Dengarkan Siaran Radio, Cuma 12 Persen |
![]() |
---|
Sumsel Nomor 5 dari 10 Provinsi Penghasil Padi Terbanyak di Indonesia 2025, Pulau Jawa Mendominasi |
![]() |
---|
Sumsel 9 dari Daftar 10 Provinsi dengan Jumlah Lansia Terbanyak di Indonesia 2024, Tertinggi Jabar |
![]() |
---|
Sumsel Urutan 9 dari 10 Provinsi dengan Kasus Curanmor Tertinggi di Indonesia, Capai 383 per 2024 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.