Peran MK RI
Peran MK RI : Tantangan Situasi Pandemi dan Pilkada 2020
Menarik memang bahwa tiap pilkada pasti akan memunculkan sedikit-banyaknya tontonan yang atraktif dan segar untuk publik.
Oleh : Ahmad Usmarwi Kaffah. SH., LL.M (Bham)., LL.M (Abdn)
Putra Sumatera Selatan Lawyer di London, Inggris
Menarik memang bahwa tiap pilkada pasti akan memunculkan sedikit-banyaknya tontonan yang atraktif dan segar untuk publik.
Aura kemenarikan-nya tidak hanya dilihat dari sisi beda pandangan dan program saja, tapi juga dari outcome/hasil pilkada tersebut.
Seperti yang kita ketahui setiap pasca pemilu ada saja keberatan yang muncul, bahkan tidak sedikit klaim yang meminta pembatalan hasil, diajukan terutama dari pihak calon yang kalah secara hitungan cepat/quick count.
Potensi sengketa setiap pemilihan umum baik nasional maupun lokal tampaknya memang menjadi topik besar di negeri kita.
Terlebih lagi pada prosesi pilkada 2020 ini –karakternya adalah serentak.
Setidaknya ‘keserentakan’ ini membawa warna dan semangat baru dalam konteks prosesi persidangan sengketa yang digelar oleh badan peradilan terkait.
Apalagi dalam situasi pandemi Covid-19, tata cara persidanganya dan hal-hal lain terkait akan tampak sangat berbeda secara teknis dengan pilkada-pilkada dan pemilu sebelumnya.
Dalam tulisan ini saya hanya akan fokus pada membahas prosesi perselisihan penetapan perolehan suara tahap akhir hasil pemilihan yang menjadi domain Mahkamah Konstitusi (MK).
Disamping adanya peran Banwaslu dan Mahkamah Agung, sesungguhnya MK tetap menjadi peradilan kunci.
Sebenarnya wewenang Perkara perselisihan hasil pemilihan dimiliki oleh Badan Peradilan Khusus yang harus dibentuk namun belum terbentuk sampai saat ini.
Menurut pasal 157 ayat 3 UU 10/2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Perpu 1/2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi UU, mengatur bahwa sampai dengan terbentuknya badan peradilan baru maka MK tetap memiliki tanggung jawab terhadap perkara perselisihan penetapan perolehan suara akhir.
Dengan begitu segala macam bentuk keberatan yang berkaitan dengan sengketa tahap akhir tetap menjadi ranah kesibukan MK.
Bisa dibayangkan bagaimana jika kebetulan perselisihan jumlah suara pemenang di tiap daerah sesuai dengan persentase-persentase yang diatur oleh UU 10/2016.