Perspektif Agama dan Ekonomi
Menyikapi Efek Domino Pandemi : Perspektif Agama dan Ekonomi
Covid-19 yang awal kemunculannya merupakan masalah di bidang kesehatan, kemudian merambat dengan cepat ke berbagai permasalahan baik sosial
Kembali ke agama
Keimanan kita meyakini bahwa wabah Covid 19 -yang telah membunuh jutaan umat manusia tanpa pandang bulu, termasuk para ulama dan tokoh masyarakat dan negara merupakan ciptaan Allah SWT.
Terkait sifat penciptaan, al-Ibda’, al-Khalq, dan at-tadbir merupakan sifat-sifat ilahiah yang melekat pada Allah SWT, yang meniscayakan bahwa berbagai peristiwa yang terjadi di alam semesta ciptaan Allah ini, harus senantiasa bersesuaian dengan sistem yang telah ditetapkan oleh kebijaksanaan-Nya, sehingga terwujud kemaslahatan yang sesuai dengan kehendak dan kemurahan-Nya.
Dalam hal ini, agama (ad-Dien) dengan sistem ajaran yang diturunkan melalui para Rasul Allah, menjadi panduan dan pedoman bagi manusia.
Karena pada dasarnya manusia merupakan campuran dari sisi yang lebih tinggi yang mendapatkan sinaran akal dan sisi lebih rendah yang didominasi naluri-naluri hayawani.
Setiap insan kemudian memperlihatkan sebuah watak intrinsik tergantung pada kekuatan relatif setiap komponen dan cara mengkombinasikan kedua komponen tersebut.
Bagian dari pembangunan moral dan spiritual manusia adalah terletak pada praktek melalui ketundukkan mengikuti perintah agama yang sesungguhnya dapat dicerna oleh akal manusia yang beriman.
Oleh karena itu perbuatan manusia digambarkan bersamaan dengan konsekwensinya, yaitu adanya balasan (pahala maupun dosa) terkait ketaatan terhadap ajaran tersebut.
Menyikapi suatu permasalahan tentu harus dimulai dengan menganalisis akar penyebab permasalahan tersebut dan membaca ulang (iqra`) sehingga mampu mencari cara menanggulanginya.
Jika kita runut, tak pelak lagi wabah ini berawal dari pola konsumsi masyarakat di suatu kawasan yang menyimpang, bertentangan dengan sistem yang diajarkan terkait ajaran halal dan haram, serta terbukti mengganggu ekosistem alam semesta ciptaan Allah.
Oleh karena sikap yang harus diambil tentu saja ketaatan untuk mematuhi ajaran halal dan haram, sehingga kehidupan di alam semesta yang diamanahkan kepada manusia sebagai khalifatullah fil Ardi dapat bersesuaian dengan kehendak Allah swt.
Dengan pola konsumsi yang baik yang mengedepankan prinsip halalan thayyiban, maka hanya pola-pola produksi yang baiklah yang tidak merusak sistem maupun ekosistem yang akan berkembang.
Karena dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup masyarakat, sesuai hukum permintaan dan penawaran, maka masyarakat berproduksi serta mengembangkan tekhnologi untuk memenuhinya.
Dalam konteks ini terlihat bahwa begitu erat kajian ekonomi dengan agama.
Mengembangkan perspektif agama dalam menyikapi dampak sosial akibat adanya wabah ini semestinya semakin menyadarkan kita bahwa solidaritas itu merupakan kekuatan yang amat kuat dan penting dalam keberlangsungan kehidupan dengan cara meningkatkan jiwa sosial bagi karib kerabat maupun tetangga yang terdampak tingkat kesejahteraannya karena pandemi ini.