Opini: Mengurangi Kemiskinan di Sumatera Selatan

Penduduk miskin Sumatera Selatan yang mencapai 1,05 juta orang seluruhnya harus tersentuh kebijakan dan program peningkatan pendapatan.

Editor: Bejoroy
SRIPOKU.COM/Istimewa
Timbul P Silitonga (Statistisi Ahli Madya) 

Oleh: Timbul P Silitonga
(Statistisi Ahli Madya)

SRIPOKU.COM -- SALAH satu tujuan SDGs (Sustainable Development Goals) dalam tujuan 1 adalah mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk di manapun. SDGs merupakan agenda universal dan harus dilaksanakan semua negara di dunia. Mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk merupakan pekerjaan rumah semua negara di dunia. Indonesia sebagai negara yang termasuk menyepakati SDGs ikut berperan aktif untuk mengakhiri kemiskinan di Indonesia di tahun 2030.

Penduduk miskin merupakan target dalam proses mengakhiri kemiskinan. Walaupun antar negara mempunyai konsep penduduk miskin berbeda-beda tetapi tidak menjadi penghalang untuk mengakhiri kemiskinan di muka bumi ini. Melalui kerjasama program dan pembiayaan pengentasan penduduk miskin khususnya di negara-negara miskin dan berkembang diharapkan segala bentuk kemiskinan bisa diakhiri.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) penduduk miskin adalah penduduk yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar (makanan dan bukan makanan), dimana nilai nominal kebutuhan dasar perkapita perbulan didekati atau diukur dengan garis kemiskinan. Penduduk miskin adalah penduduk yang nilai pengeluaran perkapita perbulannya berada di bawah garis kemiskinan. Intervensi program dalam mengakhiri kemiskinan di Indonesia sudah sangat jelas yakni bagaimana memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan bagi penduduknya.

Kondisi Terkini
Berdasarkan data BPS, dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir angka kemiskinan dan jumlah penduduk miskin di Indonesia telah turun cukup nyata. Di tahun 2014 angka kemiskinan masih dua digit sebesar 11,64 persen kemudian turun menjadi satu digit sebesar 9,36 persen di tahun 2023 atau turun sebesar 2,28 persen poin.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:

Sedangkan jumlah penduduk miskinnya turun dari 28,28 juta orang menjadi 25,90 juta orang atau berkurang 2,38 juta orang. Rata-rata penurunan penduduk miskin dalam kurun waktu 2014-2023 diperkirakan sebanyak 264 ribu orang pertahun. Garis kemiskinan Indonesia pada kurun waktu yang sama meningkat dari Rp. 302.735/kapita / bulan di tahun 2014 menjadi Rp. 550.458/ kapita/bulan di tahun 2023 atau naik 81,82 persen.

Garis kemiskinan Indonesia rata-rata mengalami kenaikan sebesar 8,18 persen / tahun.

Di samping itu kesejahteraan penduduk miskin dan ketimpangan pendapatan di antara penduduk miskin semakin baik. Kondisi ini terlihat dari indikator-indikator kemiskinan lainnya yang mengalami penurunan cukup nyata. Indeks kedalaman kemiskinan turun dari 1,75 di tahun 2014 menjadi 1,53 di tahun 2023, sedangkan indeks keparahan kemiskinan telah turun dari 0,44 di tahun 2014 menjadi 0,38 di tahun 2023.

Penurunan angka kemiskinan di Sumatera Selatan seiring dengan nasional. Angka kemiskinan Sumatera Selatan turun dari 13,91 persen di tahun 2014 menjadi 11,78 persen di tahun 2023 atau turun sebesar 2,13 persen poin, sedangkan jumlah penduduk miskinnya turun dari 1,10 juta orang menjadi 1,05 juta orang atau berkurang 50 ribu orang. Dalam kurun waktu 2014-2023 rata-rata penurunan penduduk miskin di Sumatera Selatan sekitar 6 ribu orang pertahun. Kesejahteraan penduduk miskin dan ketimpangan pendapatan di antara penduduk miskin Sumatera Selatan dalam kurun waktu yang sama juga semakin membaik.

Indeks kedalaman kemiskinan telah turun dari 2,25 menjadi 1,72, sedangkan indeks keparahan kemiskinan turun dari 0,44 menjadi 0,39. Garis kemiskinan Sumatera Selatan dalam kurun waktu yang sama meningkat dari Rp.298.824 / kapita / bulan di tahun 2014 menjadi Rp. 520.754 / kapita / bulan di tahun 2023 atau naik 74,27 persen. Garis kemiskinan Sumatera Selatan rata-rata mengalami kenaikan sebesar 7,43 persen / tahun.

Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Logo instagram.com/sriwijayapost/

Menurunnya indeks kedalaman kemiskinan menggambarkan rata-rata pengeluaran penduduk miskin di tingkat nasional dan regional Sumatera Selatan dalam kurun waktu 2014-2023 semakin mendekati garis kemiskinan. Dengan perkataan lain telah terjadi peningkatan rata-rata pendapatan penduduk miskin ke taraf yang lebih baik walaupun masih berada di bawah garis kemiskinan. Peningkatan kesejahteraan penduduk miskin diduga sebagai dampak langsung dari program stabilitas harga kebutuhan pokok, program subsidi, dana desa, bantuan sosial serta pemberdayaan penduduk miskin melalui kegiatan ekonomi produktif.

Penurunan indeks keparahan kemiskinan mengungkapkan bahwa ketimpangan pendapatan di antara penduduk miskin baik di tingkat nasional maupun regional Sumatera Selatan semakin kecil. Penurunan indeks keparahan kemiskinan dapat mencerminkan bahwa program bantuan sosial, subsidi, dan program pemberdayaan penduduk miskin melalui kegiatan ekonomi produktif dilaksanakan semakin adil dan merata di antara penduduk miskin. Semakin dekatnya rata-rata pengeluaran penduduk miskin dengan garis kemiskinannya dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan di antara penduduk miskin maka waktu yang dibutuhkan untuk mengangkat penduduk miskin ke luar dari kemiskinan semakin lebih pendek, lebih mudah dan efisien.

Apabila dibandingkan angka nasional maka kontribusi Sumatera Selatan dalam mengurangi kemiskinan masih relatif kecil hanya sebesar 2,10 persen. Padahal jumlah penduduk miskin Sumatera Selatan cukup besar di atas 1 (satu) juta orang. Cita-cita atau mimpi untuk mencapai angka kemiskinan satu digit atau minimal menyamai angka kemiskan nasional masih memerlukan kerja keras dari semua pihak.

Implikasi Kebijakan
Kebijakan untuk mengakhiri kemiskinan melalui penurunan angka kemiskinan dan jumlah penduduk miskin secara berkesinambungan perlu didukung data yang akurat.

Pemahaman yang baik tentang data karakteristik penduduk miskin maka kebijakan yang diambil akan menjadi tepat sasaran dan tepat program. Karakteristik penduduk miskin yang buruk jangan dijadikan sebagai kelemahan dan ancaman dalam upaya mengurangi kemiskinan melainkan dijadikan peluang dan kekuatan. Sehingga secara bertahap target penurunan kemiskinan dapat tercapai sesuai yang diharapkan. Karakteristik penduduk miskin secara makro menggambarkan profil penduduk miskin di suatu daerah.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

Logo TikTok Sripoku.com

Berdasarkan data BPS (2023) beberapa karakteristik penting penduduk miskin Sumatera Selatan yaitu: sebanyak 72,36 persen penduduk miskin usia 15 tahun ke atas berpendidikan rendah atau tamat SMP ke bawah, penduduk miskin usia 15 tahun ke atas yang tidak bekerja mencapai 43,77 persen, penduduk miskin di perdesaan sebanyak 64,44 persen, penduduk miskin bekerja di sektor pertanian mencapai 32,93 dan bekerja di sektor bukan pertanian sebesar 23,70 persen, proporsi garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 73,84 persen, dan jumlah anggota keluarga miskin rata-rata sebesar 5,03 orang perkeluarga.

