Opini

Teknologi untuk Manusia atau Manusia untuk Teknologi?

Konsekuensi sistem civil law yang dianut bumi pertiwi, mau tak mau kepastian hukum harus dihimpun dalam produk hukum tertulis.

Editor: tarso romli
handout
M Syahri Ramadhan 

Sebagaimana contoh Chat GPT dan platform AI lainnya. Ketergantungan manusia terhadap aplikasi tersebut sudah tidak dapat terbendung.

Transformasi cara berpikir konvensional sudah beralih ke digital. Alhasil, segala pekerjaan baik di bidang pendidikan, bisnis bahkan seni dapat dituntaskan dengan tempo yang tidak begitu lama.

Cukup dengan menuliskan prompt atau instruksi diinginkan, maka AI akan menjawabnya dengan susunan kalimat dalam sebuah teks yang sangat rapi.

Keresahan pun muncul, gempuran aplikasi AI yang ada saat ini dianggap dapat mereduksi kreativitas dan cara berpikir kritis manusia dalam menghadapi masalah kehidupan.

Kehadiran berbagai platform di dunia maya harus dianggap sebuah keniscayaan. Perkembangan masa revolusi industri dari 1.0 (mesin uap) hingga 4.0 (AI dan big data) adalah bukti nyata bahwa manusia tidak dapat menyangsikan perubahan yang terus terjadi.

Fenomena tersebut merupakan disrupsi kehidupan manusia yang tidak dapat dinafikan.

Ketergantungan terhadap teknologi seakan menjadi kebutuhan primer dalam menunjang segala aktivitas.

Contoh sederhana, segala keperluan administrasi yang berkaitan dengan birokrasi pemerintah seperti membayar pajak, memperpanjang masa aktif Surat Izin Mengemudi (SIM), dan sejenisnya. Semua dilaksanakan secara online.  

Jalan Pintas atau Penunjang Kreativitas ?

Segala keinginan umat manusia saat sudah dalam satu genggaman yang bernama gawai (smartphone).

Cukup memainkan jari jemari di berbagai aplikasi, maka hasrat manusia sebagai homo sapiens, dapat diwujudkan secara sekejap saja.

Keberkahan telematika terhadap hukum, dapat dilihat banyaknya kasus kriminal yang dapat diungkap melalui serangan viral para warganet. Fenomena tersebut sekaligus mendobrak proses penegakan hukum yang dikenal berbelit – belit dan lambat.  

Namun, efisiensi yang diberikan teknologi bukan berarti tidak mempunyai masalah. Selayaknya hukum yang timbul karena kesalahan dalam realitas sosial.

Digitalisasi menimbulkan masalah baru termasuk juga masalah hukum.

Begawan Hukum Tata Negara Mahfud MD menyatakan jika ditinjau dari sistem hukum Lawrence M. Friedman, Indonesia tidak pernah ada masalah dengan persoalan substansi hukum (peraturan hukum).

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved