Pilgub Sumsel 2018

Dinamika Parpol Berkoalisi Untuk Pilgub Sumsel 2018

KPUD telah menyusun tahapan pelaksanaan pilkada --salah satu tahapannya adalah pendaftaran pasangan calon kepala daerah.

Editor: Salman Rasyidin
zoom-inlihat foto Dinamika Parpol Berkoalisi Untuk Pilgub Sumsel 2018
ist
Joko Siswanto

Bagi pihak yang kontra, beberapa alasan dikemukakan antara lain karena sebagai Bupati Muba yang diembannya ibarat baru seumur jagung (kepatutan politik), belum ada bukti berkarya, dan masyarakat Muba masih berharap banyak kiprah Dody Reza yang mulai tampak gebrakannya tetapi belum tuntas.

Dipandang masih muda untuk jabatan gubernur dan sebagainya.

Selain itu, mereka yang kontra dihinggapi kecurigaan negatif dan berlebihan bahwa jika Dody Reza menjadi gubernur akan dikendalikan oleh ayahnya dan kemudian akan terbangun dinasti politik di Sumsel.

Semua pendapat, alasan dan dugaan tersebut sah-sah saja, boleh-boleh saja di era bebas berpendapat ini (demokrasi).

Akan tetapi perlu diingat bahwa dugaan tersebut bisa tidak tepat dan tidak benar.

Dinasti politik tidak mesti buruk dan itu tergantung dari moralitas, niatnya dan prestasi kerjanya.

Semua masyarakat Indonesia bahkan dunia mengerti prestasi Gubernur Alex Noerdin dalam membawa Sumsel ke pentas Indonesia bahkan dunia sebagai provinsi terdepan yang membuat provinsi lain merasa iri dengan kemajuan Sumsel.

Banyak pembangunan infra struktur yang tidak dibiayai dari APBD bisa terlaksana di Sumatera Selatan berkat kreatifitas dan kemampuan berkomunikasi (lobi) atau membangun jaringan dengan pihak ketiga (pemerintah pusat dan swasta).

Oleh karena itu, hal yang wajar jika Gubernur Alex Noerdin bermimpi dan mengharapkan penerus dirinya harus minimal setara dirinya atau bisa melebihi dirinya.

Untuk itu, Alex Noerdin tampak lebih percaya kepada kapasitas dan kapabilitas Dody Reza, anaknya, untuk meneruskan dan mengembangkan pembangunan di Sumsel.

Dan seandainya kemudian ikut memberi masukan dan terlibat menjadi konsultan bagi anaknya pun masih bisa diterima mengingat prestasi Gubernur Alex Noerdin dapat dibanggakan dan melambungkan nama Sumsel di pentas dunia.

Untuk pihak yang kontra ini ditunggu buktinya saja dan ikut aktif melakukan kontrol.

Partai Demokrat juga sudah menetapkan Ketua Umumnya, Ishak Mekki, sebagai balon gubernur.

Namun, sampai saat ini, Demokrat tampaknya masih galau, belum ada kejelasan menemukan koalisi parpol yang bisa diajak untuk memenuhi persyaratan 15 kursi, dan belum dapat memastikan siapa yang bakal mendampingi Ishak Mekki sebagai balon wakil gubernur.

Di parpol papan atas hanya ada satu parpol yang relatif ada hubungan batin dengan Partai Demokrat, yakni Partai Gerindra.

Pertanyaannya adalah maukah Gerindra yang berkursi 10 dijadikan posisi "hanya" calon wakil gubernur?.

Mengingat bahwa Ketua Umum Gerindra Sumsel yang Bupati Lahat (Safiudin Aswari Rivai) sudah lama gencar sosialisasi maju untuk merebut kursi Sumsel 1 pada pilgub 2018, kemudian harus banting stir merubah keinginan hanya sebagai wakil.

Jika Gerindra harus tetap maju demi wibawa parpol papan atas maka Gerindra pun harus pusing dan bekerja keras mencari koalisi parpol papan tengah dan bawah untuk bisa memenuhi syarat 15 kursi.

Hal ini bukan pekerjaan yang mudah mengingat parpol papan tengah juga menjadi incaran Demokrat dan sesama parpol papan tengah.

Namun, jika perjuangan untuk menambah 5 kursi terasa berat dan elektabilitasnya juga tidak kompetitif, maka jika bersedia mengalah untuk rela sebagai balon wagub saja bukanlah suatu sikap yang keliru akan tetapi realistis.

Dengan demikian, jika Gerindra bisa menerima posisi itu, maka Demokrat dan Gerindra akan berkoalisi  dan permasalahan keduanya selesai, tinggal mengatur tatik dan strategi berkompetisi.

Bagaimana dengan PDIP?. Sebagai partai papan atas dan partai yang berkuasa (pemerintah), PDIP sangat ditunggu sikapnya, akan maju ikut berebut kursi Sumsel 1 atau "cukup rela" menduduki jabatan balon wakil gubernur.

Jika harus mengusung bakal calon gubernur maka pekerjaan rumahnya adalah mencari dukungan parpol papan tengah atau papan bawah agar cukup 15 kursi dan menyiapkan figur atau kader parpol yang elektabilitasnya bersaing dengan calon lain.

Sampai saat ini belum terdengar siapa kader PDIP yang elektabilitasnya mampu bersaing dengan calon lain untuk menduduki bakal calon gubernur.

Ada nama besar Edy Santana Putra (mantan Walikota Palembang) dan ketua Umum PDIP Sumsel, Giri Ramanda, yang berpeluang untuk balon Sumsel 1.

Tetapi gauangnya dan gerakannya kurang dirasakan masyarakat.

Jika memang PDIP tidak ada kader untuk bersaing merebut kursi Sumsel 1, maka PDIP terpaksa harus rela menerima dan bersedia diusung atau dilamar sebagai balon wakil gubernur.

Tentu saja, pilihannya akan dijatuhkan kepada parpol papan atas yang mempunyai koneksitas batin kuat di pemerintahan nasional dan lokal, yakni kepada Golkar daripada ke Demokrat atau Gerindra.

Lalu siapa figur PDIP yang bakal diusung untuk balon wakil gubernur tersebut?.

Tradisi politik dan etika dalam parpol adalah ketua umum parpol yang mempunyai, pantas dan berpeluang terbesar untuk diprioritaskan diusung.

Ketua DPD Partai Demokrat Sumsel, Ishak Mekki didampingi istrinya, Tartila Ishak menggunakan hak suara di TPS 36 Kelurahan 30 ilir Kecamatan IB II, Rabu (9/7/2014).
Ketua DPD Partai Demokrat Sumsel, Ishak Mekki didampingi istrinya, Tartila Ishak menggunakan hak suara di TPS 36 Kelurahan 30 ilir Kecamatan IB II, Rabu (9/7/2014) lalu. (ilustrasi) 

Dengan demikian, ada kemungkinan besar PDIP akan mengusung Ketua Umum PDIP Sumsel yakni Giri Ramanda sebagai bakal calon wakil gubernur berpasangan dengan Dody Reza yang diusung Golkar sebagai bakal calon gubernur.

Bagaimana peran parpol papan tengah yang tidak mengusung bakal calon gubernur dan atau wakil gubernur?.

Partai Hanura sebagai papan tengah sudah menyatakan mendukung Dody Reza.

Tinggal empat parpol yang bisa direbutkan Demokrat dan Gerindra jika dua parpol tidak berkoalis, atau minimal tiga parpol berkoalisi untuk mengusung satu pasang.

Dan parpol yang mempunyai hubungan ideologis adalah PAN, PKS dan PKB.

Sayangnya, ketiga parpol tersebut tidak pernah terdengar mengelus-elus jago dari kader parpolnya untuk bertarung dalam pilgub Sumsel 2018.
Hanya Partai Nasdem sebagai parpol papan tengah yang gencar melakukan sosialisasi mengusung Ketua Umumnya, Syahrial Oesman, untuk "melayani kembali" menjadi bakal calon gubernur dalam pilgub 2018 nanti.

Selain nama besar Syahrial Oesman (mantan Gubernur Sumsel), ada Herman Deru (mantan Bupati OKU Timur dan runner up pilgub 2014) yang cukup populer bakal diusung oleh Nasdem untuk berebut Sumsel 1, yang konon elektabilitasnya cukup tinggi.

Herman Deru pernah sebagai Ketua Ormas Nasdem Sumsel sebelum berubah menjadi Partai Nasdem.

Akan tetapi, tantangan Nasdem cukup berat karena harus mencari dukungan parpol papan tengah minimal dua parpol untuk memenuhi syarat 15 kursi.

Tugas ini bukan mudah bagi Nasdem mengingat parpol papan tengah yang diajak koalisi bukan "sealiran" atau tidak chemistry.

Kendatipun kurang ada koneksitas batin yang baik, demi kepentingan bersama dan jabatan (kekuasaan) maka halangan ideologis dan batin tersebut bisa dikesampingkan.

Nah, jika memang Herman Deru yang maju sebagai jagonya Nasdem, siapa bakal wakilnya?.

Berita yang berkembang dan beredar di masyarakat bahwa yang bakal merapat ke Herman Deru bersedia menawarkan diri sebagai bakal calon wakil gubernur adalah mantan bupati Ogan Ilir, Mawardi Yahya. Jika berita itu benar, maka Mawardi Yahya sebagai petarung harus bisa menaklukkan parpol papan tengah merapat ke Nasdem.

Analisis yang masih serba kemungkinan di atas akan terjawab dan terlihat benar atau salah ketika koalisi parpol akan mendaftar pasangan bakal calon gubernur masing-masing ke KPUD Sumsel.

Namun yang sudah bisa dipastikan mempunyai dukungan 15 kursi adalah bakal calon gubernur Dody Reza yang diusung oleh Golkar dan Hanura, meskipun kepastian nama bakal calon wakilnya juga belum dideklarasikan.

Sedangkan untuk balon dan parpol lain belum ada kepastian, masing-masing masih sibuk berkomunikasi dan bernegosiasi untuk bisa mengumpulkan syarat 15 kursi.

Semua masih serba mungkin. Itulah politik yang syarat kepentingan dan ambisi masing-masing sehingga alot untuk dikompromikan.
Masyarakat Sumsel sudah tidak sabar menunggu, segera pingin mengerti siapa diusung siapa, siapa mengusung siapa.

Akhirnya, pada saatnya nanti di tanggal pemilihan semua tergantung kepada pilihan rakyat. Berfikirlah memilah dan mantapkan memilih.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved