Unjuk Rasa Yang Belum Bisa Dewasa

Gelombang unjuk rasa yang mengaku dari kalangan buruh dan organisasinya, mahasiswa dan bah­kan pelajar kembali terjadi

Editor: Salman Rasyidin
SRIPOKU.COM/ABDUL HAFIZ
Joko Siswanto 

Oleh: Joko Siswanto

Dosen Ilmu Politik FISIP UNSRI

Gelombang unjuk rasa yang mengaku dari kalangan buruh dan organisasinya, mahasiswa dan bah­kan pelajar yang anarkistis kembali terjadi di sejumlah  kota  di Indonesia antara lain Jakar­ta, Yogyakarta, Semarang, Palemang, Surabaya, Medan, Makasar, Bandung dan lain-lain.

Tun­tut­an mereka adalah mendesak pemerintah untuk membatalkan RUU Cipta Kerja yang telah di­setujui pembahasannya oleh DPR tanggal 5 Oktober lalu. RUU tersebut di satu sisi dinilai me­rugikan pekerja/buruh.

Di sisi lain, pemerintah dan DPR yakin UU itu akan memperlancar in­vestasi serta membuka lapangan kerja baru.

Seperti sudah disiapkan (by design) penolakan pengesahan RUU Cipta Kerja terjadi dimana-ma­na baik di lingkungan kawasan industry pabrik maupun di tempat wakil rakyat berkantor ba­ik di DPRD Provinsi dan DPR, kantor gubernur, istana dan  bahkan menjalar di tempat um­um  yang strategis.

Gelombang dan gerakan pelaku unjuk rasa atau pendemo begitu cepat  me­nye­bar.

Ilustrasi demo tolak UU Cipta Kerja
Ilustrasi demo tolak UU Cipta Kerja (Tribunnews.com)

Media sosial berperan penting untuk menggalang, mengerahkan dan menyebarkan infor­ma­­si unjuak rasa.

Ditambah bumbu penyedap provokasi dari pihak yang memanfaatkan situasi ke­ruh demi kepentingan kelompoknya yang menyulut emosi, akhirnya unjuk rasa berubah a­nar­­kistis dan ada dugaan dirancang untuk melakukan penjarahan.

Unjuk rasa anarkistis 2020 ini mirip atau sama dengan unjuk rasa bulan September 2019 yang me­nentang UU KPK.

Pada waktu itu juga ada massa pelajar yang dikerahkan selain mahasiswa yang tampak dominan.

Unjuk rasa tahun 2019 lebih luas di seluruh negeri dan lebih dari satu mi­­nggu. Juga terjadi tindakan anarkistis oleh pelaku unjuk rasa.

Mengapa unjuk rasa di Indo­ne­sia selalu ada anarkistis?.

Bandingkan dengan unjuk rasa terbesar dalam sejarah Hongkong pada tahun 2019 yang menolak RUU ekstradisi ke China.

Unjuk rasa berlangsung berbulan-bu­lan tetapi tidak ada satu pun fasilitas publik atau milik harta benda masyarakat yang dirusak pe­ngunjujk rasa meskipun bentrok antara polisi dan pengunjuk rasa kadang tidak bisa terhin­dar­kan.

Halaman
1234
Sumber:
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved