Sengketa Lahan
Ini Gila! Mahfud MD Ungkap Ratusan Ribu Hektare HGU Dikuasai Konglomerat
Mahfud MD mengungkap “kegilaan” yang terjadi, karena konsesi HGU diberikan kepada perusahaan konglomerat nasional maupun asing.
Penulis: Sutrisman Dinah | Editor: Sutrisman Dinah
“Terlepas apakah itu ide direksi atau ada pesan khusus dari kekuasaan, tapi tanah itu bermanfaat untuk ummat. HRS ada kesalahan, bahasa terlalu kasar dalam berdakwah, apakah itu dibenarkan atau salah, saya bukan ahlinya untuk mendebatkan. Saya memohon, demi kepentingan ummat, HRS boleh dihukum kalau dinyatakan bersalah oleh pengadikan, tapi assets yang bermanfaat untuk ummat sebaiknya jangan turut dihabisi. Terus terang hati ini sangat tidak terima,” demikian bagian lain dari surat tersebut.
Menurut Marzuki, hal (luas lahan pesantren) tak sebanding dengan perlakuan berbeda terhadap aset yang dimiliki para terpidana korupsi. Banyak koruptor, kata dia, yang asetnya tidak dirampas dan justru hidup enak di penjara, dan bisa keluar kembali menikmati hidup mewah.
“Belum lagi jutaan hektare yang dikuasai konglomerat, pasti banyak pelanggaran hukum di dalamnya. SBY sendiri saya kritik, karena membiarkan konglomerat-konglomerat itu menguasai lahan ratusan ribu hektare dengan alasan mereka mendapatkan sesuai aturan. Tapi aturan tanpa melihat keadilan, maka aturan itu zalim,” katanya.
Ia berharap Mahfud MD tetap komitmen dalam menegakkan keadilan. Dia menilai, jika PTPN VIII diakomodir dan dibenarkan penegak hukum, banyak HGU yang dimiliki konglomerat dan ditelantarkan oleh pemilik hak karena dijadikan land bank, tidak akan dapat dimanfaatkan rakyat.
“Mohon prof dengan amanah kekuasaan saat ini, berpihaklah sedikit demi keadilan, yang dirasakan semakin sulit di negeri ini. Semua bisa berargumentasi bahwa hukum ditegakkan, tapi hati nurani kita pasti berbicara tentang benar dan salah,” katanya.
Menjawab pesan dari Marzuki, Mahfud MD mengaku belum mengetahui jauh persoalan itu.
“Saya sendiri tak begitu paham urusan tanah itu, karena tak pernah mengikuti kasusnya. Ini baru tahu juga setelah disomasi. Nanti saya bantu untuk memproporsionalkannya,” kata Mahfud.
Sengketa lahan Ponpes Alam Agrokultural Markaz Syariah seluas 31,91 hektare di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor bermula dari surat bernomor SB/I.1/6131/XII/2020 tertanggal 18 Desember 2020 yang dilayangkan PTPN VIII (Persero).
Sebelumnya diberitakan Sripoku.com, Rabu (24/12/2020) lahan seluas 40 hektare yang ditempati Pesantren itu, sudah dimanfaatkan sejak tahun 2013.
Sengketa ini muncul kembali berbarengan dengan kasus Rizieq Shihab sehingga ia ditahan di Polda Metro Jaya. Rizieq Shihab ditetapkan sebagai tersangka terkait acara kerumunan di Jakarta dan kerumunan di Megamendung, Bogor, Jawa Barat.
Surat somasi yang diarahkan kepada pondok pesantren Markaz Syariah pimpinan Rizieq Shihab di Megamendung, Bogor dikeluarkan PTPN VIII Gunung Mas tertanggal 18 Desember 2020.
Dalam surat itu tertulis, ada permasalahan penggunaan fisik tanah HGU PTPN VII seluas kurang lebih 30,91 hektare oleh Pondok Pesantren Agrokultur Markaz Syariah sejak tahun 2013 tanpa izin dan tanpa persetujuan dari PTPN VIII.
Dalam tuntutannya, PTPN VIII meminta Markaz Syariah diminta untuk menyerahkan kembali lahan tersebut kepada PTPN VIII selambat-lambatnya tujuh hari setelah surat tersebut dilayangkan. Artinya tenggat waktu somasi itu tanggal 25 Desember 2020.
Sebaliknya, pengelola Ponpes Markaz Syariah telah menjelaskan terkait status sertifikat tanah tempat berdirinya Pondok Pesantren Markaz Syariah FPI yang disampaikan Rizieq Shihab pada 13 November 2020. Pihak Rizieq Shihab mengakui apabila lahan HGU itu berada di konsesi atas nama PT PN VIII.
"Masyarakat Megamendung itu sendiri sudah 30 tahun lebih menggarap lahan tersebut," kata Wakil Sekretaris Umum FPI Aziz Yanuar, Kamis lalu.
Namun demikian, kuasa hukum FPI Aziz Yanuar tetap ngotot. Ia mengatakan bahwa sertifikat HGU tidak bisa diperpanjang dan akan dibatalkan apabila lahan itu ditelantarkan oleh pemilik HGU/pemilik HGU tidak menguasai secara fisik lahan tersebut.*****