Nafsu Kekuasaan

Membendung Nafsu Kekuasaan Untuk Kearifan

Ada sebuah pertanyaan yang membutuhkam jawaban baik baik yang terkait maupun masyarakat umum.

Editor: Salman Rasyidin
zoom-inlihat foto Membendung Nafsu Kekuasaan Untuk Kearifan
ist
Drs.HM. Daud Rusjdi AW

Terutama kepada orang yang terhenyak di kursi kekuasan yang belum menemukan kearifan.

Sebab, kekuasaan selain memberikan kemampuan ternyata juga memberikan ketidakmampuan.

Orang yang sedang menjabat atau berkuasa, biasanya sulit untuk melihat dirinya sendiri.

Bahkan terkadang disana-sini ia kurang mengerti perasaan sendiri dan pendapat orang lain.

Akibatnya banyak diantaranya yang memperoleh rezeki dan popularitas secara zalim.

Oleh karenanya untuk membendung nafsu, baik nafsu kekuasaan, nafsu jabatan, nafsu sex dan nafsu-nafsu apapun bentuknya, perlu adanya perisai diri.

Perisai diri itu adalah sikap wara' yang secara harfiyah berarti menahan diri, berhati-hati atau menjaga
diri supaya tidak jatuh pada kecelakaan.

Ibrahim bin Adham mendifinisikan wara' yaitu meninggalkan semua subhat dan apa-apa yang tidak berarti baginya, yaitu hal-hal yang tidak berguna dan sia-sia.

Sikap wara' ini banyak dicontohkan oleh para ulama' terdahulu.

Seperti Sufan al Tsauri, bila tidak menemukan makanan yang halal dan bersih, dia rela untuk tidak makan berhari-hari.

Lalu Ibn al Mubarak pernah kembali dari Khurasan pergi ke Syam hanya karena lupa mengembalikan pulpen yang dipinjam dari temannya.

Demikian juga Ibrahim bin Adham pernah kembali dari Palestina pergi lagi ke Basrah hanya untuk mengembalikan satu biji kurma karena itu tidak termasuk yang ditimbang tatkala ia membelinya.

Perisai yang lainnya yang datang dari diri sendiri, yaitu mawas diri.

Mawas diri identik dengan menahan diri.

Pertanyaannya, di zaman modern yang serba maju seperti sekarang ini, kebutuhan hidup kian tinggi yang menyebabkan banyak orang lantas merasa takut untuk tidak dapat memenuhi kebutuhannya sehingga jatuh miskin..

Memang disepanjang zaman, kemiskinan menjadi momok bagi manusia.
Karena ketiadaan materi identik pula dengan kesusahan.

Karena itu dari dulu hingga kini, manusia berlomba memburu materi untuk membunuh kemiskinan.

Hal itu manusiawi karena kecintaan kepada materi adalah fitrah manusia.

Dijadikan indah dalam pandangan manusia kecintaan pada apa-apa yang diingini, yaitu wanita, anak-anak, harta yang banyak dari berbagai jenis seperti emas, erak, mobil dan sawah ladang serta kebun yang luas,

itulah kesenangan hidup. Harta atau materi memang hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan.
Oleh karenanya baik penguasa, pengusaha, pejabatndan siapa saja berlomba untuk mengejar harta.

Masalahnya sekarang, mungkinkah kita mempraktekkan sikap wara' dalam zaman sekarang ini yang hampir-hampir sulit sekali membedakan mana yang halal dan mana pula yang haram ?

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved