Demi Setor 'Jatah Preman' Gubernur Riau, Pejabat PUPR Rela Pinjam Bank hingga Gadai Sertifikat

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap fakta yang sangat memprihatinkan di balik kasus dugaan pemerasan

Editor: Yandi Triansyah
Kompas.com
TIBA DI GEDUNG KPK : Gubernur Riau Abdul Wahid dan dua orang lainnya tiba di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta pada Selasa (4/11/2025), usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Senin (3/11/2025).(KOMPAS.com/HARYANTI PUSPA SARI) 
Ringkasan Berita:
  • Terungkap Kepala UPT nyetor uang  ke Gubernur Riau berasal dari uang sendiri, pinjam ke bank hingga gadai sertifikat. 
  • KPK menyoroti praktik pemerasan ini terjadi di tengah krisis keuangan daerah Riau yang sedang mengalami defisit besar.
  • Total Defisit mencapai Rp3,5 triliun terdiri dari Defisit APBD Riau Mencapai Rp1,3 triliun dan Penundaan Pembayaran Sekitar Rp2,2 triliun

 


SRIPOKU.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap fakta yang sangat memprihatinkan di balik kasus dugaan pemerasan yang melibatkan Gubernur Riau, Abdul Wahid.

Uang "jatah preman" (japrem) yang diminta oleh Gubernur kepada para bawahannya di Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Riau, ternyata diperoleh dari sumber yang sangat membebani para pejabat Unit Pelaksana Teknis (UPT).

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa untuk memenuhi tuntutan Gubernur, para pejabat UPT terpaksa merogoh kocek lebih dalam.

"Informasi yang kami terima dari kepala UPT bahwa mereka uangnya itu pinjam. Ada yang pakai uang sendiri, pinjam ke bank dan lain-lain," kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (5/11/2025).

Baca juga: GUBERNUR Abdul Wahid Pakai Baju Kaus Putih Tiba di Gedung KPK, Nasib Status Hukum Tunggu 1 x 24 Jam

Asep menambahkan, keterangan para kepala UPT memperlihatkan bahwa sebagian besar dari mereka terpaksa mencari dana.

"Itu keterangan dari kepala UPT, ada yang pinjam, ada yang gadaikan sertifikat, dan ada juga yang ambil pinjaman ke bank." kata dia. 

Ironi di Tengah Defisit Anggaran Rp3,5 Triliun

KPK menyoroti praktik pemerasan ini sebagai ironi dan tindakan yang sangat memprihatinkan, terutama karena terjadi di tengah kondisi keuangan daerah Riau yang sedang mengalami defisit besar.

Asep membeberkan bahwa kondisi APBD Riau saat itu sedang terpuruk, defisit APBD Riau Mencapai Rp1,3 triliun (per Maret 2025).

Penundaan Pembayaran, sekitar Rp2,2 triliun. Sehingg total Defisit mencapai Rp3,5 triliun.

Menurut Asep, kondisi defisit ini menunjukkan bahwa komponen belanja daerah (belanja pegawai, barang, dan modal) berpotensi terganggu karena ketiadaan dana. 
Seharusnya, keadaan ini menjadi alasan bagi kepala daerah untuk tidak meminta setoran tambahan dari bawahan.

"Seharusnya dengan tidak adanya uang, jangan dong minta. Jangan membebani pegawainya, jangan membebani bawahannya. Tapi ini ironis, di saat defisit anggaran malah meminta sejumlah uang," tegas Asep.

Tindakan Abdul Wahid yang tetap meminta setoran di tengah krisis anggaran daerah memperberat beban yang ditanggung para pejabat UPT, memaksa mereka mencari solusi keuangan ekstrem seperti berutang atau menggadaikan aset pribadi demi memenuhi "japrem" sang Gubernur.

Kini, Abdul Wahid telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap bawahannya, dan KPK terus mendalami sejauh mana praktik pemerasan ini telah merugikan keuangan negara dan masyarakat Riau.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Setor Jatah Preman untuk Abdul Wahid, Anak Buah Gubernur Riau Pinjam ke Bank dan Gadai Sertifikat

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved