Mata Lokal Desa
Kok Bisa Ada Kata Kerbau di Nama Desa Ulak Kerbau Ogan Ilir Sumsel? Dijuluki Kampungnya Penjahit
Sejarah penamaan Desa Ulak Kerbau, Kabupaten Ogan Ilir yang kini disebut-sebut menjadi kampungnya para penjahit.
Penulis: Agung Dwipayana | Editor: Refly Permana
SRIPOKU.COM, INDRALAYA - Ulak Kerbau merupakan sebuah desa yang secara administratif masuk wilayah Kecamatan Tanjung, Kabupaten Ogan Ilir.
Desa ini diapit oleh Jalinsum Palembang-Kayuagung dan Sungai Ogan yang bermuara ke Sungai Musi.
Berjarak 52 kilometer dari Palembang, perjalanan menuju Ulak Kerbau dapat ditempuh selama 1,5 jam dari ibukota Sumatera Selatan.
Sisi menonjol dari desa ini adalah mata pencaharian masyarakatnya yang bekerja sebagai penjahit pakaian.
Jika orang menanyakan pusat konveksi terbesar dan terbaik di Ogan Ilir, maka hampir pasti Desa Ulak Kerbau menjadi rekomendasi.
Baca juga: Kebakaran Hebat di Desa Ulak Kerbau Ogan Ilir, 5 Rumah Ludes Terbakar
Sejarah desa ini berawal pada pertengahan abad 19 atau tahun 1800-an.
Di mana ketika itu Sungai Ogan menjadi jalur transportasi dan urat nadi perekonomian masyarakat.
Ada dua versi sejarah asal-usul nama "Ulak Kerbau".
Seorang tokoh masyarakat Desa Ulak Kerbau bermama Ruslan menuturkan, dahulu ada seorang penggembala yang membawa kerbau mengarungi Sungai Ogan.
Beberapa ekor kerbau itu dibawa menggunakan rakit terbuat dari bambu.
"Di tengah perjalanan, rakit masuk ke dalam ulak (pusaran air) di sungai sehingga rangkaian bambunya itu tercerai-berai," tutur Ruslan kepada TribunSumsel.com dan Sripoku.com, Jumat (5/9/2025).
Muatan kerbau pun masuk ke dalam ulak tersebut.
"Jadi, dinamakan Ulak Kerbau itu berasal dari kata 'ulak' yang artinya pusaran air dan kerbau yang masuk ke dalam ulak tersebut," terang Ruslan.
Versi kedua menyebutkan kalau ada pusaran air yang sangat besar sehingga menghasilkan suara mirip kerbau, sehingga dinamakan Desa Ulak Kerbau.
Baca juga: ASAL Usul dan Legenda Desa Semangus di Musi Rawas Sumsel, Berasal dari Ikan Sema yang Hangus
Dilanjutkan Ruslan, dahulu orang pertama yang mendiami Ulak Kerbau adalah pria bernama Mahuzir yang berasal dari luar desa.
Setelah itu, daerah Ulak Kerbau mulai didatangi warga yang mencari tempat perlindungan dari kekejaman penjajah Belanda.
Seiring berjalan waktu, penduduk Ulak Kerbau terus bertambah.
Hingga pada tahun 1968, Ulak Kerbau dimekarkan menjadi Desa Ulak Kerbau Lama dan Ulak Kerbau Baru.
Ruslan sendiri saat ini tinggal di Desa Ulak Kerbau Baru.
Pada tahun 2025, Ulak Kerbau Lama dihuni oleh 2.323 ribu penduduk.
Sementara "adiknya" Ulak Kerbau Baru dihuni 1.793 penduduk.
Luas wilayah kedua desa ini masing-masing kurang lebih 2 ribu meter persegi.
Seperti disebutkan di awal, masyarakat kedua desa ini bermatapencaharian sebagai penjahit pakaian.
Hampir setiap rumah, ada anggota keluarga yang menjalankan usaha menjahit.
Bunyi mesin jahit bersahut-sahutan terdengar jelas saat berada di Desa Ulak Kerbau Lama maupun Ulak Kerbau Baru.
Baca juga: Menguak Asal-usul Senjata Api Kopda Bazarsah yang Digunakan untuk Menembak 3 Polisi di Lampung
Hasil karya warga ini dikirim ke berbagai daerah di dalam maupun luar Sumatera Selatan.
Pekerjaan lainnya yang ditekuni yakni bertani dan berdagang.
"Seperti saya kan berdagang, ada usaha buka konter hp," ucap Ruslan.
Sisi menonjol lainnya dari Desa Ulak Kerbau Lama dan Ulak Kerbau Baru adalah rumah limas.
Menurut Kepala Desa Ulak Kerbau Lama, Aldi Aliaman, ada puluhan rumah limas yang masih berdiri kokoh di desa terebut.
"Keseluruhan rumah limas terbuat dari kayu. Ada juga yang dikombinasikan dengan bangunan beton di lantai bawah," kata Aldi diwawancarai terpisah.
Jenis kayu yang digunakan adalah kayu seru sebagai kerangka, kayu unglen sebagai pondasi dan kayu tembesu sebagai lantai, dinding, jendela serta pintu.
Dijelaskan Aldi, dinamakan rumah limas karena atap rumah yang berbentuk limas.
Sama seperti di gambar uang pecahan Rp 10 ribu, bentuk bangunan rumah limas yakni empat persegi panjang, dibangun diatas tiang kayu dengan lantai berundak.
Baca juga: ASAL Usul Desa Karang Jadi di OKU Timur Sumsel, Suara Cangkul dan Canda Ibu-ibu Bergema di Sawah
Undakan yang juga disebut kekijing berbentuk empat persegi panjang, dengan total keseluruhan kekijing di rumah limas berkisar antara dua hingga empat buah.
"Rata-rata rumah limas di Ulak Kerbau masih terawat dengan baik," tutur Aldi.
Sebagian warga ada yang mengganti pondasi asli dengan pondasi beton agar lebih tahan lama.
Dengan mengunjungi rumah limas di Ulak Kerbau Lama dan Ulak Kerbau Baru, pengunjung dapat merasakan nuansa tradisional yang sangat kental dan seakan dibawa ke kehidupan zaman dahulu.
"Rumah limas di sini alhamdulillah masih terawat dengan baik. Masih awet-awet," kata Aldi menegaskan.
Malam Tapai dan Gema Nostalgia,Saat Tradisi Lawas Kembali Menghangatkan Jantung Kayuagung |
![]() |
---|
Melihat Napal Jaringan Desa Singapura OKU, Wahana Seluncuran Alami di Sungai Ogan Digemari Anak-anak |
![]() |
---|
Desa Remayu, Jejak Perdagangan Kuno di Tengah Harta Karun Pecahan Keramik Belanda dan Cina |
![]() |
---|
Ruwatan Bumi di Karang Binangun Sumsel : Doa, Budaya, dan Bisikan Leluhur di Tengah Deru Zaman |
![]() |
---|
Inovasi Desa Talang Lubuk Banyuasin, Ubah Buah Nipah Jadi Tepung Bernilai Ekonomis Tinggi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.