Mutasi PNS
Mutasi PNS, Antara Pelayanan Kepada Masyarakat dan Egoisme PNS
Proses mutasi PNS saat ini sedang menjadi isu hangat di kalangan PNS dan pendukungnya, khususnya di Provinsi Sumatera Selatan
Sinyalemen sementara karena pemahaman PNS yang hanya mementingkan dirinya (sent), bukan masyarakat yang dilayaninya (deliver).
Sifat ini bersinergi dengan semangat nepotisme yang kuat dengan adanya sponsor, yang diyakini dapat memompa karir seorang PNS.
Semangat nepotisme bisa karena persaudaraan atau pertemanan.
Bisa juga dibangun dengan materi atau dukungan politik.
Sinyalemen lain mengarah pada adanya sejumlah materi yang hadir mengiringi proses mutasi PNS.
Berbeda dengan promosi, sinyalemen kehadiran materi dalam mutasi PNS masih berupa rumor, karena belum terbukti secara meyakinkan.
Dulu, proses mutasi PNS sangat mudah.
Dimulai dengan adanya PNS yang mengajukan pindah ke instansi lain meskipun tanpa memiliki jabatan, atau sering diistilahkan di-staf-kan.
Pejabat Pengelola Kepegawaian (PPK) dalam hal ini Kepala Daerah Instansi Penerima akan menerima mutasi, sepanjang PNS yang pindah tidak menuntut jabatan.
Penerimaan yang mudah ini seringkali dilakukan PPK, mengingat permintaan pindah PNS disampaikan oleh pihak yang mensponsori mutasi PNS.
Hal yang hampir sama juga dilakukan oleh PPK Instansi Asal. Umumnya permintaan pindah akan disetujui.
PPK mengabaikan kondisi kebutuhan PNS, meskipun PNS itu adalah satu-satunya yang berkompeten pada bidang tertentu yang berada di daerahnya.
Berdasarkan diskusi, PPK menyadari bahwa jumlah PNS nya masih belum memadai, namun mereka tidak mampu menolak permintaan mutasi, saat usulan disampaikan oleh sponsor PNS seperti tokoh yang dihormati, tokoh politik atau pejabat tinggi.
Dua kondisi jelas bertentangan dengan merit system yang menjadi ruh UU 5/1014.
Dari sisi penerima, penerimaan PNS harus berdasarkan kebutuhan organisasi dan memperhatikan pola karir.