Hikmah Di Balik Kontroversi Repatriasi WNI Eks ISIS Ke Tanah Air
Al-Quran, kitab suci umat Islam telah memerintahkan umatnya untuk memperhatikan segala peristiwa yang terjadi, agar dapat diambil manfaat
Keempat, pertimbangan atas penolakan presiden Joko Widodo terkait repatriasi WNI eks ISIS ke Indonesia.
Sesungguhnya, langkah yang telah diambil pemerintah RI sebenarnya secara prinsip tidak berbeda dengan keputusan yang telah diambil oleh berbagai negara asal eks ISIS seperti Australia, Rusia, Francis, Inggris, dan Uni Eropa.
Perdana Menteri Australia, Scott Morrison menolak repatriasi eks petarung ISIS, namun tidak untuk anak-anak eks ISIS.
Menurutnya, anak-anak tidak dihukum akibat kejahatan orang tua mereka. Rusia telah memulangkan 73 anak di bawah umur dan 24 perempuan eks ISIS.
Presiden Francis, Emmanuel Macron menolak repatriasi eks petarung ISIS, namun memulangkan anak-anak yatim piatu eks ISIS.
Inggris menolak repatriasi eks petarung ISIS, meskipun The Guardian merilis ada sekitar 400 orang petarung ISIS asal Inggris sudah kembali.
Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab menyampaikan bahwa Inggris sedang mempertimbangkan anak-anak eks ISIS untuk dipulangkan ke Inggris.
Baginya, amat tidak adil ketika orang-orang yang tidak bersalah harus terlibat dalam pertempuran.
Uni Eropa menolak repatriasi eks petarung ISIS, bahkan tidak mau lengah dan gegabah dalam menentukan keputusan terkait repatriasi anak-anak eks ISIS.
Agar dapat mengambil pelajaran berharga dari apa yang telah terjadi, dan peringatan agar berhati-hati dalam menentukan langkah di masa depan, perlu kiranya disampaikan kilas sejarah cikal bakal dan perkembangan ISIS yang telah berhasil memperoleh simpatisan dan para petarung dari berbagai negara.
Bukankah, manusia sebagai makhluk sempurna dengan menerima anugerah akal agar dapat merasionalisasi segala sesuatu di luar pengetahuannya?
Maka sangat tepat mengingat kembali sebuah ungkapan bijak Arab yang menyatakan: “fakkir qabla anta’zima” (berpikirlah sebelum berbuat).
ISIS adalah singkatan dari Islamic State of Iraq and Syria, disebut juga NIIS (Negara Islam Iraq dan Syria.
Secara historis, berasal dari kekaguman rakyat Irak kepada salah seorang pemimpin dan pejuang mereka dari kelompok Jihad wa Tauhid (selanjutnya disingkat JT) pasca keruntuhan rezim Saddam Hussen, yaitu Abu Mush'ab al- Zarqawi, ada juga yang menyebut Abu Musa al-Zarqawi, sampai akhirnya al- Zarqawi wafat.
Kelanjutan dari perjuangan itu, para pejuang Irak membentuk suatu dewan syura, yang akhirnya deklarasi Daulah Islam Iraq (Negara Islam Iraq), selanjutnya disingkat DII.