Siaga dan Komitmen di 2019

Tahun 2019 sudah kita masuki. Sepanjang 2018 banyak dinamika dan dialektika yang terjadi, khususnya di Sumsel.

Editor: Salman Rasyidin
ist
Kolonel iman budiman 

Antisipasi sebelum kemarau terjadi perlu dilakukan.

Siapapun itu harus sadar dan dimunculkan kesadarannya bahwa karhutla harusnya tak ada.

Semua pihak harus terlibat mengkampanyekan ini, dan itu bukan semata-mata tugasnya tentara.

Karhutla adalah buatan manusia, mari benahi bersama manusianya.

Kedua, sangat penting untuk memberikan solusi kepada masyarakat terutama dalam pengolahan lahan pertanian.

Mereka yang berada di kawasan rawa gambut ataupun non gambut yang mengandalkan dari aliran pasang surut ataupun tadah hujan, harus diberi solusi.

Memperbanyak cadangan tampungan air ataupun melakukan rekayasa teknologi, harus dilakukan dari sekarang.

Tanpa suntikan dan stimulan dari luar, niscaya masyarakat akan terjebak pada kondisi yang sama.

Masyarakat tak bisa bergerak sendiri.

Disitulah sebenarnya kehadiran negara, yaitu yang mampu memfasilitasi masyarakatnya untuk bisa bergerak dan memanfaatkan alamnya dengan baik.

Apabila negara tak hadir, maka sulit menyalahkan masyarakat apabila mereka melakukan segala keterpaksaan.

Ketiga, sangat penting membangun pola pikir bersama bahwa karhutla bukanlah rutinitas tahunan yang harus selalu ditunggu.

Karhutla bukanlah proyek tahunan, karena itu cegahlah sedini mungkin.

Banyak hal yang bisa dilakukan, dan dari sisi tanggung jawab terhadap pemerintah maka arahkanlah sebagian besar program pembangunan bagi peningkatan ekonomi masyarakat yang berefek pada pencegahan prilaku membakar.

Diperlukan kesatuan tindak dan kesatuan sudut pandang dalam melihat karhutla.

Kabut asap adalah kondisi yang sudah darurat, jangan jadikan sebagai sesuatu yang biasa.

Extra ordinary perlu ditegaskan.

Untuk memadamkan api, bukan kerja sederhana.

Butuh sumber daya dan energi besar, termasuk finansial.

Water boombing dengan helikopter, perlu biaya mahal, belum lagi logistik dan sarpras petugas lapangan.

Entah berapa ratus, miliar, mungkin triliunan rupiah setiap tahun terpaksa dikeluarkan pemerintah untuk kerja yang sebenarnya bisa dicegah.

Tak salah jika ada selorohan, bernafas sehat dan udara bersih di Palembang itu mahal, dan faktanya memang begitu.

Keempat, peran serta perusahaan dan kalangan swasta yang ada di berbagai lokasi harus diperkuat dan dikawal.

Pengawalan maksudnya adalah kegiatan mereka yang bersinggungan dengan lahan gambut harus memiliki jaminan bahwa itu aman kebakaran dan tidak menjadi penyebab kebakaran ditempat lain.

Investasi silahkan, tetapi harus punya jaminan tegas bahwa investasi tersebut bukan mengeringkan sumber air, bukan menumpuk kayu bakar di musim kemarau.

Aktifitas yang ramah lingkungan harus didorong.

Mungkin benar bahwa bukan perusahaan yang melakukan pembakaran, tetapi aktifitas yang dilakukan berpotensi menyebabkan lahan kering di musim kemarau dan sumber api di tempat lain.

Tanggungjawab maksimal diberikan kepada pemilik modal ini.

Mereka tidak saja bertanggungjawab dalam konteks pelaksanaan CSR perusahaan, tetapi juga menjaga agar lingkungan setempat tetap kondusif.

Sikap tegas dalam pengawalan ini diperlukan.

Kelima, sudah cukup banyak pihak yang terlibat dalam mengatasi karhutla, baik unsur pemerintah, masyarakat, LSM, dan bahkan pihak luar negeri.

Sangat penting kesamaan gerak dan koordinasi maksimal dilakukan. Ibarat berperang, jika pasukan bergerak sendiri-sendiri, karena musuhnya sama, yang terjadi adalah salah sasaran atau justru saling tembak.

Disinilah kooordinasi itu berperan penting.

Tak masalah pihak lain ikut dalam mengatasi karhutla, penting malah, tapi jauh lebih penting adalah organisasi yang berjalan teratur. \

Keenam, perlu sekali dukungan pemetaan yang jelas dan terukur tentang semua lahan yang rentan karhutla, masyarakat terdampak, baik secara fisik, kesehatan, maupun ekonomi.

Dari data ini, terutama data masyarakat terdampak langsung maupun tidak langsung, akan menjadi senjata ampuh untuk melakukan kampanye bersama.
Terpenting juga komitmen semua pihak untuk tidak membiarkan lahannya terlantar dan saban tahun jadi santapan api.

Mumpung masih musim hujan, mumpung mendung masih terlihat, marilah menolak lupa terhadap peristiwa 2014, 2015, 2018.

Tanggung jawab tersebut ada pada semua kita.

Masyarakat, pemerintah, TNI, Polri, atau siapapun itu.

Tanpa kebersamaan dan tanpa komitmen yang kuat, niscaya kemarau tahun ini akan menjadi lebih perih.

Saya tentu tidak akan pesimis, tetapi realistis dalam melihat situasi juga jauh lebih penting.

Posisi tentara sendiri sebenarnya bukanlah di baris terdepan, tetapi tentara selalu siaga dan siap kapanpun jika dibutuhkan.

Korem 044 Gapo siap mendorong dan mengawal proses itu. Komitmen ini tak usah diragukan.

===

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved