Opini: Cegah Bullying pada Anak: Kuatkan Pendidikan Karakter dalam Keluarga
Ketahanan keluarga Indonesia menjadi benteng terbaik untuk mencegah bullying pada anak.
Oleh: DR. Fitri Oviyanti, M.Ag
(Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang)
SRIPOKU.COM -- KASUS bullying (perundungan) masih sering terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis oleh KPAI, 13 Februari 2023, tercatat kenaikan angka kasus bullying sebanyak 1.138 kasus kekerasan fisik dan psikhis.
Dikutip laman resmi Komnas Anak, Indonesia pada tahun 2018 menempati posisi ke-5 dari 78 negara dengan kasus bullying terbanyak. Lebih memprihatinkan lagi, kasus bullying rata-rata terjadi di lingkungan sekolah. (Sofia, 2023). Sebut saja misalnya kasus yang pernah dialami oleh siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 16 kota Malang, Jawa Timur. Ia diduga menjadi korban bullying oleh teman-temannya di sekolah. Akibat bullying yang dilakukan teman-temannya, jari tengah siswa ini harus diamputasi (Kompas online, 08/02/2020). Ada juga kasus yang lebih tragis, terjadi di Banyuwangi, seorang siswa Sekolah Dasar (SD) Negeri dengan inisial MR yang nekad bunuh diri lantaran diduga kerap mengalami perundungan dari teman-temannya.
Menurut pemerhati anak, Retno Listyarti, penyebab bunuh diri memang tidak terdiri dari faktor tunggal, tetapi pada kasus yang terjadi pada MR, kondisi kehilangan ayah dan dirundung bisa menjadi faktor utamanya mengakhiri hidup. (detikedu online, 05/05/2023).
Pengertian Bullying
Dalam buku Cegah dan Stop Bullying Sejak Dini, Widya Ayu menyatakan bahwa istilah Bullying berasal dari bahasa Inggris “Bull” yang berarti banteng. Secara ettimologi, bullying berarti penggertak, orang yang mengganggu yang lemah. Dalam bahasa Indonesia, bullying disebut menyakat yang artinya mengusik (supaya menjadi takut, menangis), dan merusak.
Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:

Mengutip hasil ratas bullying Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA), bullying juga dikenal sebagai salah satu bentuk penindasan. (detikjabar, online, 11/9/2022). Bullying yang sering disebut perundungan juga diartikan sebagai segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus.
Bullying merupakan salah satu tindakan tidak terpuji yang merugikan korbannya bahkan dapat mempengaruhi kesehatan jiwanya. Parahnya, kasus bullying kerap ditemukan terjadi pada anak-anak. Salah satu contoh tindakan bullying adalah mengucilkan teman di sekolah, sehingga teman di sekolah menjadi sedih, tertekan, dan merasa tidak nyaman, bahkan menjadi minder.
Penyebab Bullying pada Anak
Kasus-kasus bullying yang terjadi pada anak sebagian besar terjadi di lingkungan sekolah. Miris kedengarannya, mengingat sekolah merupakan lingkungan pendidikan yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman kedua bagi anak setelah lingkungan rumah untuk tumbuh dan berkembang.
Terdapat beberapa penyebab terjadinya bullying pada anak di sekolah, yaitu:
Tidak percaya diri
Rasa percaya diri yang tidak dimiliki oleh seorang anak akan mendorongnya untuk melakukan bullying kepada anak lain yang memiliki kelebihan daripada dirinya. Hal ini dilakukannya untuk menutupi kelemahan yang ia miliki. Sementara itu, akibat perbuatan bullying tersebut, anak yang menjadi korban bully juga akan menderita secara psikhis dan bisa menjadi tidak percaya diri.
Pola asuh orang tua yang cenderung permissive
Pola asuh yang permissive adalah sebuah pola dalam mendidik yang cenderung terlalu bebas, dan selalu mengizinkan anak untuk melakukan segala hal yang membuatnya senang. Dampaknya, anak akan menyakiti anak lain karena alasan kesenangan, dan ia tidak merasakan perbuatannya itu sebagai suatu kesalahan.
Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Kesenjangan sosial
Perbedaan sosial merupakan hal yang lumrah dalam kehidupan. Namun, ketika seorang anak hidup dalam lingkungan yang di dalamnya terdapat kesenjangan sosial yang tajam, maka ini akan memicu munculnya kasus bullying. Anak yang berasal dari keluarga status sosial tinggi cenderung mem-bully temannya yang berasal dari status sosial di bawahnya.
Tidak memiliki rasa empati
Empati adalah sebuah keadaan mental yang di dalamnya seseorang merasakan pikiran, perasaan, atau keadaan yang sama dengan orang lain. Memiliki rasa empati dapat mencegah anak melalukan bullying pada anak lain dan membuat anak belajar menghargai perasaan orang lain.
Kurang perhatian di rumah
Dalam proses tumbuh kembang, seorang anak membutuhkan perhatian yang cukup dari kedua orang tuanya. Kesibukan orang tua di luar rumah seringkali menyita waktu dan kebersamaan dengan anak, sehingga anak sering merasa kesepian dan kurang diperhatikan oleh orang tua. Untuk mendapatkan perhatian lebih, anak cenderung melakukan bullying.
Sebagai Seorang Guru, Bagaimana Strategi Terbaik Dalam Menerapkan Pendidikan Karakter, Modul 3 FPPN |
![]() |
---|
Sebutkan Unsur Penting dalam Pendidikan Karakter Anak dalam Konsep Catur Pusat Pendidikan, Modul 3 |
![]() |
---|
Siswa Pada Fase Remaja Berpotensi Menjadi Perilaku Bullying Fase Remaja Ditandai dengan Munculnya |
![]() |
---|
10 Kunci Jawaban Modul 3.7 Mencegah Bullying - Best Practice Angkatan VIII |
![]() |
---|
Jawaban Modul 3.5 Dampak Perilaku Bullying terhadap Kesehatan Jiwa Angkatan VIII |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.