Sengketa Lahan
Ini Gila! Mahfud MD Ungkap Ratusan Ribu Hektare HGU Dikuasai Konglomerat
Mahfud MD mengungkap “kegilaan” yang terjadi, karena konsesi HGU diberikan kepada perusahaan konglomerat nasional maupun asing.
Penulis: Sutrisman Dinah | Editor: Sutrisman Dinah
SRIPOKU.COM --- Menteri Koordinator Bidang Politik-Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) terkait penguasaan berstatus hak guna usaha (HGU) berada ditangan perusahaan perkebunan besar nasional maupun asing.
Mahfud mengungkapkan penemuannya itu melalui akun Twitter-nya, bahkan cuitan itu terkesan tiba-tiba bicara soal penguasaan tanah hak guna usaha (HGU) di Indonesia, Jumat (25/12/2020) malam.
Dalam cuitannya, Mahfud MD mengaku mendapat kiriman daftar nama-nama grup perusahaan konglomerasi yang menguasai tanah HGU. Setiap grupnya menguasai tanah hingga ratusan ribu hektare.
Dalam waktu hampir bersamaan, mantan Ketua DPR RI Marzuki Alie berkirim surat ke Mahfud MD terkait sengketa lahan HGU PT Perkenunan Nusantara VIII seluas kurang dari 40 hektare, yang ditempati pesantren milik pimpinan FPI Rizieq Shihab.
Baca juga: Mantan Ketua DPR Marzuki Alie Bebaskan Lahan Pesantren Rizieq, Ini Jawaban Mahfud MD
Baca juga: FPI Persilakan Tanah di Megamendung Diambil, Lahan PTPN VIII Tak Boleh Dijual
Mahfud mengungkap praktik seperti ini, dinilainya suatu “kegilaan”. Dia mengatakan bahwa penguasaan lahan yang sangat luas tersebut diperoleh dari pemerintahan sebelum-sebelumnya. Bukan baru kali ini.
"Ini gila. Penguasaan itu diperoleh dari pemerintahan dari waktu ke waktu, bukan baru," kata Mahfud MD melalui akun Twitter pribadinya yang dikutip KompasTV, Jumat (25/12/2020) malam.
Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, menurut Mahfud, sangatlah rumit. Sebab, grup yang menguasai lahan tersebut dilindungi dan memiliki kekuatan hukum formal.
Namun Mahfud MD menegaskan, persoalan ini harus bisa diselesaikan. "Ini adalah limbah masa lalu yang rumit penyelesaiannya karena di-cover dengan hukum formal. Tapi kita harus bisa," kata Mahfud MD.
Menanggapi cuitan Mahfud MD, seorang warganet mempertanyakan sikap Mahfud MD yang dianggapnya malah bernada curhat (curahan hati), tidak mengambil langkah nyata.
Baca juga: Uji Balistik Polri: Senjata Api Laskar FPI Non-Pabrikan, Didalami Komnas HAM
"Kenapa bapak curhat di twitter? Ga ambil langkah riil?" tulis akun @Fianto94.
Mahfud MD menjawab pertanyaan tersebut. Ia membantah jika ia curhat di media sosial. Menurutnya, cuitannya itu merupakan informasi betapa rumitnya soal kasus tersebut.
Selain itu, Mahfud menegaskan, pemerintah saat ini sedang mengambil langkah dan terus berusaha untuk menyelesaikannya.
Namun problemnya,, hak-hak itu dahulu diberikan secara sah oleh pemerintah, sehingga tak bisa diambil begitu saja. Sehingga harus diselesaikan menggunakan langkah legal.
"Justeru ini kita sedang ambil langkah. Bukan curhat, tapi menginformasikan betapa rumitnya. Kita terus berusaha untuk menyelesaikannya," kata Mahfud.
Belum berhenti sampai di situ, akun @Fianto94 kembali merespons jawaban Mahfud MD itu. Dia mengaku hanya sebagai orang awam.
Lantas, dia mempertanyakan Mahfud salahnya di mana jika lahan yang dikuasai tersebut diberikan secara sah oleh pemerintah. Jika tidak menyalahi aturan, sebaiknya tunggu saja sampai masa HGU berakhir.
Disarankan, pemerintah tidk memperpanjangnya kembali, atau pemerintah mengambil alih dengan catatan memberi kompensasi.
Mahfud MD lalu kembali menjawab, bahwa usul yang disampaikan Fianto, merupakan cara yang paling realistis. Masalahnya pun bisa langsung selesai. Namun demikain, menurut Mahfud MD, banyak yang menganggap hal tersebut tidak adil.
Sengketa Lahan Pesantren
Di bagian lainnya, seperti diberitakan Sripoku.com melalui kanal www.palembang.tribunnews.com, Mahfud MD menjawab surat yang dikirimkan mantan Ketua DPR RI Marzuki Alie terkait lahan selaus kurang dari 40 hketare yang saat ini ditempati Pondok Pesantren milik pimpinan FPI Muhammad Rizieq Shihab.
Lahan di kawasan kaki Gunung Pangrango, Bogor (Jawa Barat) yang ditempati Pesantren Alam Argokultural dan Markaz Syariah berada di kawasan PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas, luasnya sekitar 40 hektare.
Sebelum didirikan pesantren, lahan ini adalah kebun garapan warga setempat dan memang masuk dalam kawasan konsesi PTPN VIII Gunung Mas. Sedangkan pesantren baru berdiri tahun 2013.
Lahan tersebut mencuat ke permukaan dan menjadi sengketa pasca-surat somasi yang dilayangkan ke pengelola pesnatren.
Lahan seluas itu, selama ini memang berada diluar kawasan kebun teh. Menurut situs www.ptpn8.co.id, luas kawasan hak guna usaha (HGU) PTPN VIII tersebut, menurut data tahun2019, merupakan bagian dari 113.000 hektare lahan PTPN VIII Gunung Mas di kaki Gunung Gede-Pangrango.
Marzuki Alie melalu kanal aplikasi WhatApp untuk Mahfud MD tersebut, kemudian beredar luas di media sosial, meminta agar lahan tersebut dapat dipergunakan untuk kepentingan umat dan pendidikan.
Surat berupa pesan langsungatau DM (direct message) itu beredar di media sosial sejak Jumat malam. Sampai Sabtu (26/12/2020) siang ini, belum ada konfirmasi terkait beredarnya surat Marzuki Alie itu.
Dalam surat itu, Marzuki Alie meminta pemerintah melalui Menko Polhukam, agar dibebaskan dan diwakafkan untuk kepentingan pendidikan. Ia mengatakan, lahan yang disengketakan itu oleh PTPN VIII agar dicari jalan keluar, terlepas apakah itu ide direksi atau ada pesan khusus dari kekuasaan, namun yang terpenting tanah itu bermanfaat untuk orang banyak.
"Assalamualaikum wr wb, Prof Mahfud MD Menkopolhukam.
Bismillah, ini suara hati, disampaikan kepada penguasa negeri ini, lewat saudaraku Prof Mahfud. Tanah HGU Mega Mendung yang dimanfaatkan oleh HRS untuk pesantren, adalah tanah negara HGU yang sudah puluhan tahun digarap rakyat. Kemudian dibebaskan oleh HRS dengan mempergunakan dana ummat termasuk dana HRS sekeluarga,” demikian bagian dari surat Marzuki tersebut.
Politisi Partai Demokrat itu berharap agar lahan itu digugat PTPN VIII itu dapat dipergunakan oleh masyarakat untuk aktivitas pendidikan.
“Terlepas apakah itu ide direksi atau ada pesan khusus dari kekuasaan, tapi tanah itu bermanfaat untuk ummat. HRS ada kesalahan, bahasa terlalu kasar dalam berdakwah, apakah itu dibenarkan atau salah, saya bukan ahlinya untuk mendebatkan. Saya memohon, demi kepentingan ummat, HRS boleh dihukum kalau dinyatakan bersalah oleh pengadikan, tapi assets yang bermanfaat untuk ummat sebaiknya jangan turut dihabisi. Terus terang hati ini sangat tidak terima,” demikian bagian lain dari surat tersebut.
Menurut Marzuki, hal (luas lahan pesantren) tak sebanding dengan perlakuan berbeda terhadap aset yang dimiliki para terpidana korupsi. Banyak koruptor, kata dia, yang asetnya tidak dirampas dan justru hidup enak di penjara, dan bisa keluar kembali menikmati hidup mewah.
“Belum lagi jutaan hektare yang dikuasai konglomerat, pasti banyak pelanggaran hukum di dalamnya. SBY sendiri saya kritik, karena membiarkan konglomerat-konglomerat itu menguasai lahan ratusan ribu hektare dengan alasan mereka mendapatkan sesuai aturan. Tapi aturan tanpa melihat keadilan, maka aturan itu zalim,” katanya.
Ia berharap Mahfud MD tetap komitmen dalam menegakkan keadilan. Dia menilai, jika PTPN VIII diakomodir dan dibenarkan penegak hukum, banyak HGU yang dimiliki konglomerat dan ditelantarkan oleh pemilik hak karena dijadikan land bank, tidak akan dapat dimanfaatkan rakyat.
“Mohon prof dengan amanah kekuasaan saat ini, berpihaklah sedikit demi keadilan, yang dirasakan semakin sulit di negeri ini. Semua bisa berargumentasi bahwa hukum ditegakkan, tapi hati nurani kita pasti berbicara tentang benar dan salah,” katanya.
Menjawab pesan dari Marzuki, Mahfud MD mengaku belum mengetahui jauh persoalan itu.
“Saya sendiri tak begitu paham urusan tanah itu, karena tak pernah mengikuti kasusnya. Ini baru tahu juga setelah disomasi. Nanti saya bantu untuk memproporsionalkannya,” kata Mahfud.
Sengketa lahan Ponpes Alam Agrokultural Markaz Syariah seluas 31,91 hektare di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor bermula dari surat bernomor SB/I.1/6131/XII/2020 tertanggal 18 Desember 2020 yang dilayangkan PTPN VIII (Persero).
Sebelumnya diberitakan Sripoku.com, Rabu (24/12/2020) lahan seluas 40 hektare yang ditempati Pesantren itu, sudah dimanfaatkan sejak tahun 2013.
Sengketa ini muncul kembali berbarengan dengan kasus Rizieq Shihab sehingga ia ditahan di Polda Metro Jaya. Rizieq Shihab ditetapkan sebagai tersangka terkait acara kerumunan di Jakarta dan kerumunan di Megamendung, Bogor, Jawa Barat.
Surat somasi yang diarahkan kepada pondok pesantren Markaz Syariah pimpinan Rizieq Shihab di Megamendung, Bogor dikeluarkan PTPN VIII Gunung Mas tertanggal 18 Desember 2020.
Dalam surat itu tertulis, ada permasalahan penggunaan fisik tanah HGU PTPN VII seluas kurang lebih 30,91 hektare oleh Pondok Pesantren Agrokultur Markaz Syariah sejak tahun 2013 tanpa izin dan tanpa persetujuan dari PTPN VIII.
Dalam tuntutannya, PTPN VIII meminta Markaz Syariah diminta untuk menyerahkan kembali lahan tersebut kepada PTPN VIII selambat-lambatnya tujuh hari setelah surat tersebut dilayangkan. Artinya tenggat waktu somasi itu tanggal 25 Desember 2020.
Sebaliknya, pengelola Ponpes Markaz Syariah telah menjelaskan terkait status sertifikat tanah tempat berdirinya Pondok Pesantren Markaz Syariah FPI yang disampaikan Rizieq Shihab pada 13 November 2020. Pihak Rizieq Shihab mengakui apabila lahan HGU itu berada di konsesi atas nama PT PN VIII.
"Masyarakat Megamendung itu sendiri sudah 30 tahun lebih menggarap lahan tersebut," kata Wakil Sekretaris Umum FPI Aziz Yanuar, Kamis lalu.
Namun demikian, kuasa hukum FPI Aziz Yanuar tetap ngotot. Ia mengatakan bahwa sertifikat HGU tidak bisa diperpanjang dan akan dibatalkan apabila lahan itu ditelantarkan oleh pemilik HGU/pemilik HGU tidak menguasai secara fisik lahan tersebut.*****