Mutiara Ramadhan
Mutiara Ramadhan: Meraih Taqwa, Buah Ramadhan
Jika takwa buah dari puasa Ramadan yang dilakukan oleh setiap Mukmin, idealnya usai Ramadan, setiap Mukmin senantiasa takut terhadap murka Allah.
Oleh: Ahmad Walebi SUd, MSi
(Lembaga Kajian dan PDL Yayasan Izzatuna Palembang)
SRIPOKU.COM -- SEBENTAR lagi Ramadhan akan meninggalkan kita. Pertanyaannya, sudahkah kita memetik buah Ramadhan? Atau kita hanya lapar dan haus saja selama sebulan lamanya sebagaimana disampaikan oleh Nabi SAW “Berapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga saja.” (HR. Ibnu Majah)
Hakikat puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang tidak bermanfaat untuk kehidupan akhirat.
Buah utama puasa adalah takwa. Hakikat takwa ini digambarkan dengan sangat jelas dalam perbincangan sahabat Umar bin Khaththab dan Ubay bin Ka’ab.
Suatu ketika, Umar bin Khaththab ra bertanya kepada Ubay bin Ka’ab tentang hakikat takwa. Ubay balik bertanya kepada Umar: “Pernahkah engkau berjalan pada jalan yang penuh dengan duri?”
“Pernah” jawab Umar.
“Apakah yang engkau lakukan saat itu wahai Umar?” tanya Ubay kembali.
Umar bin Khaththab menjawab: “Tentunya aku berjalan sangat hati-hati”.
Kemudian Ubay bin Ka’ab menjelaskan itulah hakikat taqwa. Lalu Umar ra pun memberikan definisi takwa “Takwa adalah berjalan di hutan dengan hati-hati”.
Karena itu, takwa tidak hanya berkaitan dengan rasa takut di dalam masjid saja atau di atas sajadah. Tapi harus tercermin pada sikap hati-hati dan takut kepada Allah SWT dalam semua dimensi kehidupan, keyakinan ideologi, sosial, politik, ekonomi, budaya, peradaban dst.
Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:
Belum takwa namanya kalau masih memakan riba, menyakiti sesama Muslim, korupsi, membiarkan saudara Muslim menderita, menyerahkan kekayaan alam kepada penjajah, dan menghamba kepada sesama manusia.
Belum takwa namanya jika masih mencampakkan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW sebagai aturan kehidupan.
Belum takwa namanya kalau masih menganggap ajaran Islam sebagai musuh dan ancaman.
Takwa mengharuskan kita terikat dengan syariah Islam, meninggalkan dan menanggalkan aturan selain Islam. Imam ath-Thabari, saat menafsirkan surat Al Baqarah: 183, antara lain mengutip Al-Hasan menyatakan, “Orang-orang bertakwa adalah mereka yang takut terhadap perkara apa saja yang telah Allah haramkan atas diri mereka dan melaksanakan perkara apa saja yang telah Allah titahkan atas diri mereka.” (Lihat: Ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân li Ta’wîl al-Qur’ân, I/232-233).
Dengan demikian, jika takwa adalah buah dari puasa Ramadan yang dilakukan oleh setiap Mukmin, idealnya usai Ramadan, setiap Mukmin senantiasa takut terhadap murka Allah SWT. Lalu mereka berupaya menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
Mereka berupaya menjauhi kesyirikan. Mereka senantiasa menjalankan ketaatan. Mereka takut untuk melakukan perkara-perkara yang haram. Mereka senantiasa berupaya menjalankan semua kewajiban yang telah Allah SWT bebankan kepada dirinya.
Inilah takwa hakiki, buah Ramadhan sebulan penuh. Sudahkah ini terjadi? Semoga Allah SWT memberikan hidayah kepada kita agar kita bisa memetik buah Ramadhan. Tandanya akan terlihat setelah puasa. (*)
Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.