Memperhatikan karakteristik penduduk miskin di atas beberapa kebijakan yang relevan dilaksanakan dan diterapkan dalam mengurangi kemiskinan di Sumatera Selatan yaitu:

Pertama. Struktur pendidikan yang ditamatkan penduduk miskin usia 15 tahun ke atas dominan berpendidikan rendah sebesar 72,36 persen atau mencapai 756 ribu orang sedangkan berpendidikan tamat SMA ke atas sebesar 27,64 persen atau mencapai 288 ribu orang. Penduduk usia 15 tahun ke atas merupakan penduduk usia kerja atau usia produktif. Bila diasumsikan saat ini pendapatan rata-rata penduduk miskin tamat SMA ke atas lebih baik dibandingkan pendapatan rata-rata penduduk miskin tamat SMP ke bawah, maka kebijakan utama pengurangan penduduk miskin difokuskan pada kelompok yang berpendidikan tamat SMA ke atas. Sebab, pengeluaran perkapita perbulan penduduk miskin tamat SMA ke atas umumnya relatif dekat terhadap garis kemiskinannya hingga tidak relative mudah dientaskan melalui program peningkatan pendapatan dalam jangka pendek.

Program kegiatan ekonomi produktif dalam skala mikro dan kecil (wira usaha) yang menghasilkan barang dan jasa diyakini mampu meningkatkan pendapatan kelompok ini. Pemberian dan penambahan modal usaha, peningkatan ketrampilan dan manajemen usaha, pendampingan dan pembinaan usaha secara kontiniu serta menjamin pasar distribusi hasil usaha niscaya akan meningkatkan pendapatan kelompok ini hingga keluar dari garis kemiskinan. Apabila kebijakan di atas dilaksanakan secara intensif, berkesinambungan, serta menjangkau semua penduduk miskin tamat SMA ke atas maka dalam jangka pendek dan menengah jumlah penduduk miskin di Sumatera Selatan niscaya bisa berkurang cukup nyata, bahkan angka kemiskinannya bisa mencapai satu digit.

Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Kedua. Penduduk miskin usia 15 tahun ke atas yang tidak bekerja mencapai 43,77 persen dan penduduk miskin yang tinggal di perdesaan sebesar 64,44 persen atau mencapai 674 ribu orang. Dapat diduga 43,77 persen penduduk miskin usia 15 tahun ke atas yang tidak bekerja sebagian besar tinggal di perdesaan dan berpendidikan tamat SMP ke bawah. Penduduk usia produktif tidak bekerja tentu menjadi beban tanggungan yang berat bagi keluarga miskin. Keluarga miskin dengan kondisi seperti itu tingkat kesejahteraannya sangat rendah, rata-rata pengeluaran perkapita perbulan anggota keluarga jauh di bawah garis kemiskinan. Bila tidak segera diintervensi maka kelompok keluarga miskin ini akan semakin jatuh ke dalam jurang kemiskinan dan masuk dalam kelompok kemiskinan ekstrim.

Program padat karya yang tidak membutuhkan ketrampilan tinggi secara berkesinambungan merupakan kebijakan yang tepat untuk memberdayakan penduduk miskin usia produktif yang tidak bekerja di perdesaan sehingga menambah pendapatan keluarga. Bila kesejahteraan penduduk miskin dalam kelompok ini berhasil ditingkatkan (pendapatannya meningkat) maka besar peluang untuk mengangkat kelompok tersebut dari kemiskinan dalam jangka menengah Kebijakan lainnya adalah intervensi program bantuan sosial baik makanan (sembako) bukan bukan makanan. Kebijakan ini sifatnya mengurangi beban pengeluaran keluarga miskin. Penyaluran bantuan sosial untuk kelompok ini harus dikawal ketat dan diterima utuh, sehingga bermanfaat mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraannya.

Ketiga. Penduduk miskin usia 15 ke atas yang bekerja di sektor pertanian mencapai 32,93. Penduduk miskin yang bekerja di sektor pertanian umumnya berpendidikan rendah, berketrampilan terbatas dan tinggal di perdesaan. Mereka diduga mengelola/menguasai lahan pertanian yang sempit (petani gurem) dan peroduktivitasnya rendah. Hasil pertaniannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Dalam mengelola usahanya petani pekerja biasanya dibantu pekerja keluarga/pekerja tidak dibayar sehingga keluarga petani miskin sulit meningkatkan pendapatannya.

Kebijakan yang diambil adalah mendorong dan membantu meningkatkan produktivitas usaha pertanian yang telah ada dan memberdayakan pekerja keluarga/anggota keluarga. Pekerja keluarga dibina dan didorong kesadarannya untuk mengelola dan memanfaatkan tanah pekarangan rumah maupun lahan tidak produktif lainnya di sekitar tempat tinggalnya untuk kegiatan budidaya hortikultura (cabai, sayur mayur, dll), budidaya peternakan dan perikanan dalam skala kecil (unggas, ikan, dan ternak kecil). Produksinya bisa konsumsi makanan atau dijual.

Update COVID-19 Sumatera Selatan 1 Agustus 2023.
Update COVID-19 Sumatera Selatan 1 Agustus 2023. (corona.sumselprov.go.id/)

Keberhasilan kebijakan ini berpeluang meningkatkan nilai konsumsi makanan dan pendapatan keluarga petani miskin dalam jangka pendek. Petani miskin akan semakin mampu memenuhi kebutuhan dasar (makanan dan bukan makanan) anggota keluarganya secara mandiri dari waktu ke waktu, hingga akhirnya keluar dari kemiskinan. Keberhasilan meningkatkan pendapatan keluarga miskin yang bekerja di sektor pertanian berpengaruh besar dalam menurunkan angka kemiskinan di perdesaan dan mengurangi jumlah penduduk miskin di Sumatera Selatan.

Keempat. Proporsi garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 73,84 persen. Rumahtangga miskin rata-rata memiliki 5,03 orang anggota rumah tangga.

Berarti, pendapatan minimal agar rumahtangga dikategorikan tidak miskin atau mampu memenuhi kebutuhan dasarnya adalah sebesar Rp. 2.619.393 / rumahtangga / bulan. Terdiri dari kebutuhan dasar makanan sebesar Rp. 1.934.070 dan kebutuhan dasar bukan makanan sebesar Rp. 685.323.

Angka-angka di atas mengungkapkan bahwa pendapatan keluarga di sekitar garis kemiskinan dan keluarga miskin sebagian besar dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan. Bila terjadi kenaikan harga kebutuhan hidup khususnya kebutuhan makanan (sembako) yang tidak terkendali dan pendapatannya relatif tidak meningkat maka keluarga di sekitar garis kemiskinan akan jatuh miskin, sedangkan keluarga miskin akan semakin jatuh miskin dan kesejahteraannya semakin rendah. Oleh karena itu, di samping meningkatkan pendapatan melalui pendekatan kebijakan-kebijakan yang dikemukakan pengendalian dan menjaga kestabilan harga kebutuhan pokok merupakan kebijakan penting lainnya yang wajib dilaksanakan agar angka kemiskinan tidak mengalami kenaikan.

Kenaikan garis kemiskinan di Sumatera Selatan rata-rata lebih dari 7 persen pertahun. Konsekuensi dari peningkatan garis kemiskinan adalah pendapatan keluarga di sekitar garis kemiskinan harus meningkat lebih dari 7 persen per tahun agar tidak jatuh miskin. Kebijakan memberikan bantuan modal usaha, bantuan subsidi dan mengintensifkan kegiatan ekonomi produktif bagi keluarga di sekitar garis kemiskinan sangat diperlukan dalam jangka pendek dan menengah agar memiliki ketahanan pendapatan serta benar-benar mampu bertahan terhadap guncangan. Bagi keluarga miskin yang pendapatan rumahtangganya berada jauh di bawah garis kemiskinan bantuan sosial makanan (pangan) dan bukan makanan baik tunai maupun non tunai dalam jangka menengah dan panjang masih sangat diperlukan untuk menjaga tingkat kesejahteraanya.

