Opini
OPINI: Restorative Justice Sebuah Antitesis Terhadap Pemidanaan yang Punitif
Akhir-akhir ini konsep Restoratif Justice atau sering disebut RJ cukup ramai diperbincangkan di masyarakat.
Hubungan sosial yang terbentuk mengondisikan pelaku kejahatan dalam kariernya. Oleh karena itu, mustahil untuk melakukan rehabilitasi jika kelompok yang ada di sekelilingnya tetap berorientasi kriminal.
Selain itu pendapat lain diungkapkan oleh Donal Clemmer pada tahun 1950 menjelaskan bahwa pemenjaraan suatu proses pembelajaran narapidana tidak menjadi semakin baik namun menjadi semakin profesional dalam kejahatan yang proses tersebut disebut sebagai Prisonisasi. Walaupun kedua pendapat diatas, tidak sepenuhnya benar.
Masih banyak narapidana yang menjadikan Lapas atau Rutan menjadi tempat Narapidana bertobat, merenungi kesalahan-kesalahan yang telah ia perbuat dan mengikuti kegiatan pembinaan baik itu pembinaan kepribadian atau kemandirian didalam Lapas/Rutan sebelum narapidana itu kembali ke masyarakat menjadi manusia yang lebih baik lagi.
Praktik Restorative Justice di Indonesia telah difasilitasi oleh Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), khususnya tentang kebijakan diversi dan keadilan restoratif bagi Anak yang melanggar hukum. Walaupun tidak seluruh tindak pidana yang dilakukan Anak dapat diselesaikan melalui Diversi.
Kejahatan yang diancam pidana penjara 7 tahun keatas dan residivisme tidak dapat diselesaikan melalui Diversi. Penerapan keadilan restoratif dalam sistem peradilan pidana saat ini sudah meliputi seluruh tahap yakni penyidikan, penuntutan dan pengadilan.
Ditingkat penyidikan, penerapan keadilan restoratif diatur melalui Surat Edaran Kapolri Nomor SE/8/VII/2018 Tahun 2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif dalam Penyelesaian Perjara Pidana Jo.Perarutan Polri No.8 Tahun 2021 Tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif yang Menyatakan proses penyidikan dapat dilakukan keadilan restoratif apabila terpenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada Peraturan Kapolri tersebut.
Pada tahap penuntutan, Jaksa Agung Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Tidak hanya di tingkat penyidikan dan penuntutan, penerapan keadilan restoratif juga dilakukan di tingkat Pengadilan dengan dikeluarkannya Keputusan Dirjen Badan Peradilan Umum No. 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pemberlakuan pedoman penerapan keadilan restoratif, sesungguhnya telah terjadi pergeseran terhadap paradigma pemidanaan yang retiributif dan rehabilitatif.
Pemenjaraan tidak lagi menjadi primadona dalam praktik penghukuman di indonesia. Tegasnya, Restorative Justice adalah Antitesis dari pemidanaan yang punitif.