Siaga dan Komitmen di 2019

Tahun 2019 sudah kita masuki. Sepanjang 2018 banyak dinamika dan dialektika yang terjadi, khususnya di Sumsel.

Editor: Salman Rasyidin
ist
Kolonel iman budiman 

Kecil kemungkinan alam membakar dirinya sendiri, kalaupun itu terjadi (misal karena gesekan kayu), itu berhubungan dengan kekeringan yang luar biasa, dan itu ulah manusia.

Oleh karena itu, pendekatannya juga harus pendekatan pada manusia yang masuk ranah kultural, sosial, dan bahkan ke wilayah kebijakan.

Ada dua pendekatan yang lazim dilakukan yaitu, pertama, mencegah agar tidak terjadinya kebakaran, kedua, mengatasi saat terjadi karhutla.

Dua hal ini adalah mata rantai yang tak terpisahkan. Karhutla bisa terjadi dimana saja, tetapi yang terparah adalah pada daerah rawa gambut.

Ini menjadi ancaman serius karena daerah gambut cukup luas di Sumsel.

Hal ini pula yang menjadi penyebab kenapa Sumsel selalu langganan kebakaran.

Efeknya jelas yaitu kabut asap, yang kemudian berimplikasi pada berbagai daerah, termasuk Palembang sebagai pusat ibukota.

Perlu dicatat pula adanya gambut bukanlah sebuah kutukan, karena selama ini semua aman-aman saja.

Baru sejak sekitar 20 tahun terakhir kawasan gambut menjadi masalah, terutama sejak intervensi manusia ke lahan ini semakin meluas.

Sekali lagi, terbakarnya gambut bukanlah fenomena alam semata, tapi ada faktor ekternal yang menjadi pemicunya.

Prediksi dari BMKG sudah menyatakan bahwa 2019 dan bahkan sampai 2020, kemarau akan dialami di Sumsel.

Artinya, suasana panas dan banyaknya bahan bakar, sudah bisa dibayangkan.

Sekitar 1,2 juta hektar lahan gambut di Sumsel adalah potensi yang harus dilihat dari sekarang.

Pertanyaannya, apa yang sudah dan mesti dilakukan?.

Persiapan tentu yang paling utama.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved