Peran MK RI
Peran MK RI : Tantangan Situasi Pandemi dan Pilkada 2020
Menarik memang bahwa tiap pilkada pasti akan memunculkan sedikit-banyaknya tontonan yang atraktif dan segar untuk publik.
Kita ambil salah satu contoh, menurut pasal 158 (a) UU 10/2016, provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2% (dua persen).
Dan seterusnya untuk daerah dengan penduduk yang lebih besar persentasenya pun akan berbeda.
Poinnya adalah jika pemohon yang mengajukan permohonan tidak memenuhi syarat persentase yang diatur maka permohonan tersebut tidak dapat diterima.
Dalam mengatasi hal ini, demi keadilan substantif, MK baru-baru ini menerbitkan peraturan MK 5/2020 yang menggeser legalitas pasal 158 UU 10/2016.
Yaitu MK menerima semua permohonan tanpa memperhatikan syarat kalkulasi yang di atur UU 10/2016.
Dengan pergeseran tersebut MK secara tidak langsung sebenarnya bermaksud untuk menegaskan bahwa MK bukanlah lembaga Mahkamah ‘Kalkulator’.
Namun permasalahannya dengan PMK 5/2020 yang menggeser keberlakuan pasal 158 UU 10/2016, memunculkan pertanyaan akan ketidak patuhan MK terhadap perintah UU 10/2016 yang secara hirarkis lebih tinggi.
Dalam hal ini MK berargumentasi bahwa mereka hanya menggeser keberlakuan pasal 158 tersebut dari yang sebelumnya merupakan syarat formil di awal perkara menjadi di akhir perkara.
Menurut MK jikalau pemohon memang tidak memenuii syarat persentase yang diatur pasal 158 maka tetap ditolak diakhir perkara.
Artinya sama saja di awal dan di akhir tetap ditolak bagi yang tidak memenuhi syarat formil pasal 158 diatas.
Mungkin dari kacamata pengamat yang bukan berlatar belakang sarjana hukum akan melihat fenomena pergeseran diatas dengan wajar-wajar saja.
Sesungguhnya ada maksud dibalik pergeseran itu. Yang menarik adalah untuk apa memanjangkan waktu penolakan permohonan tersebut?
Kenapa tidak dari pangkal saja ditolak?
Kalau saya melihatnya, MK sadar atau tidak sadar, bahwa dengan pergeseran tersebut adalah cara untuk meminimalisir kesibukan di pangkal perkara.
Juga untuk mengubah fokus staf MK agar tetap fokus menjaga keselamatan diri mereka dari ancaman bahaya penularan Covid-19.