RUU Ketahanan Keluarga
Anggota DPR RI Nurul Arifin: RUU Ketahanan Keluarga Tak Ada Urgensinya
DRAFT RUU Ketahanan Keluarga yang sedang dikaji Banleg DPR RI dinilai tidak memiliki urgensi, untuk masuk dalam Prolegnas 2021
SRIPOKU.COM -- Draft Rancangan Undang-undang (RUU) Ketahanan Keluarga yang sedang dikaji Badan Legislasi (Banleg) DPR RI sudah menjadi bahan gunjingan masyarakat. Tidak ada urgensinya untuk masuk dalam program lelgislasi nasional (Prolegnas) DPR RI tahun 2021.
Kesimpulan awal ini disampaikan oleh anggota Banleg Nurul Arifin. Sekalipun RUU ini merupakan inisiatif DPR RI, anggota Fraksi Golkar, dianggap melanggar urusan privasi warga negara.
Nurul Arifin memahami apabila RU Ketahana Keluarga ini memperoleh perhatian dan menjadi perbincangan di tengah masyarakat.
Menurut Nurul Arifin, draft RUU Ketahana Keluarga ini diusulkan dari Februari 2020. Ketika itu, pengusul memberikan pandangan dan alasan mengapa RUU ini diusulkan.
Setelah dirundingkan di dalam Rapat Banleg, draft RUU awal mengalami perubahan dan itu yang kemarin dibahas kembali. "Namun setelah mengalami perubahan draft, saya melihat bahwa RUU masih belum ada urgensinya untuk dibahas lebih lanjut," kata Nurul kepada Tribunnews di Jakarta, Sabtu (14/11).
Baca juga: Jual-Beli Sperma Terancam 5 Tahun Penjara, Banleg Bahas Draft RUU Ketahanan Keluarga
Baca juga: Draft RUU Inisiatif tentang Larangan Minuman Beralkohol Diajukan Lagi ke Banleg
Nurul Arifin mengatakan, pada Rapat Baleg hari Kamis lalu, ada beberapa catatan yang memerlukan perhatian sehingga dijadikan alasan mengapa RUU KK ini belum diperlukan.
"Yang pertama, RUU ini dianggap terlalu mengatur lingkup privasi keluarga," kata Nurul.
Diantaranya dari draft naskah RUU pada Bab-VII yanng , memuat aturan mengenai Sistem Informasi Ketahanan Keluarga yang di dalamnya memuat ketentuan bahwa Pemerintah akan menyelenggarakan sistem berisi data-data keluarga.
"Dalam data ini, salah satunya memuat data permasalahan keluarga, ini ada pada pasal 54. Pasal ini membuat Pemerintah betul-betul akan memiliki data-data privat dari setiap keluarga," kata Nurul.
Persoalan kedua, selain pemerintah, pada Bab IX, juga membenarkan jika nanti masyarakat dapat ikut campur dalam membangun ketahanan keluarga. Bahkan frasa yang digunakan pada pasal 57 huruf-1 adalah “Masyarakat memiliki tanggung jawab dan kesempatan yang terbuka untuk berperan dalam Pembangunan Ketahanan Keluarga”.
"Perlu dicatat, masyarakat terdiri dari organisasi sosial kemasyarakatan hingga badan usaha," kata Nurul.
Ketiga, substansi RUU Ketahanan Keluarga ini sebetulnya sudah tersebar di dalam UU yang saat ini sudah berjalan. Jika ingin memperkuat peran keluarga, sudah ada UU Perkawinan dan UU Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
Selain itu, sudah ada UU lain yang berkaitan seperti RUU Perlindungan Anak. Tanpa RUU KK, hak-hak tersebut juga sudah tercantum pada UUD 45 Pasal 28Dan terakhir, yang cukup membingungkan, ucap dia, dalam draft RUU juga mengatur ketentuan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan untuk menciptakan “Pekerjaan Ramah Keluarga”. Pasal 27 huruf-3 bahkan mengatur hak cuti dan hak tunjangan.
Dari beberapa alasan itu, Banleg perlu menelaah lebih lanjut urgensi dari RUU ini. Upaya untuk memperkuat BKKBN merupakan hal yang baik untuk dilakukan.
"Namun untuk betul-betul ikut campur ke hal-hal yang bersifat privat, ada baiknya kita berpikir ulang. Kita ini masyarakat heterogen yang tidak mungkin dapat diseragamkan dalam hal mengatur urusan rumah tangga. Masing-masing keluarga memiliki cara tersendiri untuk mengatur rencananya, jangan digeneralisasi," ucapnya.