Polemik
Pada kurun waktu 2014-2023 (Triwulan I) perekonomian Sumatera Selatan ratarata tumbuh lebih dari 4 persen per tahun kecuali di tahun 2020 mengalami kontraksi karena pandemi COVID-19. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan adanya kenaikan pendapatan riil penduduk. Di lingkup pemerintah daerah selalu muncul anggapan pertumbuhan ekonomi berpengaruh langsung dalam menurukan angka kemiskinan dan mengurangi jpenduduk miskin. Anggapan seperti itu tidak sepenuhnya benar karena pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap penurunan kemiskinan merupakan efek tidak langsung.

Pertumbuhan ekonomi umumnya dinikmati penduduk golongan atas dan pemilik modal. Keuntungan ekonomi yang diterima penduduk golongan atas akibat pertumbuhan ekonomi diharapkan menetes ke bawah (trickle down effect) memberikan dampak positif kepada penduduk golongan bawah (misalnya: membuka lapangan kerja dan membuka investasi baru), sehingga meningkatkan pendapatan penduduk golongan bawah. Apabila kondisi ini berjalan maka ketimpangan pendapatan menurun dan kesejahteraan penduduk golongan bawah semakin baik. Kebijakan dan program pengentasan kemiskinan yang berkolaborasi dengan swasta sangat efektif dalam mengurangi penduduk miskin dan menurunkan angka kemiskinan.

Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan yang rata-rata lebih 4 persen tampaknya masih belum optimal diterima 40 persen penduduk pendapatan rendah. Dari data yang tersedia dalam 7 (tujuh) tahun terakhir rata-rata pendapatan yang diterima 40 persen penduduk pendapatan rendah hanya 18,92 persen dan berfluktuasi. Berarti, sebesar 81,08 pendapatan dikuasainya 60 persen penduduk pendapatan menengah-atas. Distribusi tersebut mengungkapkan bahwa keuntungan ekonomi (pendapatan) yang tercipta dari pertumbuhan ekonomi selama ini belum optimal menetes ke bawah. Bagian pendapatan sebesar 18,92 persen yang diterima 40 persen penduduk pendapatan rendah tidak cukup mampu mensejahterahkan kehidupannya dan mengurangi kemiskinan.

Bila dipilah lebih lanjut maka patut diduga pendapatan yang diterima 20 persen penduduk terbawah (kelompok sangat miskin dan hampir miskin) jauh di bawah 18 persen. Faktor inilah yang menjadi penghambat utama lambannya penurunan angka kemiskinan di Sumatera Selatan yang capaiannya hanya berkurang rata-rata 6 ribu orang pertahun.

Kebijakan dan program peningkatan pendapatan kelompok 20 persen penduduk terbawah (sangat miskin dan hampir miskin) harus menjadi prioritas utama dalam jangka pendek ini, sehingga dalam jangka berikutnya (menengah dan panjang) percepatan mengurangi kemiskinan di Sumatera Selatan berjalan lebih efektif dan efisien.

Penduduk miskin Sumatera Selatan yang mencapai 1,05 juta orang seluruhnya harus tersentuh kebijakan dan program peningkatan pendapatan. Jika seluruh penduduk miskin tidak tersentuh maka cita-cita mencapai angka kemiskinan satu digit sulit tercapai. Kolaborasi dan sinergitas kebijakan, program, dan anggaran pengentasan kemiskinan antara pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan pemerintah kabupaten/kota se Sumatera Selatan sangat memungkinkan mengurangi penduduk miskin dari rata-rata 6 ribu orang pertahun menjadi rata-rata lebih ribu orang pertahun.

Penutup
Intervensi program bantuan percepatan penurunan angka kemiskinan dan jumlah penduduk miskin saat telah ditopang dengan ketersediaan data mikro rumahtangga / keluarga dari hasil pendataan Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) 2022 yang telah dikelompokkan dalam kategori sangat miskin, miskin dan hampir miskin di tingkat desa/kelurahan/RT/RW. Oleh karena itu tidak ada lagi alasan menunda pelaksanaan kebijakan dan program pengentasan kemiskinan dalam rangka mengakhiri kemiskinan di Sumatera Selatan di tahun 2030. Semoga. (*)

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved