Mendidik Dan Atau Mengajar: Merdeka Belajarnya Ki Hajar Dewantara dan Nadiem Makariem
Masih dalam suasana hari pendidikan nasional yang diperingati tiap tanggal 2 Mei, kita melihat “berjibun” masalah yang mengitari dunia pendidikan.
Peserta didik sesungguhnya memiliki dasar jiwa dimana keadaan yang asli menurut kodratnya sendiri dan belum dipengaruhi oleh keadaan dari lingkungan.
Mungkin dapat lebih dipertimbangkan untuk memulai secara nyata konsep andragogi yang mengisyaratkan peristiwa pembelajaran berbentuk bagaimana orang tua belajar.
Knowles menyebutkanandragogias the art and science to helping adult a learner.
Bahkan dapat saja nantinya kita menerapkan konsep Heutagogi sebagai suatu studi tentang pembelajaran yang ditentukan secara mandiri oleh pembelajar.
Ini dapat dilihat sebagai suatu perkembangan alamiah dari metodologi pendidikan sebelumnya terutama dari pengembangan kemampuan dan mungkin menyediakan pendekatan optimal untuk belajar di abad dua puluh satu bagi anak didik kita yang tentu saja diharapkan sesuai dengan konsep merdeka belajar yang diinginkan.
Untuk keadaan seperti ini, Ki Hajar menulis, "Pengetahuan, kepandaian janganlah dianggap maksud atau tujuan, tetapi alat, perkakas, lain tidak”.
Pemikiran seperti ini jika dipahami oleh seluruh pemangku kebijakan pendidikan, tentulah akan diciptakannya kebijakan-kebijakan baru di negara yang lebih menitikberatkan kepada proses, bukan hanya kepada hasil.
Proses yang dimaksud tentu mengedepankan literasi softskills yang sesuai dengan nilai-nilai budaya Indonesia.
Pendidikan adalah usaha sadar untuk memberikan nilai-nilai kebatinan dan kebudayaan yang ada dalam hidup masyarakat yang memiliki kebudayaan pada setiap keturunan, tidak saja berupa “pemeliharaan” tetapi juga bertujuan untuk memajukan dan mengembangkan kebudayaan.
Merdeka belajar yang menjadi gagasan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Ristek saat ini diharapkan sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan yang seharusnya terselenggarakan di Indonesia.
Esensi dari merdeka belajar, yaitu kebebasan berpikir yang ditujukan kepada siswa dan guru, sehingga mendorong terbentuknya karakter jiwa merdeka karena siswa dan guru dapat mengekplorasi pengetahuan dari lingkungannya.
Merdeka belajar ini jika aplikasikan dalam sistem pendidikan di Indonesia, dapat membentuk siswa yang berkarakter karena telah terbiasa dalam belajar dan mengembangkan pengetahuannya berdasarkan apa yang ada di lingkungannya.
Merdeka belajar akan mendorong terbentuknya sikap kepedulian terhadap lingkungannya yang dapat mendorong dirinya menjadi lebih percaya diri, terampil, dan mudah beradaptasi terhadap lingkungan masyarakat.
Dan yang terpenting adalah tertanamnya kesadaran sebagai warga Indonesia yang mempunyai budaya sendiri dan adab yang berdasarkan nilai-nilai agama.
Sikap-sikap tersebut penting untuk dikembangkan karena untuk menjadi orang yang bermanfaat bagi lingkungannya dibutuhkan sikap kepedulian, terampil dan adaptif dimanapun berada.