Mendidik Dan Atau Mengajar: Merdeka Belajarnya Ki Hajar Dewantara dan Nadiem Makariem
Masih dalam suasana hari pendidikan nasional yang diperingati tiap tanggal 2 Mei, kita melihat “berjibun” masalah yang mengitari dunia pendidikan.
Jadi wajar, sekarang yang harus dilakukan adalah Revolusi Akhlak.
Siswa harus diarahkan pada ketercapaian optimalisasi literasi softskills.
Di sinilah berlaku istilah pembenahan kualitas moral dan etika.
Fenomena yang terlihat saat ini cukup mencemaskan, keterpurukan dan pelanggaran prilaku dalam di lingkungan keluarga dan masyarakat adalah cermin dari mundurnya orientasi kemuliaan tujuan pendidikan yang dicanangkan sejak dahulu.
Kesalahan dapat saja bermula dari sistem yang berlaku secara luas sehingga capaian akhir dari pendidikan kita mengecewakan secara menyeluruh.
Peran guru sangatlah penting.
Sekolah dan guru harus mendidik karakter, khususnya melalui pengajaran yang dapat mengembangkan rasa hormat dan tanggung jawab.
Menurut Ki Hajar Dewantara, seorang pendidik juga diharapkan mampu mendidik peserta didik dengan memegang semboyan, ing ngarsa sung tuladha (dimuka memberi contoh), ing madya mangun karsa (di tengah membangun cita-cita), tut wuri handayani (mengikuti dan mendukungnya).
Kebijakan merdeka belajar yang digagas oleh Mendikbud Ristek memiliki relevansi terhadap pengembangan pendidikan karakter.
Selama ini pendidikan lebih menekankan pada aspek pengetahuan, sehingga aspek karakter dan ketrampilan kurang tersentuh.
Untuk mengembangkan pendidikan karakter dibutuhkan strategi yang menurut Ki Hadjar Dewantara diantaranya yaitu:
Pertama, pendidikan adalah proses budaya untuk mendorong siswa agar memiliki jiwa merdeka dan mandiri.
Kedua, membentuk watak siswa agar berjiwa nasional, namun membuka diri terhadap perkembangan internasional.
Ketiga, membangun pribadi siswa agar berjiwa pionir-pelopor.
Keempat, mendidik berarti mengembangkan potensi atau bakat yang menjadi kodrat alamnya masing-masing siswa.
Perlu dilakukan modifikasi model merdeka belajar di masa pandemi seperti saat ini.
Diketahui bahwa selama pandemik siswa lebih banyak belajar dalam jaringan (daring), dan pergaulan siswa tidak terkontrol setelah belajar maupun membuat tugas.
"Banyak orang tua kurang paham pendidikan karakter anak.
Mereka cenderung terpengaruh dengan lingkungan dan itu (kenakalan) salah satu dampaknya.”(https://baliexpress.jawapos.com/read/2021/04/15/254729/kenakalan-anak-karena-ada-pembiaran-lingkungan-dan-orang-tua).
Kutipan berita tersebut adalah sebuah fenomena di salah satu kelompok masyarakat.
Artinya, memang harus dilakukan penyegeraan penciptaan formula pembelajaran “merdeka belajar” yang mengandung muatan revolusi akhlak/ budaya literasi untuk meningkatkan softskills khususnya di masa pandemik saat ini.